Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Ibnu Khaldun, Peletak Dasar Ilmu Sejarah, Sosial-Humaniora dan Teori Asabiyyah
Nama Ibnu Khaldun mencuat secara global pada abad ke-17. Berkat hipotesanya, bahwa negara dan peradaban akan hancur.
Editor: Husein Sanusi
Ibnu Khaldun, Peletak Dasar Ilmu Sejarah, Sosial-Humaniora dan Teori Asabiyyah.
Oleh KH. Imam Jazuli, Lc. MA.*
TRIBUNNEWS.COM - Ibnu Khaldun, nama lengkap: Abu Zayd 'Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al-Hadrami (lahir 27 Mei 1332 – meninggal 19 Maret 1406 pada umur 73 tahun) adalah seorang sejarawan muslim dari Tunisia dan sering disebut sebagai bapak pendiri ilmu historiografi, filsafat sejarah, sosiologi, antropologi budaya, dan ekonomi-politik.
Nama Ibnu Khaldun mencuat secara global pada abad ke-17. Berkat hipotesanya, bahwa negara dan peradaban akan hancur, bila orang-orang didalamnya tidak mempedulikan moral-etika. Hal ini dilatar belakangi kondisi sosial semasa hidup Ibnu Khaldun, sebab peradaban Islam sedang meredup, baik di Timur maupun Barat.
Hepotesa ini makin menemukan relevansinya, sebab setelah itu, banyak negara tengelam dalam kubangan sejarah. Hanya sedikit negara yang mampu bertahan lama, saat itu, memang banyak orang yang alpa dengan menganggap eksistensi negara itu sebuah kenyataan kekal dan final.
Intelektual-intelektual Eropa baru membahasnya karya-karyanya secara intens pada abad ke-19. Mereka begitu terkesan dengan pemikiran Ibnu Khaldun mengenai sosiologi yang mendahului zamannya, khususnya dalam Muqaddimah. Sebagai informasi, istilah sosiologi itu sendiri baru muncul pada abad ke-19 ketika digagas filsuf Prancis, Auguste Comte.
Sementara filsuf dan sejarawan Inggris, Arnold J Toynbee, mengagumi karya al-'Ibar yang terdiri dari 5 jilid itu sebagai karya spektakuler yang pernah ditulis dalam era kapanpun dan di manapun. Baginya, Ibnu Khaldun merupakan orang pertama yang memperlakukan sejarah sebagai sebuah ilmu dalam semacam ensiklopedia besar terkait jatuh bangunnya sebuah bangsa dan peradaban dengan perspektif obyektif, bukan narasi subjektif.
Bagi Ibnu Khaldun, sejarah harus dibangun dari dua sisi, sisi luar (material, lahiriah) dan sisi dalam (sisi batiniah, filosofinya). Sisi luarnya sejarah menjelaskan kondisi tentang makhluk Tuhan (umat manusia), menguraikan hal ihwalnya, perluasan wilayah dan perputaran kekuasaan karena faktor politik dan berdampak pada roda ekonomi di berbagai negeri.
Sementara sisi dalam, atau bisa juga dikatakan sisi batiniah sejarah merupakan tinjauan, kajian, dan analisis tentang berbagai kejadian dan elemen-elemennya, ilmu yang mendalami tentang berbagai peristiwa dan sebab-akibatnya, serta pula filsafat moralnya.
Dalam teorinya, Ibnu Khaldun membuat formulasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada watak masyarakat yang dihasilkan dari dampak geografis, demografis, adat, hukum, solidaritas golongan, revolusi dan pemberontakan oleh segolongan rakyat melawan golongan.
Dengan demikian, Ibnu Khaldun layak disebut bapak sejarawan dunia, karena ia yang pertama kali mensyaratkan tinjauan peristiwa, analisis, pola-pola dan sebab-akibatnya sebagai syarat ilmu dan penulisan sejarah.
Karya-karya lain dari Ibnu Khaldun yang banyak dikagumi ilmuwan Barat diantaranya, at-Ta’riif bi Ibn Khaldun (sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya); Muqaddimah (pendahuluan atas kitabu al-’ibar yang bercorak sosiologis-historis, dan filosofis).
Kemudian Lubab al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang permasalahan dan pendapat-pendapat teologi, yang merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar al-Mutaqaddimiin wa al-Muta’akh-khiriin karya Imam Fakhruddin ar-Razi).
Muqaddimah (pendahuluan) dari kitab al-'Ibar tersebut merupakan buku terpenting tentang ilmu sosial dan masih terus dikaji hingga saat ini. Bahkan buku ini telah jadi rujukan ilmuwan-ilmuwan sosial dan diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Dalam karya itu Ibnu Khaldun menganalisis apa yang disebut dengan ‘gejala-gejala sosial’ dan perubahannya dengan metode-metodenya yang sangat terukur.