Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Menimbang Roadmap Politik Cak Imin dan Urgensi MLB
Dalam pandangan politis sebagian kader, perilaku Cak Imin adalah indikator kesewenang-wenangan dalam melakukan restrukturisasi.
Editor: Husein Sanusi
Kapasitas Mahfud MD menakhodai PKB juga tidak perlu diragukan. Kiprahnya malang melintang dipentas nasional adalah bukti nyatanya, bahkan Pada 2014, selangkah menjadi Cawapres Prabowo. Tahun 2019, hampir jadi Cawapres Jokowi. Ini semua indikator bahwa Mahfud MD diterima semua kalangan. Tidak tertutup kemungkinan, dengan kekuatan partai PKB, Mahfud mampu maju menjadi capres di Pilpres 2024.
Rekam jejak Mahfud MD tercatat sebagai kader militan PKB. Catatan digital begitu banyak bagaimana Mahfud berkontribusi pada era kepemimpinan Gus Dur. Lebih-lebih, beliau bisa diterima oleh para Ulama Nahdhiyyin, dengan latar belakangnya sebagai pengurus Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI). Jaringan dan dukungan dari kader-kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang tersebar di partai-partai lain akan mengalir.
Terlepas dari siapa kader terbaik PKB nantinya, Muktamar Luar Biasa menjadi penting. Bukan semata-mata untuk mengkritik Cak Imin yang dinilai melanggar AD/ART, tetapi MLB adalah kebutuhan seluruh simpatisan PKB.
Mau tidak mau, restrukturisasi PKB menjadi partai modern dan demokratis adalah sebuah keharusan yang dinanti-nantikan. Sebab, sudah terlalu banyak kader-kader lain yang potensial di PKB terpinggirkan. Terutama tokoh-tokoh daerah atau yang di anggap kompetitor Cak Imin, yang perlu diberi panggung di tingkat nasional. Sementara, Cak Imin sudah terlalu lama memimpin PKB.
Cak Imin sendiri memiliki peluang besar di jabatan struktural sebagai Ketum PBNU. Tentu saja, ini perlu keseriusan. Cak Imin harus berhasil mengambil hati seluruh kiyai-kiyai NU (PCNU) dan menjelaskan bahwa peran dirinya sebagai Ketum PBNU merupakan kebutuhan realistis. Bahkan secara hitungan kertas cak imin yang paling berpeluang besar dan "unstopable" untuk memimpin PBNU, hal ini bisa dilihat dari hubungan sinergis antara DPC PKB dan PCNU di tiap daerah.
Berkaca pada situasi paska Pilres 2019, di saat detik-detik pembagian kekuasaan, PBNU sempat meradang. Di satu sisi, jatah Kementerian untuk PKB bukan jatah untuk NU. Namun, di saat yang sama, NU tidak dapat jatahnya. Malah Kementerian Agama sempat jatuh duluan ke tangan Fachrul Razi. Baru belakangan Gus Yaqut dapat jatah sebagai representasi NU.
Dengan alasan mensinergikan PKB dan NU maka kepemimpinan Cak Imin di NU sebuah keniscayaan, kiprah Cak Imin harus lebih luas lagi dan jangan berlama-lama di PKB yang sempit. Bahkan, jika ambisi politik Cak Imin adalah Cawapres ataupun Capres, rekam jejak menyebutkan bahwa PKB bukan modal politik yang cukup. PBNU adalah peluang alternatif dan satu-satunya yang bisa mendongkrak dia menjadi Capres/Cawapres.
Alhasil, restrukturisasi PKB versi cara-cara yang demokratis sangatlah penting. Apabila tujuan utama MLB adalah melahirkan PKB yang lebih modern dan demokratis, maka pelaksanaannya sesegera mungkin sangatlah urgen. Cak Imin sendiri harus lebih fokus pada dirinya untuk memimpin PBNU. Wallahu a’lam bis shawab.
*Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon