Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Gali Pendidikan Karakter dan Nilai Anti Korupsi Lewat Naskah Kuno Nusantara

Salah satu bentuk kearifan lokal berupa pemikiran dan gagasan tentang sikap, perilaku bermasyarakat bisa kita jumpai pada naskah Amanat Galunggung.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Gali Pendidikan Karakter dan Nilai Anti Korupsi Lewat Naskah Kuno Nusantara
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
NASKAH KUNO - Petugas Seksi Perlindungan, Dedi Mulyadi memperlihatkan naskah kuno yang bertuliskan bahasa Arab pegon di Museum Sri Baduga, Jalan Peta, Kota Bandung, Kamis (20/4/2017). Naskah kuno dalam bentuk buku berbahan kertas daluang yang berjumlah empat buah itu berisi doa-doa tauhid. Peninggalan bersejarah tersebut ditemukan di kawasan Cirebon dan kini menjadi koleksi terbaru Museum Sri Baduga. Belum teridentifikasi tahun berapa naskah tersebut dibuat. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

Saat ini naskah tersebut disimpan di Perpustakaan Nasional Jakarta, dengan nomor kode MSA (Manuschrift Soenda A) Kropak 632. Nama Amanat Galunggung sendiri diberikan oleh seorang filolog bernama Saleh Danasasmita yang telah melakukan transkripsi dan menerjemahkan naskah tersebut.

Naskah itu kemudian dituangkan dalam kajiannya yang berjudul “Sewaka Darma, Sanghyang Siksakandang Karesian, Amanat Galunggung”.

Naskah Amanat Galunggung berisi nasihat-nasihat Rakeyan Darmasiksa kepada putera dan keturunannya. Rakeyan Darmasiksa merupakan seorang Raja Sunda yang diperkirakan pemerintahannya sampai abad ke 13 atau berkisar antara tahun 1175–1297 M.

NASKAH KUNO - Petugas Seksi Perlindungan, Dedi Mulyadi memperlihatkan naskah kuno yang bertuliskan bahasa Arab pegon di Museum Sri Baduga, Jalan Peta, Kota Bandung, Kamis (20/4/2017). Naskah kuno dalam bentuk buku berbahan kertas daluang yang berjumlah empat buah itu berisi doa-doa tauhid. Peninggalan bersejarah tersebut ditemukan di kawasan Cirebon dan kini menjadi koleksi terbaru Museum Sri Baduga. Belum teridentifikasi tahun berapa naskah tersebut dibuat. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)
NASKAH KUNO - Petugas Seksi Perlindungan, Dedi Mulyadi memperlihatkan naskah kuno yang bertuliskan bahasa Arab pegon di Museum Sri Baduga, Jalan Peta, Kota Bandung, Kamis (20/4/2017). Naskah kuno dalam bentuk buku berbahan kertas daluang yang berjumlah empat buah itu berisi doa-doa tauhid. Peninggalan bersejarah tersebut ditemukan di kawasan Cirebon dan kini menjadi koleksi terbaru Museum Sri Baduga. Belum teridentifikasi tahun berapa naskah tersebut dibuat. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

Sedangkan naskah ini baru ditulis pada abad ke 16, sehingga dapat dipastikan jika naskah ini merupakan hasil transliterasi dari nasehat tutur yang disampaikan secara turun temurun.

Secara umum, naskah Amanat Galunggung ini berisi pemikiran filosofis yang berkaitan dengan etika yang seharusnya dimiliki dan dilaksanakan oleh pemimpin negara dan masyarakat, serta nasihat-nasihat untuk menjadi manusia yang baik dan berbudi luhur.

Naskah Amanat Galunggung memuat banyak nasihat, pedoman hidup, dan ajaran yang bersifat keagamaan.

Di dalam naskah tersebut tertuang norma-norma dan nilai-nilai moral yang perlu untuk dimiliki demi mewujudkan kehidupan yang damai dan sejahtera.

Berita Rekomendasi

Selain itu, dalam naskah Amanat Galunggung juga dibahas mengenai seperti apa kita harus menghargai para leluhur dan orang-orang terdahulu yang telah meletakan ajaran dan nilai-nilai luhur, bagaimana kita harus berbakti kepada keluarga dan berbuat baik terhadap sesama.

Dalam naskah Amanat Galunggung juga banyak terdapat nilai-nilai kepemimpinan yang dianggap baik dan harus dimiliki oleh Raja dan keturunannya pada masa itu.

Diantaranya berbunyi,

“Jagat daranandi sang rama, jagat kreta di sang resi, jagat palangka di sang prabu” (Sang Rama (tokoh masyarakat) bertanggung jawab atas kemakmuran hidup; Sang Resi (cerdik pandai, berilmu), bertanggung jawab atas kesejahteraan; Sang Prabu (birokrat) bertanggung jawab atas kelancaran pemerintahan).

“Haywa paala-ala palungguhan, haywa paalaala pameunang, haywa paalaala demakan, apan pada pawitanya, pada mulianya, maka pada mulianya, ku ulah ku sabda, (ku) ambek”

Artinya, jangan berebut kedudukan, jangan berebut penghasilan, jangan berebut hadiah, karena sama asal-usulnya, sama mulianya. Oleh karena itu bersama-samalah berbuat kemuliaan dengan perbuatan, dengan ucapan, dan dengan itikad.

Menilik penggalan isi dari naskah Amanat Galunggung tersebut, dapat diketahui bahwa tatanan masyarakat Sunda pada masa itu telah mengenal pembagian tugas dan wewenang dari seorang pemimpin.

Halaman
1234
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas