Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Listrik dari Matahari untuk Kemaslahatan Energi Indonesia
Indonesia sejak lama diakui sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam sebagai karunia dari Sang Pencipta.
Editor: Hasanudin Aco
Karena dapat dikonversi menjadi listrik, maka dapat disadari bahwa listrik yang dihasilkan ini bersifat mandiri.
Mandiri diartikan menjadi independen. Tidak lagi untuk menghasilkan listrik tergantung kepada distribusi bahan bakar energi fosil, fasilitas produksi crude dan refined oil yang kompleks dan padat modal dan lain sebagainya yang memiliki tingkat dependancy tinggi kepada banyak faktor.
Belum lagi ditambah kondisi politik dalam dan luar negeri yang memiliki pengaruh terhadap harga serta jumlah ketersediaan sumber energi fosil dunia.
Untuk Indonesia sebagai negara kepulauan yang luas dengan kondisi geografis yang beragam, penerapan terhadap listrik yang mandiri ini sangatlah diuntungkan.
Mengapa? Karena biaya produksi untuk menjadikan listrik dapat dikonsumsi oleh pengguna akhir menjadi jauh lebih efisien yang berdampak kepada harga akhir ke konsumen yang lebih menarik.
Aspek apa saja yang menyebabkan biaya produksi menjadi lebih efisien?
Pertama, biaya operasional untuk tranportasi menjadi nihil.
Dapat dibayangkan, berapa biaya transportasi bahan bakar minyak dari mulai sumur minyak sampai kepada pengolahan minyak dan dari kilang minyak sampai kepada konsumen di pelosok daerah.
Atau berapa besar biaya transportasi batu bara dari mulai lokasi tambang sampai dengan lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Tentunya bukanlah biaya yang sedikit.
Kedua, capex untuk membangun transmisi juga hampir nihil karena transmisi dari PLN sudah cukup menjangkau sampai kepada kota, kabupaten dan desa – desa di seluruh Indonesia.
Data dari Badan Pusat Statistik, rasio elektrifikasi Indonesia pada tahun 2019 adalah pada rasio 98,89%.
Data elektrifikasi ini cukup mewakili bagaimana ketersediaan transmisi yang ada untuk menjangkau kebutuhan listrik masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
Ketiga, perkembangan teknologi komunikasi yang telah jauh berkembang, sangatlah memungkinkan untuk monitoring tingkat penggunaan listrik secara parsial maupun pada skala nasional yang terintegrasi secara real-time, sehingga upaya ini dapat mengurangi opex yang terjadi jika dibandingkan dengan monitoring secara manual yang belum komprehensif dan belum terintegrasi.
Keempat, listrik mandiri yang bersifat menyebar di setiap kota dan daerah, sangat mengurangi resiko terhadap force majeure yang terjadi akan kelangkaan sumber energi maupun hal–hal lain yang tidak diharapkan.