Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Bagaimana Orang Masih Hidup Sudah Memikirkan Kematian?
Saya mendukung organ donor itu dilaksanakan saat pendonor sudah meninggal, bukan saat pendonor masih hidup.
Editor: Setya Krisna Sumarga
OLEH : ANNA LIWUN, Mahasiswa Universität Passau, Jerman
“Jadilah seseorang seperti bunga, meski kau sudah mati dan tak hidup lagi, kau tetap berguna setidaknya seperti bunga kering untuk dekorasi dan hiasan.“
SEKILAS peribahasa ini mengingatkan saya hidup manusia itu tidak ada yang sia-sia, bahkan jika Tuhan izinkan manusia hidup dalam kondisi sehat, ia tetap berguna untuk manusia lainnya saat ia meninggal.
Isu donor organ memang belum menjadi hal umum di Indonesia. Saya menjadi lebih sering mendengar istilah ini ketika saya tinggal di Jerman.
Saat itu, saya mendapatkan pertanyaan dari asuransi kesehatan tentang donor organ. Bagi saya yang berasal dari Asia, pertanyaan ini menjadi tabu untuk dinyatakan.
Sesuai budaya kami, bagaimana mungkin orang masih hidup sudah memikirkan tentang kematian.
Masih banyak faktor lainnya yang menyebabkan proses donor organ di Indonesia belum lancar dan jelas dibandingkan dengan donor darah.
Meski pun saya percaya kebutuhan donor organ seperti mata dan organ tubuh lainnya pun meningkat dari tahun ke tahun.
Hal ini berbeda dengan negara Jerman yang sudah mendorong warganya untuk meningkatkan rasa solidaritas meski seseorang itu sudah meninggal.
Seorang kenalan saya asal Indonesia yang baru saja menyelesaikan studinya di Jerman bercerita, ia menyatakan kesediaannya untuk menyumbangkan organ tubuhnya pada saat ia meninggal nanti kepada keluarga dan pihak medis di Indonesia.
Rupanya negeri yang pernah ia tempati, yakni Jerman telah merubah pandangannya soal donor organ. Namun keputusan yang diberikannya itu begitu berat diterima oleh pihak keluarga.
Atas dasar kemanusiaan dan rasa solidaritas, hati nurani manusia kembali terusik apakah saya bersedia untuk memberikan apa yang saya miliki setelah meninggal untuk menyelamatkan orang lain?
Semua kembali kepada keputusan tiap pribadi. Menurut saya, keputusan donor organ harus didasarkan atas keputusan individu tersebut, tanpa dipaksakan dan bersifat komersial.
Hal ini untuk menghindari penyalahgunaan tujuan yang sering saya baca di surat kabar. Contohnya, seseorang baru saja menjual salah satu ginjalnya untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.