Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Pancasila Lahir untuk Siapa?
Satu pemeluk agama dengan pemeluk agama lain tak jarang dibenturkan. Ini dilakukan demi nafsu politik dan kepentingan elit.
Editor: Dewi Agustina
Koalisi dan oposisi sama saja: menabuh genderang provokasi.
Sila keempat "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan".
Elit politik itu mewakili siapa? Diri sendiri atau partai? Mereka lahir dan dipilih oleh rakyat, tapi sering lupa pada rakyat. Sila keempat sering terabaikan.
Sila kelima "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".
Baca juga: Jadi Inspektur Upacara Hari Lahir Pancasila, Jokowi Kenakan Baju Adat Tanah Bumbu Kalsel
Laporan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menyebutkan bahwa 1 persen orang Indonesia menguasai separo aset di negeri ini.
10 persen menguasai 70 persen kekayaan negeri ini. Sisanya yang tinggal 30 persen kekayaan negara dinikmati oleh 90 persen rakyat Indonesia.
Termasuk mereka yang hidup pas-pasan dan orang miskin perkotaan ikut berebut di dalamnya.
Indonesia menjadi negara urutan ke-4 soal kesenjangan, setelah Rusia, India dan Thailand. Kapan urutan ini berubah? Sila kelima dimana alokasinya?
Di daerah terpencil, banyak penduduk masih makan tiwul, nasi aking, ubi-ubian. Entah kemana larinya beras impor itu.
Di pinggiran gedung-gedung tinggi, masih banyak tuna wisma yang berkeliaran. Children on/of the road gak jelas nasib masa depannya.
Anak-anak punk berkeliaran tanpa tempat tinggal. Para pemulung setiap hari berebut botol plastik dan kardus bekas.
Lalu, dimana keadilan sosial bagi "seluruh" rakyat Indonesia? Kata "seluruh" perlu tanda kutip. Karena prakteknya masih jauh dari yang diperdebatkan.
Lanjutkan debat kalian soal hari lahir Pancasila, tapi satu yang perlu dipikirkan: "Pancasila lahir untuk siapa?"
Apakah untuk mereka yang menggunakannya sebagai slogan kampanye: "aku Pancasila".
Atau untuk mereka yang senang membangun narasi permusuhan: "kamu tidak pancasilais". Atau untuk pegawai KPK yang ikut Tes Wawasan Kebangsaan (TWK): "pilih Pancasila atau Al-Qur'an?".
Pancasila bukan untuk diperingati dan diperdebatan. Juga bukan sekadar untuk bahan Tes Wawasan Kebangsaan. Tapi Pancasila lahir untuk direalisasikan. Titik!