Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Kuliah Umum Doni Monardo di UMJ Memukau Para Calon Dokter
Doni memenuhi undangan Kaprodi Fakultas Kedokteran UMJ, untuk memberi kuliah umum dengan topik “Lingkungan yang Sehat untuk Tubuh yang Sehat".
Editor: Dewi Agustina
Diilustrasikan, dampak kebakaran lahan gambut sangat serius. Jika gambut sudah terbakar, sangat sulit dipadamkan, tidak bisa juga menggunakan water bombing.
“Tahun 2015, kebakaran hutan di Indonesia khususnya gambut, mencapai 2,6 juta hektare. Kerugian ekonomi yang dievaluasi World Bank mencapai 16 miliar dollar AS. Lebih besar dibanding kerugian ekonomi akibat tsunami aceh tahun 2004 lalu,” papar Doni, fasih.
Bukan hanya itu. Emisi karbon yang dihasilkan selama kebakaran gambut tahun 2015, oleh sejumlah ahli disebutkan, sama besarnya dengan emisi dunia selama setahun. Ratusan ribu orang mengalami gangguan pernapasan.
“Bersyukur dua tahun terakhir el nina tidak melanda wilayah Indonesia. Yang kita hadapi cuaca el nina, yang faktor basahnya lebih banyak. Saya tak bisa membayangkan, kalau kita menghadapi dampak el nina, Covid-19, dan karhutla sekaligus,” katanya.
Lain stunting, lain pula autis. Tahun 80-an, masih jarang kita dapati anak autis. Sekarang, sekolah autis ada di mana-mana, dan terbanyak di wilayah Jakarta Utara. Doni menengarai, wilayah Jakarta Utara dekat dengan laut yang tercemar. Baru-baru ini ada sebuah penelitian di Teluk Jakarta yang menyebutkan tingginya tingkat pencemaran di sana.
“Hasil penelitian, air di Teluk Jakarta mengandung aneka logam berat, merkuri, kadmium, timbal, dan lain sebagainya. Itu terjadi karena seluruh limbah daratan dilepas ke laut lewat sungai-sungai. Termasuk limbah rumah sakit,” ujar Doni prihatin.
Gunakan Tumbler
Doni mempertanyakan, mengapa bangsa Indonesia yang mayoritas Islam, angka perusakan lingkungan masih sangat tinggi. Padahal, Islam adalah rahmatan lil alamin.
Rahmat bagi seluruh alam semesta. Para peserta kuliah umum, oleh Doni Monardo diminta menjadi motor perubahan perilaku. Cegah masyarakat membuang sampah ke sungai.
Kurangi penggunaan plastik, karena plastik menjadi penyebab kerusakan ekosistem di banyak negara termasuk Indonesia.
“Karena itu, ke mana-mana saya membawa tumbler. Saya anti minuman dalam kemasan plastik. Bisa ditelusuri, di mana pun saya bertugas, dalam setiap acara yang saya selenggarakan, tidak saya sediakan minuman dalam kemasan plastik, melainkan kami sediakan minum dengan gelas,” ujar Doni, seraya menambahkan, “ini hal yang sederhana tapi sering luput dari perhatian kita.”
Karena itu, Doni berpesan kepada para calon dokter peserta kuliah umum hari itu. “Dokter tidak cukup hanya mengobati pasien, tapi juga menyampiakan pesan tentang pentingnya menjaga kesehatan,” tegasnya.
Doni mengisahkan, suatu hari di tahun 2018, saat ia menjabat Pangdam III/Siliwangi kedatangan teman baiknya, Prof Wiku Adisasmito. Ia kini Ketua Tim Pakar sekaligus Jubir Satgas Covid-19.
Kepada Doni, Wiku minta bantuan agar rumah sakit yang dikelola Kodam bisa menyediakan lebih banyak alat cuci darah.
Doni tentu saja kaget, dan bertanya, “Kenapa?” Jawabnya, hampir semua rumah sakit swasta di Bandung kesulitan alat cuci darah karena banyaknya pasien ginjal.
Doni kembali mengajukan pertanyaan yang sama, “Kenapa?” Jawabnya, karena banyak masyarakat mengonsumsi makanan yang mengandung logam berat, pestisida, urea, dan bahan kimia lain, ditambah limbah industri.
Kembali Doni Monardo mengisahkan pengalamannya saat berdinas di lingkungan Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres).
Selama karier militer, tercatat empat kali ia mendapat penugasan di Paspampres, mulai dari Dandenma Paspampres (2001-2003), Waasops Dan Paspampres (2004-2006), Dan Grup A Paspampres (2008-2010), dan puncaknya sebagai Komandan Paspampres (2012-2014).
Ke mana pun Presiden melawat, Paspampres hadir lebih dahulu. Menyiapkan pengamanan presiden, termasuk mengecek menu yang hendak dihidangkan.
“Ini persoalan serius yang bisa berdampak serius pula terhadap kesehatan masyarakat kita,” papar Doni.
Petaka Merkuri
Sebagai jenderal yang getol merawat dan menjaga lingkungan, Doni lalu mengisahkan pengalaman tak terlupakan saat menjabat Pangdam XVI/Pattimura, Maluku.
Tak lama duduk di kursi panglima, Doni mendapati data, ribuan orang telah meninggal dunia karena konflik di sebuah tambang emas.
Bukan hanya itu, Doni juga mendapatkan data, para penambang emas tradisional itu menggunakan merkuri dalam aktivitasnya.
“Saya langsung tergerak untuk berbuat. Tidak saja untuk menyelamatkan manusia, tapi juga menyelamatkan lingkungan akibat merkuri,” tegasnya.
Begitu Doni Monardo turun tangan, ada saja kolega maupun rekannya sesama anggota TNI yang mengatakan, “Ngapain urus yang begitu-begitu. Itu bukan tanggung jawab tentara. Tugasmu cukup menyiapkan pasukan menghadapi operasi militer,” kata Doni menirukan “nasihat” rekannya.
Prinsip Doni, tidak masalah jika ia tidak membantu, tapi harus ada yang membantu. Sementara Presiden sudah memerintahkan penertiban penambang illegal, apalagi yang menggunakan merkuri.
Itu perintah bulan Mei 2015, sedangkan Doni dilantik menjadi Pangdam di Maluku Agustus 2015. Toh, ia melihat, tidak satu pun aparat daerah yang bergerak menertibkan. Sementara korban terus berjatuhan, dan penggunaan merkuri terus merajalela.
Doni langsung menugaskan Kakesdam untuk mengambil sampel ikan, kepiting, dan cumi dan beberapa jenis hewan laut di parairan Pulau Buru.
Hasilnya, kadar merkuri dan sianida dalam ikan-ikan yang diperiksa tadi telah melampaui ambang batas. Sangat tidak layak dikonsumsi. Itu semua karena limbah merkuri di penambangan emas tadi.
Yang lebih dahsyat, buaya-buaya pun ikut mati gara-gara merkuri. Termasuk ternak peliharaan rakyat.
“Saya tidak bisa tinggal diam. Jika dibiarkan, maka prajurit saya termasuk anak-anak dan istrinya, bisa jadi korban juga. Bahkan saya pun bisa jadi korban,” kata Doni.
Doni melakukan banyak langkah, dipuncaki dengan melapor ke Presiden Joko Widodo. Ujungnya adalah pengesahan UU No 11 Tahun 2017, tentang Pengesahan Minamata Convention On Mercury (Konvensi Minamata Mengenai Merkuri).
Meski sudah ada UU, tapi praktiknya perusakan ekosistem masih berlangsung. Sebagian penambang liar misalnya, tidak peduli ancaman merkuri asal bisa mendapatkan uang dalam waktu cepat.
Mereka tidak sadar, bahwa wanita hamil yang kemudian melahirkan bayi cacat fisik, itu akibat dari asupan makanan dan minuman yang tercemar merkuri.
Begitu buruknya dampak merkuri, sampai-sampai seorang teman Doni Monardo yang eksportir ikan, pernah mengalami hal buruk. Ikan-ikan kirimannya dikembalikan karena mengandung merkuri.
“Padahal potensi perikanan negara kita luar biasa. Ada 12,5 juta ton perikanan tangkap yang bisa diambil. Kalau kita maksimalkan, bukan saja membawa dampak positif terhadap perekonomian negara, tapi sekaligus bisa mengatasi stunting,” ujar Doni Monardo.
Dicontohkan, ikan-ikan terbaik dari perairan Indonesia sangat diminati bangsa lain. Contohnya, ikan tuna, tuna sirip kuning (yellowfin) diminati pasar Jepang bahkan Amerika Seriakt.
“Sayang, kita sendiri hanya makan ikan yang sudah diawetken, alias ikan asin. Walaupun saya sendiri penggemar ikan asin. Tapi tentu saja kualitas ikan asin jauh di bawah tuna sashimi,” kata Doni sambil tertawa.
Doni juga teringat, bagaimana ibunya dulu minta Doni mengonsumsi ikan. Setiap memberi makan dengan lauk ikan, ibunya akan merayu dengan kata-kata, “Ayo makan ikan, biar tinggi. Kalau tidak makan ikan, nanti kamu pendek kayak orang Jepang,” Doni menirukan ibundanya saat memberinya makan ikan, dulu.
Apa yang terjadi hari ini? Warga Jepang digenjot untuk mengonsumsi ikan. Hasilnya per hari ini, tinggi orang Jepang rata-rata di atas 170 cm. Jauh melampuai tinggi rata-rata bangsa Indonesia.
Sementara, Doni Monardo, berkat konsistensi ibunya memberi asupan ikan, tinggi badannya 180 cm. “Jadi, kalau ingin program Indonesia Emas 2045 terwujud, salah satunya adalah menggenjot konsumsi ikan. Kalau tidak, maka tidak akan ada Indonesia emas, yang ada adalah Indonesia cemas,” ujar Doni sambil tersenyum.
Citarum Harum
Pada bagian akhir kuliah umumnya, Doni Monardo juga berbagi pengalaman di Sungai Citarum. Ia menjabat Pangdam III/Siliwangi tahun 2017-2018.
Sebelumnya, Doni sering “dipermalukan” jika melihat tayangan televisi, utamanya di luar negeri tentang sungai Citarum. Sungai jantungnya Jawa Barat itu dijuluki sebagai salah satu sungai terkotor di dunia.
Makin viral saja kondisi memprihatinkan tadi, begitu ada aktivis lingkungan asal Perancis, Gary Bencheghib membuat perahu kano dari rangkaian botol-botol air mineral dan mendayung di lautan sampah sungai Citarum. Foto itu kemudian tersebar ke seluruh dunia.
Alhasil, ketika Doni menjabat Pangdam, bayangan Citarum tercemar langsung terngiang-ngiang di benak. Seketika, muncul greget di hatinya, untuk mengatasi pencemaran hebat di sungai sepanjang 270 km tadi.
“Saat briefing staf, saya sampaikan di depan kita ada persoalan yang menantang, yaitu Sungai Citarum yang begitu kotor, tapi kalian biarkan. Kalau kalian mengatakan bukan tanggung jawab kita, OK, tapi ingat, ada 8 Wajib TNI yang salah satunya adalah TNI menjadi contoh, mempelopori dan mengatasi kesulitan rakyat,” kata Doni.
Di sisi lain, Doni mendapat informasi bahwa pemerintah pusat telah mengeluarkan uang lebih dari 100 triliun rupiah sejak tahun 1980, untuk menuntaskan pencemaran sungai Citarum. Tapi, toh belum berhasil, bahkan kondisinya semakin parah.
Doni pun memotivasi prajuritnya dengan menunjuk badge Siliwangi dengan logo “maung” (harimau).
“Kalau kita biarkan rakyat sepanjang sungai Citarum sengsara karena pencemaran, itu sama artinya kita sudah kehilangan sifat patriotisme sebagai anggota TNI. Jangsan sampai, “maung” berubah menjadi “meong”,” kata Doni.
Dari situ, para prajurit Siliwangi bersemangat dan antusias untuk mendukung program Doni Monardo membersihkan Sungai Citarum.
Aksi itu kemudian digulirkan lebih besar. Doni menjumpai Gubernur Jawa Barat, Achmad Heryawan (Aher) ketika itu, untuk mengumpulkan seluruh Bupati/Walikota terkait program Citarum Harum.
Gubernur Aher pesimis, dan meminta Doni selaku Pangdam yang mengundang, tapi secara tupoksi, hal itu tidak mungkin. “Sehingga saya sampaikan, pak Gubernur yang mengundang, nanti saya yang mengawal,” kata Doni.
Doni pun menugaskan para Dandim di lingkungan Kodam Siliwangi untuk mengantar undangan gubernur tadi kepada bupati/walikota di tempat tugas masing-masing.
“Saya katakan, kalau sampai gagal mendatangkan bupati/walikota, maka akan saya ‘evaluasi’,” kata Doni sambil tertawa.
Yang terjadi kemudian, seluruh bupati/walikota yang diundang, hadir memenuhi undangan Gubernur Aher.
“Pak Gubernur sampai heran. Beliau bilang, selama dua periode menjabat gubernur, baru kali ini mengundang para bupati/walikota, dan hadir semua,” kata Doni.
Program Citarum Harum pun sampai pada puncak keputusan politik, setelah terbit Peraturan Presiden Nomor 15 tahun 2018, tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum yang berdurasi 7 (tujuh) tahun.
“Hari ini, setelah kurang lebih tiga tahun Perpres berjalan, alhamdulillah, kondisi sungai Citarum berangsur membaik. Hasil penelitian terakhir kadar pencemaran air sungai citarum menurut drastis menjadi tercemar ringan."
"Di sejumlah anak sungai Citarum sudah ditemui ikan-ikan. Bahkan di beberapa anak sungai, air sudah kembali jernih dan bisa dipakai berenang anak-anak. Hulu Citarum di Cisanti, juga sudah tidak gundul setelah dilakukan reboisasi,” papar Doni.
Doni lalu memutarkan video seputar Citarum Harum. Ia berharap, program yang diprakarsainya sejak tahun 2017 itu akan terus lestari.
Ancaman serius pencemaran Citarum datang dari 3.000 pabrik tekstil yang membuang limbah ke Citarum. Karena itu, Satgas Citarum harus terus bekerja mengawasi secara ketat.
Kunci sukses program Citarum Harum terletak pada perubahan perilaku. Perubahan perilaku tidak bisa dipaksakan dengan senapan atau senjata.
Mengutip kata bijak Lau Tse (571 SM), “kenali rakyatmu, hiduplah bersama mereka….” maka Doni Monardo pun meminta para prajurit Siliwangi tinggal di rumah penduduk, hidup bersama mereka, dan dari sana mengubah perilaku masyarakat.
Kita Jaga Alam, Alam Jaga Kita. (*)