Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Palapa Ring Integrasi Wujudkan Tol Langit
Indonesia punya kendala yang tidak dimiliki Singapura, Thailand, Laos, Kamboja yang kawasannya tidak dibelah-belah laut.
Editor: Hendra Gunawan
Dari semua infrastruktur telekomunikasi seluler, F0 menjadi yang utama karena mampu menyediakan kapasitas yang sangat besar, dengan prasarana yang sangat kecil. Satu lembar FO dengan 144 core, bisa berkapasitas masing-masing sampai 100 giga, tidak ada tandingnya di antara kapasitas satelit, radio, gelombang mikro, apalagi kabel tembaga.
29 izin galian
FO menjadi prasarana utama penggelaran jaringan layanan generasi kelima (5G) yang butuh kapasitas sedikitnya 10 gigabyte (GB). Karenanya operator 5G mau tidak mau harus memiliki atau menyewa jaringan FO.
Saat ini di Indonesia sudah tergelar FO sepanjang 458.941 kilometer, 12.229 kilometer di antaranya berupa Palapa Ring dan sisanya 446.712 kilometer dibangun operator. Pembangunan jaringan FO masih terus dilakukan, tidak hanya oleh operator atau Bakti, walau kendala di lapangan tetap menjadi hambatan.
Kata Galumbang Menak, untuk membangun jaringan FO sepanjang 60 kilometer dari Jakarta ke Cikarang diperlukan 29 izin galian. “Tiap pemda yang dilewati mewajibkan adanya izin, di negara lain izin hanya dikeluarkan sekali, dari kementerian kominfonya,” ujarnya.
Di lapangan, satu jalur yang sama bisa ada lebih dari lima penyedia FO, bergelayut di beberapa tiang telepon merumpun di satu titik. Beda dengan Malaysia, BUMN-nya yang membangun ratusan ribu kilometer jaringan FO di seluruh negerinya, operator wajib menyewanya, tak ada gelaran kabel atau FO di sepajang sisi jalan.
Duplikasi yang terjadi di industri telko Tanah Air membuat biaya sosial yang ditanggung masyarakat menjadi terlalu tinggi. Antara lain karena ada keengganan operator melakukan bagi-bagi (sharing) infrastruktur.
Imbauan pemerintah supaya industri efisien dengan melakukan konsolidasi sehingga operator seluler menjadi paling banyak tiga, kurang direspons operator. Sikap pemerintah yang belum jelas menjadi halangan, dan aksi konsolidasi menimbulkan kekhawatiran sebagian spektrum akan diambil seperti ketika Axis diakuisisi XL Axiata.
Perintah Presiden Jokowi untuk melakukan transformasi digital pun, akhirnya terhambat oleh hal-hal yang sulit dilepaskan dari keengganan operator dan kepentingan daerah. ***
*) Moch S Hendrowijono adalah mantan wartawan Kompas, pengamat transportasi dan telekomunikasi