Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Memahami Arti Merdeka dan Tantangan Saat Ini
Sebelum pandemi Covid -19, perayaan ulang tahun kemerdekaan biasanya kita adakan dengan gegap gempita hampir di seluruh sudut negeri.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Rasis memicu terjadinya konflik dan perpecahan dan merusak tatanan dan suasana damai yang sudah terjadi dalam masyarakat.
Rasis berkaitan dengan pemahaman etnosentrisme, prasangka dan diskriminasi. (Liputan6.com, 09 Mar 2021)
Etnosentrisme adalah pandangan kelompoknya, dalam hal ini etnisnya, sendiri lebih tinggi atau lebih baik dari kelompok lain.
Prasangka muncul karena stereotyping atau karena generalisasi. Melihat fenomena yang ada pada seseorang atau beberapa orang, kemudian mempunyai persepsi bahwa orang lain yang sekelompok dengan orang tersebut, juga memiliki watak, perilaku atau kebiasaan yang sama.
Diskriminasi menunjuk pada perlakuan yang berbeda terhadap orang dari kelompok arau ras lain, dan biasanya cenderung perlakuan yang negatif.
Pola pikir rasis timbul karena merasa kelompoknya lebih unggul dinadingkan kelompok lain. Kelompok yang rentan terhadap perlakuan rasis biasanya adalah kelompok etnis minoritas.
Pada jaman pendudukan Belanda dahulu, melalui Regerings Reglemen (RR) tahun 1854, pemerintah kolonial mengadakan pembagian penduduk menjadi 3 golongan yaitu : 1. Golongan Eropa 2. Golongan Timur Asing yang terdiri dari Tionghoa dan non Tionghoa dan 3. Golongan Pribumi.
Kepada masing-masing golongan penduduk tersebut diberlakukan hukum yang berbeda. Pembagian penduduk itu diadakan untuk kepentingan politik kolonial Belanda.
Sejak zaman dahulu kala, bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat majemuk yang terdiri dari banyak suku bangsa, agama, budaya, adat kebiasaan dan bahasa.
Kekhawatiran akan timbulnya perlawanan dari rakyat, mendorong pemerintah kolonial menjalankan politik memecah belah atau yang dikenal dengan devide et impera, dengan mengadakan pembagian golongan penduduk secara eksklusif.
Setelah kita merdeka, tugas pokok kita selanjutnya adalah memajukan peradaban bangsa, menuju cita cita Indonesia maju, menjadi bangsa bermartabat di kancah pergaulan dunia.
Banyaknya suku bangsa, ras, budaya, adat istiadat dan bahasa, menuntut kita semua menyadari keberagaman itu.
Menuntut kita memiliki sikap mental yang peka akan keadaan. Kita memang beragam, namun kita adalah bangsa yang satu, dan menuju pada tujuan yang sama yang hendak kita capai bersama.
Keberagaman yang ada bukanlah menjadi alasan untuk terpecah. Unity in diversity, satu dalam keberagaman adalah slogan yang tepat kita praktekkan dalam hidup bersama sebagai bangsa yang besar.