Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Urgensi Kreativitas dalam Moralitas
Pemberian apresiasi dirasa kurang untuk orang-orang yang sukses atau berhasil dari suatu bidang profesi yang dikerjakan dengan pengabdian
Editor: Hendra Gunawan
Penulis Deni Nuryadin *)
Ketertarikan saya mengulas sedikit judul di atas pada saat saya sempat melihat youtube dari salah seorang adik kelas yang mengupas dari tulisan buku yang dikarang oleh Ang Aik Kwan seorang warga negara Singapura dan terbit tahun 2001 berjudul jika diartikan dalam bahasa indonesia artinya: "Mengapa Orang Asia Kalah Kreatif dengan Orang Barat", penulis merupakan lulusan P.h.D dari Queensland University Australia".
Tulisan ini membuat cukup kontroversi di masanya, mengingat saat itu tidak semua negara masuk dalam kategori dalam buku tersebut, misal sebut saja negara Jepang dan negara Korea Selatan serta saat ini negara Tiongkok.
Baca juga: Dorong Kreativitas Digital, Epson Kenalkan Lighting Projector LightScene Terbaru
Namun demikian buku ini memberikan banyak pelajaran bagi kita semua untuk bercermin dan masih sangat "related" dengan kondisi masa kini, apakah kita masuk dalam kategori di atas atau tidak.
Di dalam buku ini menyampaikan beberapa hal penyebab rendahnya kreatifitas diakibatkan adanya beberapa hal di bawah ini:
Pada umumnya orang mengukur keberhasilan dan kesuksesan seseorang baik disadari dalam pola pikirnya maupun tidak, apabila orang tersebut telah memiliki harta berlimpah , seperti berapa rumahnya, berapa mobilnya, mempunyai helikopterkah ia? dan lain-lain, sehingga berorientasi pada materi.
Pemberian apresiasi dirasa kurang untuk orang-orang yang sukses atau berhasil dari suatu bidang profesi yang dikerjakan dengan pengabdian penuh "kreativitas" dan kecintaan profesi yang dikerjakannya secara passion serta dalam jangka waktu lama. Misal saja apabila ada seorang yang memiliki ilmu yang sangat luas dan mendalam dan sedikit harta kekayaan bisa dikatakan tidak sukses di mata publik namun sebaliknya apabila ada orang sukses dan memiliki kekayaan berlimpah walaupun proses mendapatkan harta dijadikan nomer sekian untuk diketahui maka ia bisa dikatakan sukses.
Baca juga: Robert Alberts Bongkar Titik Lemah Permainan Persib, Kurang Kreativitas hingga Respon yang Lamban
Pembentukan mindset ini akibat dari adanya pengukuran sukses yang didasarkan pada material oiented. Akibatnya profesi-profesi yang akan memberikan banyak uang untuk masa depannya akan menjadi pilihan utama banyak orang, seperti profesi sebagai pengacara dan profesi lainnya yang dapat memberikan kekayaan secara instant.
Penyebab lain pembentukan anggapan bahwa orang dapat dikatakan sukses apabila memiliki harta banyak dapat berasal dari seringnya menerima tayangan-tayangan berlangsung lama dan terus menerus yang diterima banyak orang dalam bentuk hiburan sinetron atau film yang menggambarkan kisah tokoh dalam film tersebut hidup secara glamour, mewah dan serba khayalan atau impian dan jarang hiburan yang menggambarkan kisah proses kehidupan tokoh menuju sukses penuh perjuangan dan pengorbanan. Tapi mereka (pemilik tayangan) tidak bisa disalahkan begitu saja, karena hiburan yang semacam itu yang justru laku ditengah-tengah masyarakat untuk meraih rating siaran sehingga iklan akan banyak datang, lagi-lagi penyebabnya adalah just business sebagai dalih, sulit memisahkan yang mengandung unsur pendidikan dan hiburan, maka peran moralitas menjadi filter untuk semua pihak.
Baca juga: 80 Proposal Program Kreativitas Mahasiswa dari Kampus Ini Siap Tarung di Ajang PKM 2021
Buku ini menyampaikan bahwa kebanyakan orang melihat hasil di ujung semata dan sedikit dari banyak orang untuk memperhatikan suatu proses berlangsung sebagaimana semestinya atau jarang sekali dari kebanyakan orang untuk memperhatikan bagaimana proses itu berlangsung sampai proses tersebut memberikan hasil diujungnya. Mindset inilah yang semakin mendorong banyak orang melakukan korupsi dan melakukan tipu daya atau tipu-tipu atau hankey pankey karena ingin kaya secara instant. Banyak contoh kasus yang menggambarkan itu semua misal kasus first travel, investasi bodong, korupsi bansos, dan korupsi KKP serta tidak tanggung-tanggung sampai pada korupsi pengadaan masker untuk covid-19.
Buku ini mengambarkan peran proses pendidikan di dalam memberikan dan menerima ilmu pengetahuan di dunia pendidikan formal masih banyak yang berbasis pada hafalan. Karena berbasis hafalan mendorong seseorang untuk tidak kreatif, karena sifat hafalan hanya meletakkan informasi di dalam otak kita, karena proses ini berulang-ulang mengaibatkan orang enggan untuk berpikir kreatif dan kritis. Sehingga buku ini juga menyampaikan bahwa tanpa bermaksud mengecilkan peran dan jasa tenaga pendidik maka peran tenaga pendidik menjadi strategis di dalam sistim pendidikan formal.
Bersambung.....
#gerakancintazakat
#gerakanekonomisyariah
#masker4alllawancorona
#baznaspertamadanutama
Pondok Cabe Udik, Minggu 13 Juni 2021
*) Deni Nuryadin adalah relawan BAZNAS