Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Gali Pendidikan Karakter dan Nilai Anti Korupsi Lewat Naskah Kuno Nusantara
Salah satu bentuk kearifan lokal berupa pemikiran dan gagasan tentang sikap, perilaku bermasyarakat bisa kita jumpai pada naskah Amanat Galunggung.
Editor: Choirul Arifin
Perlu diketahui bahwa yang menghuni neraka adalah arwah pemalas, keras kepala, pandir, pemenung, pemalu, mudah tersinggung, lamban, kurang semangat, gemar tiduran, lengah, tidak tertib, mudah lupa, tidak punya keberanian, mudah kecewa, keterlaluan, sok jagoan, mudah mengeluh, malas, tidak bersungguh-sungguh, pembantah, selalu berdusta, bersungut-sungut, menggerutu, mudah bosan, segan mengalah, ambisius, mudah terpengaruh, mudah percaya omongan orang, tidak teguh memegang amanat, sulit, rumit mengesalkan, aib dan nista.
Orang pemalas tetapi banyak keinginan yang tidak tersedia dirumahnya lalu meminta belas kasihan pada orang lain. Bila tidak diberi maka kesal hatinya.
Orang pemalas seperti air di daun talas, plin plan namanya. Kesemrawutan dunia ini karena salah tindak para orang terkemuka, penguasa, para cerdik pandai, orang kaya, semuanya salah bertindak termasuk para raja di seluruh dunia”.
Berdasarkan isi dari naskah tersebut, dapat diketahui bahwa pendidikan karakter sebenarnya bukanlah hal yang baru.
Bangsa Indonesia sudah sejak lama mengenal sistem pendidikan karakter yang diawali dengan nasihat tutur yang diberikan secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Salah satunya seperti yang tertuang dalan naskah Amanat Galunggung tersebut, secara tersirat amanat yang terkandung dalam naskah tersebut memuat komponen yang hampir sama dengan nilai-nilai pendidikan yang dimuat dalam nilai-nilai dasar anti korupsi yang dirumuskan oleh KPK dan juga nilai-nilai yang tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.
Sehingga jelas, usaha untuk memahami dan menggali kearifan lokal menjadi penting sebagai upaya untuk memetakan pemahaman mengenai konsep dasar dalam berperilaku dan berpikir secara komprehensif sebagai pijakan dalam menghadapi berbagai tantangan dan perubahan sosiokultural.
Pendidikan karakter yang didasarkan atas kearifan lokal menjadi penting karena didalamnya terdapat proses pengembangan diri, internalisasi, dan penghayatan terhadap nilai-nilai dalam pergaulan di masyarakat.
Pola interaksi yang dilakukan akan mampu memberikan corak atau warna tertentu yang menjadi ciri khas terutama bagi negara yang multikultural seperti Indonesia.
Sehingga hal tersebut dapat dijadikan sebagai kekuatan yang transformasional guna meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusianya.
*Ervina Nurjanah, lahir di Kota Tasikmalaya tanggal 19 Januari 1994. Penulis merupakan alumnus program studi S1 Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran dan meraih gelar sarjana pada tahun 2017.
Saat ini Ervina Nurjanah merupakan Pustakawan Ahli Pertama yang ditempatkan pada unit kerja Pusat Bibliografi dan Pengolahan Bahan Perpustakaan, di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sejak Februari 2019.