Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Patriarki Dalam Tontonan Sinetron
Sinetron sering disebut orang sebagai tontonan yang tidak sehat sebab sering menyuguhkan dunia yang berbeda jauh dengan realita.
Editor: Setya Krisna Sumarga
OLEH : AWESTI TUNGGO ARI, Ibu Rumah Tangga/Alumni FH dan Notariat UGM
SINETRON Ikatan Cinta (IC) dikabarkan sampai saat ini masih memegang rating tinggi walau sudah tayang episode 230an.
Sosok pemeran utama yang bernama Aldebaran Alfahri yang diperankan Arya Saloka telah memikat penontonnya.
Tidak sedikit ibu ibu menjadikan Aldebaran yang dipanggil dengan nama Al itu sebagai sosok idaman. Saya bersama suami juga cukup menggemari sinetron tersebut.
Beberapa kali kami menontonnya, walau sudah cukup terlambat. Sinetron itu dikabarkan mulai tayang Oktober 2020, tapi kami baru mengenalnya sebulanan ini. Heee...terlambat ya.
Sosok Al, konglomerat muda yang sering digambarkan berpakaian rapi, jas masa kini itu memang diperankan sangat bagus oleh Arya Saloka.
Walau sering terlihat cuek dan ketus, namun perhatiannya pada istrinya, Andin sangat besar.
Baca juga: Bentuk Toleransi, Amanda Manopo Ikut Puasa hingga Masak Menu Sahur di Lokasi Syuting Ikatan Cinta
Baca juga: Pakai Mukena dan Ibadah Bareng Arya, Amanda Manopo Singgung soal Cinta dalam Diam, Apa Maksudnya?
Sinetron sering disebut orang sebagai tontonan yang tidak sehat sebab sering menyuguhkan dunia yang berbeda jauh dengan realita.
Tapi masa pandemi yang memaksa kita untuk banyak tinggal di rumah, menyebabkan saya cenderung mencari hiburan ringan yang tidak memerlukan banyak energi untuk berpikir.
Kehidupan mewah, ketampanan dan kecantikan wajah pemerannya memang sering kali menghanyutkan penontonnya.
Barangkali kehidupan seperti itu yang mereka impikan sebenarnya, sehingga tampilan yang demikian membawa mereka pada "hidup dalam bayang bayang" sesuai impian yang tersimpan di alam bawah sadar.
Sayapun sering kali terlena pada bayangan tentang kehidupan yang serba indah saat menonton sebuah sinetron bersetting kehidupan upper class.
Tapi ada beberapa adegan yang mengundang kernyit dahi saya. Beberapa kali tokoh Al berujar pada istrinya; "Nurut aja sama suami kenapa?"
Di lain waktu dia berujar, "Bisa diem gak?" Di samping beberapa dialog serupa yang tidak saya ingat. Walau ucapan itu disertai gaya yang menggemaskan, tetap saja menyisakan kesan sinetron IC menampilkan gaya patriarki.
Laki laki mendominasi perempuan. Keputusan laki laki tidak terbantahkan oleh perempuan.
Barangkali hal yang ditampilkan merupakan fragmentasi dari realita sosial yang ada. Akan tetapi tidak adanya bantahan dari pihak perempuan, dalam hal ini adalah istri, seolah membenarkan tindakan yang mencerminkan dominasi tersebut.
Patriarki sebagai sistem sosial menempatkan laki laki sebagai penguasa, pemimpin, pengambil keputusan akhir yang menentukan, seyogyanya dihapuskan.
Dominasi laki laki atas perempuan, menyingkirkan atau mengesampingkan peran perempuan dalam proses pengembangan dan kemajuan suatu masyarakat.
Perempuan harus gigih berjuang mengikis patriarki dalam praktik kehidupan. Dimulai dari rumah tangganya.
Sedangkan laki laki hendaknya rela mengorbankan kenyamanan yang selama ini dinikmatinya. Semoga.(*)