Tribunners / Citizen Journalism
Mengenang Marsekal Muda TNI (Purn) Teddy Rusdy, Patriot Penyelesai Masalah
Keberhasilan Operasi Woyla mengerek kepopuleran Benny Moerdani. Tetapi, dia tidak lupa untuk membawa serta stafnya yang paling setia, Teddy Rusly.
Oleh Muhammad Husnil (Pengkaji Sejarah)
~Tulisan ini dibuat untuk mengenang 1.000 hari wafatnya Almarhum Teddy Rusdy, 24 Februari 2021 nanti~
SABTU siang, 28 Maret 1981. Cuaca Ambon, Maluku, cukup terik. Jenderal M Jusuf, Menteri Pertahanan dan Keamanan, dan Jenderal Leonardus Benjamin Moerdani, Asisten Intelijen Pertahanan dan Keamanan sedang menikmati makan siang.
Saat itu mereka tengah berada dalam Rapat Pimpinan ABRI. Mereka belum selesai makan ketika datang telegram dari Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib), Jenderal Sudomo.
Keduanya membaca telegram tersebut. Benny Moerdani, panggilan Jenderal Leonardus Benjamin Moerdani, lantas memerintahkan para wartawan segera berkumpul.
"Saya diinstruksikan oleh Menhankam untuk memberitahukan, bahwa hari ini, tanggal 28 Maret 1981, pukul 10.10 WIB telah terjadi pembajakan Pesawat DC-9 Garuda dalam penerbangan antara Palembang dan Medan. Pesawat itu pada saat ini berada di Pelabuhan Udara Internasional Penang, Malaysia. Captain pilot-nya bernama Herman Rante. Soal ini sekarang diambil alih oleh Departemen Hankam," kata Benny di depan wartawan.
Suaranya tenang, tetapi raut mukanya mengeras. Matanya nyalang.
Benny bersicepat ke Jakarta. Begitu tiba di Halim Perdanakusuma, Benny disambut tangan kanannya, Kolonel Teddy Rusdy.
Sejak itu, Teddy tak pernah lepas dari samping Benny Moerdani.
Sambil berjalan, Teddy melaporkan bahwa dia sudah menyiapkan pesawat yang sama dengan Pesawat DC-9 Garuda, yang dikenal dengan Pesawat Woyla, untuk dijadikan latihan tim penyelamat.