Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Pemeriksa Merek, Kewenangan dan Kepastian Hukum
Merek merupakan salah satu goodwill untuk menarik konsumen, merupakan simbol pengusaha untuk memperluas pasar produk atau barang dagangannya.
Editor: Toni Bramantoro
OLEH: Ichwan Anggawirya
Merek merupakan salah satu goodwill untuk menarik konsumen, merupakan simbol pengusaha untuk memperluas pasar produk atau barang dagangannya. Jaminan atas mutu barang atau jasa (quality guarantee).
Hal ini tidak hanya menguntungkan produsen Pemilik Merek, melainkan juga perlindungan jaminan mutu barang atau jasa bagi konsumen. Penunjukan asal barang atau jasa yang dihasilkan (source of origin).
Merek merupakan tanda pengenal asal barang atau jasa yang menghubungkan barang atau jasa dengan produsen, atau antara barang atau jasa dengan daerah/negara asalnya.
Di Indonesia, kepemilikan merek mendapatkan perlindungan hukum dari negara setelah merek tersebut didaftarkan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Di sinilah peran dari pejabat pemeriksa merek untuk menentukan layak tidaknya suatu merek untuk didaftarkan.
Dalam Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis No. 20 Tahun 2016 mengatur bahwa Pemeriksa adalah Pemeriksa Merek sebagai pejabat fungsional yang karena keahliannya diangkat dan diberhentikan oleh Menteri untuk melakukan pemeriksaan substantif terhadap Permohonan Pendaftaran Merek.
Undang-Undang No. 20 Tentang Merek dan Indikasi Geografis Tahun 2016 merupakan undang-undang pengganti dari Undang-Undang No. 15 Tentang Merek Tahun 2001. Ketentuan lama terkait dengan Pemeriksa Merek dalam pemeriksaan substantif diatur pada Pasal 20 Undang-Undang Merek Tahun 2001.
Terdapat perubahan kewenangan Pemeriksa Merek dalam kedua undang-undang merek tersebut. Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001, menyebutkan: Pemeriksa Merek melaporkan hasil pemeriksaan substantif bahwa Permohonan dapat disetujui untuk didaftar, atas persetujuan Direktur Jenderal.
Ketentuan tersebut berimplikasi bahwa adanya batasan kewenangan Pemeriksa Merek terhadap proses keputusan diterima atau ditolaknya permohonan merek yang didaftarkan oleh pemohon, dikarenakan adanya jenjang proses persetujuan permohonan pendaftaran merek.
Namun demikian, apabila kita melihat ketentuan dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis No. 20 Tahun 2016, menyebutkan: Dalam hal Pemeriksa memutuskan Permohonan dapat didaftar, Menteri mendaftarkan Merek tersebut, memberitahukan pendaftaran Merek tersebut kepada Pemohon atau Kuasanya, menerbitkan sertifikat Merek dan mengumumkan pendaftaran Merek tersebut dalam Berita Resmi Merek, baik elektronik maupun nonelektronik.
Hilangnya frasa “melaporkan” pada Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001 untuk kemudian diubah menjadi frasa “memutuskan” pada Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis No. 20 Tahun 2016, tentunya berimplikasi bahwa Pemeriksa Merek memiliki kewenangan penuh untuk memutuskan diterima atau ditolaknya permohonan merek yang diajukan oleh pemohon, tanpa perlu adanya persetujuan Direktur Merek dan Indikasi Geografis.
KEWENANGAN
Kewenangan memiliki kedudukan penting dalam kajian hukum tata negara dan hukum administrasi. Begitu pentingnya kedudukan kewenangan ini sehingga F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek menyebutnya sebagai konsep inti dalam hukum tata negara dan hukum administrasi, “Het begrip bevoegd held is dan ook een kernbegrip in het sraats-en administratief recht”.
Tata cara memperoleh kewenangan terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu pertama: atribusi adalah pemberian wewenang pemerintah yang baru oleh suatu ketentuan dalam perundang-undangan baik yang dilakukan oleh original legislator ataupun delegated legislator; kedua: delegasi adalah penyerahan wewenang pemerintah dari suatu badan atau pejabat pemerintahan kepada badan atau pejabat pemerintahan lain; ketiga: mandat adalah suatu organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.