Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Presiden Jokowi, Komjen Listyo Sigit dan Konsistensi Negara Pancasila

"Nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, prinsip musyawarah dan keadilan adalah intisari ajaran Islam," kata Grand Sheikh al-Azhar.

Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Presiden Jokowi, Komjen Listyo Sigit dan Konsistensi Negara Pancasila
Tribunnews/HO/Humas DPR RI
Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo saat mengikuti fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan calon Kapolri di Komisi III DPR RI, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (20/1/2021) lalu. Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo dipilih Presiden Joko Widodo menjadi calon tunggal Kapolri untuk menggantikan Jenderal Pol Idham Azis yang akan memasuki masa pensiun. Tribunnews/HO/Humas DPR RI 

Tuhan, dimana tiap-tiap warga negara bebas memeluk agamanya masing-masing dan memiliki kedudukan yang sama.

Baca juga: Wacana Listyo Sigit Prabowo Bentuk Pam Swakarsa, Guru Besar Unpad Muradi: Saya Tidak Khawatir

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa pada prinsipnya menegaskan bahwa, bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Ketuhanan yang dimaksud oleh Sukarno adalah Ketuhanan yang berbudi pekerti luhur,  berkeadaban, dengan sikap saling hormat menghormati sesama pemeluk agama dan kepercayaan.

Keputusan presiden mengangkat Listyo Sigit Prabowo yang beragama nasrani seolah ingin menunjukkan konsistensi negara Pancasila dan mengokohkan kembali semboyan Bhineka Tunggal Ika di tengah menguatnya politik identitas yang telah mencabik-cabik ikatan persatuan nasional dan identitas kebangsaan kita.

Merebaknya perilaku intoleran telah mengoyak nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang sudah menjadi konsensus bangsa Indonesia. Dengan kebesaran jiwa, para pendiri bangsa rela melepaskan ego individu dan golongan demi persatuan bangsa.

Pancasila diterima sebagai dasar negara dan falsafah bangsa karena sesuai dengan realitas sosial bangsa Indonesia yang multi etnis dan agama. Sehingga, Pancasila menjadi ideologi pemersatu bangsa.

Direktur Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo
Direktur Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo (ISTIMEWA)

Kekuatan Pancasila sebagai pemersatu bangsa tidak hanya teruji tapi juga dipuji banyak negara. Grand Sheikh Al-Azhar, Mesir, Ahmad Mohamad ath-Tayeb, mengatakan, Pancasila bukan hanya sejalan dengan ajaran Islam, melainkan justru dipandang sebagai esensi nilai-nilai ajaran Islam. "Nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, prinsip musyawarah dan keadilan adalah intisari ajaran Islam," kata Grand Sheikh al-Azhar.

Obama dalam salah satu pidatonya menyebut Pancasila adalah falsafah yang inklusif dimana orang bisa bebas memilih untuk menyembah Tuhan sesuai dengan keyakinan mereka. Islam berkembang, begitu pula agama lain. Pembangunan diperkuat oleh demokrasi yang sedang berkembang. Tradisi lama masih bisa bertahan.

Berita Rekomendasi

 Dubes Inggris untuk RI Moazzam Malik juga memuji bagaimana Indonesia mampu menjaga perdamaian, Menurut dia banyak hal yang bisa dipelajari di Indonesia. Salah satunya adalah ideologi Pancasila dan nasionalisme yang sangat kuat. Pujian terhadap Pancasila juga datang dari Perdana Menteri India Narendra Modi.

Dia mengatakan filosofi yang dimiliki Indonesia, yakni Pancasila, menjadi dasar negara yang dapat mempersatukan masyarakatnya. Dan masih banyak lagi pujian dari para pemimpin negara lainnya.

Ironinya, di tengah pujian dunia, justru di dalam negeri sendiri ada kelompok masyarakat yang mencampakkan Pancasila.

Baca juga: Nadiem Bakal Keluarkan Surat Edaran Cegah Terulangnya Pemaksaan Siswi Nonmuslim Berjilbab

Bahkan ada kelompok yang ingin mengganti dasar negara Pancasila dengan ideologi khilafahSebagai penutup, saya mengutip pidato Sukarno, pada 20 Mei 1963 di alun-alun Kota Bandung untuk mengingatkan kita tentang pentingnya persatuan;

Saudara-saudara, bangsa Indonesia ini seperti sapu lidi yang terdiri dari beratus-ratus lidi. Jika tidak diikat akan tercerai berai, tidak berguna dan mudah dipatahkan. Tetapi jikalau lidi-lidi itu digabungkan, diikat, menjadi satu, mana ada manusia yang bisa mematahkan sapu lidi yang sudah diikat. Tidak ada saudara-saudara. Jikalau kita bersatu, jikalau kita rukun, kita menjadi kuat.” 

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

Berita Populer
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas