Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Pancasila Lahir untuk Siapa?
Satu pemeluk agama dengan pemeluk agama lain tak jarang dibenturkan. Ini dilakukan demi nafsu politik dan kepentingan elit.
Editor: Dewi Agustina
Penulis: Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
DEBAT kusir soal hari lahirnya Pancasila terus bergema di setiap tanggal 1 Juni. Tok! Palu sudah diketok melalui Keppres No 24 Tahun 2016. Dan, setiap tanggal 1 Juni jadi hari libur nasional.
Kontroversi tak berhenti. Perdebatan terus mengisi kolom media. Medsos lebih ramai lagi. Antar pakar berdebat dan adu argumentasi.
Masing-masing mempertahankan keyakinannya sendiri. Tak apa. Namanya juga demokrasi.
Tapi, keputusan tetap ada di tangan penguasa. Penguasa berhenti, bisa juga keputusan akan berganti. Bergantung siapa yang dekat dan lebih kuat dalam berargumentasi.
Penting gak penting soal kontroversi ini. Tapi, yang jauh lebih penting adalah menjawab pertanyaan: "kapan Pancasila dilaksanakan?" Ini tentu menjadi substansi.
Sila pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa". Apakah perilaku dan sikap politik kita sudah menunjukkan sikap bertuhan?
Faktanya, sejumlah ormas keagamaan dimanfaatkan untuk saling serang dan menebar kebencian.
Satu pemeluk agama dengan pemeluk agama lain tak jarang dibenturkan. Ini dilakukan demi nafsu politik dan kepentingan elit.
Baca juga: Kenapa Hari Lahir Pancasila Diperingati Setiap 1 Juni? Berikut Sejarah Lahirnya Pancasila
Belum lagi bicara soal korupsi. Korupsi itu kontra-Tuhan. Tapi, korupsi seringkali dilakukan berjama'ah. Itu tandanya ramai-ramai melawan Tuhan.
Dan kita tahu, korupsi umumnya dilakukan secara masif, sistemik dan terstruktur. Jelas, ini pembunuhan terencana terhadap Tuhan.
Sampai disini, sila pertama gugur dalam perilaku politik dan teknokratik kita.
Sila Kedua "Kemanusiaan yang adil dan beradab". Perlu pembahasan khusus terkait peran Indonesia di dunia internasional. Termasuk Uighur dan Palestina.
Sila ketiga "Persatuan Indonesia". Gimana mau bersatu jika buzzer-buzzer dibiarkan hidup di negeri yang semula damai, lalu jadi porak poranda seperti sekarang.