Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Mutasi Ganda Virus Covid-19

Dalam beberapa hari ini cukup banyak berita tentang mutasi vaksin COVID-19. Sejak Februari 2020 sudah diketahui adanya mutasi D614G.

Editor: Alfin Wahyu Yulianto
zoom-in Mutasi Ganda Virus Covid-19
HO/TRIBUNNEWS
Prof Tjandra Yoga Aditama - Guru Besar FKUI & Universitas YARSI.  - Mantan Direktur Penyakit Menular WHO SEARO dan Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit & Kepala Badan Litbangkes Kemenkes RI 

Oleh: Prof Tjandra Yoga Aditama

Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/Guru Besar FKUI

Mantan Direktur WHO SEARO dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes

TRIBUNNEWS.COM - Dalam beberapa hari ini cukup banyak berita tentang mutasi vaksin COVID-19.

Seperti kita ketahui bahwa virus COVID-19 ,seperti juga dengan virus-virus lainnya, memang akan dapat bermutasi dari waktu ke waktu. Sejak Februari 2020 sudah diketahui adanya mutasi D614G yang juga sudah dilaporkan di negara kita.

Sejak awal pandemi maka World Health Organization (WHO) sudah bekerja sama dengan jaringan laboratorium global yang meliputi banyak negara yang meng analisa virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.

Kemudian dibentuklah WHO’s global SARS-CoV-2 laboratory network yang melibatkan SARS-CoV-2 Virus Evolution Working Group, yang tujuannya adalah mendeteksi mutasi secara cepat dan menilai kemungkinan dampaknya pada kesehatan masyarakat.

Berita Rekomendasi

WHO merekomendasikan agar negara-negara sedapat mungkin meningkatkan kemampuan sekuensing virus SARS-CoV-2, dan lalu membagikan ditanya secara internasional untuk membantu dunia untuk memonitor dan melakukan respon pada pandemi kini.

Pada Desember 2020 pemerintah Inggris melaporkan mutasi B.1.1.7 ke WHO dalam kerangka International Health Regulation (IHR) 2005. Yang juga banyak dibahas adalah mutasi B.1.351 di Afrika Selatan, apalagi sesudah ada laporanj uji klinik vaksin Johnson & Johnson serta Novavax yang menunjukkan efikasi di Afrika Selatan lebih rendah dari negara lain, yang antara lain di duga karena pengaruh mutasi ini. Kita juga ketahui bahwa di Brazil ada mutasi B.1.1.28.

Pada 1 Februari 2021 konsorsium COVID-19 Genomics UK (COG-UK) Inggris mengidentifikasi 11 sampel yang ada mutasi B.1.1.7 dan juga mutasi E484K sekaligus, sesudah menganalisa 214.159 sekuens.

Selain itu, Inggris juga menemukan 40 kasus lagi yang sudah ada mutasi E484K, sehingga total 105 kasus. Sebagian besar memang ada riwayat perjalanan tetapi 11 diantaranya tidak bepergian ke luar negeri, jadi nampaknya sudah ada penularan lokal di masyarakat juga. Inggris kemudian meningkatkan secara lebih banyak lalgi jumlah yang di test dan di sekuensing.

Inggris sebenarnya punya kemampuan sekuensing yang tinggi. Sekitar separuh dari genom SARS-CoV-2 yang dimasukkan ke database global GISAID berasal dari Inggris.

Negara ini melaporkan bahwa mereka sudah melakukan sekuen genomik pada 7% dari sampel positig COVID-19 di negara itu. Amerika Serikat misalnya baru melakukan sekuensing pada kurang dari 1%.  

Pakar dari University of Cambridge di Inggris mengkonfirmasi bahwa adanya mutasi sekaligus B.1.1.7 dan  E484K akan secara nyata meningkatkan jumlah antibodi yang diperlukan untuk mencegah infeksi.

Halaman
12
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas