Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Urgensitas Presidential Threshold
Secara harfiah ketentuan ketentuan mengenai presidential threshold dalam Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 memang tidak dijumpai. Namun ...
Editor: Malvyandie Haryadi
Secara letterlijke atau harfiah ketentuan ketentuan mengenai presidential threshold dalam Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 memang tidak dijumpai.
Namun jika melihat ketentuan Pasal 8 ayat (3) ketentuan mengenai ambang batas dalam pencalonan Presiden dan Wakil Presiden (presidential threshold) secara tersirat bukan merupakan hal “yang diharamkan” karena ketentuan Pasal 8 ayat (3) menentukan bahwa :
Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama.
Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, khususnya dari kalimat meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa ketentuan mengenai presidential threshold, sebenarnya bukan merupakan sesuatu yang dilarang.
Hanya yang menjadi persoalan sebenarnya hanya terkait dengan besaran jumlah persentase dari presidential threshold dan itu merupakan kebijakan hukum terbuka (opened legal policy).
Sehingga hal tersebut sangat tergantung pada mekanisme pembentukan undang-undang, memperhatikan hal tersebut maka dalam perkembangan ketatanegaraan, khususnya kebijakan mengenai besaran persentase presidential threshold UU No. 23 Tahun 2003 menentukan bahwa :
Pasangan Calon hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPR atau 20% (dua puluh persen) dari perolehan suara sah secara nasional dalam Pemilu anggota DPR.
Sementara UU No. 42 Tahun 2008 dan UU No. 17 Tahun 2017 menentukan persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional.
Ada beberapa alasan atau dasar argumentasi kebijakan presidential threshold dalam penyelenggaraan pemilihan umum presiden dan wakil presiden:
Pertama, sejalan dengan kesepakatan sebelum perubahan UUD 1945, yakni memperkuat sistem presidensial, di mana presiden dan wakil presiden yang telah dipilih secara langsung oleh rakyat memiliki kedudukan yang kuat, sehingga tidak dapat diberhentikan secara mudah karena faktor politik.
Kedua untuk memastikan efektititas penyelenggaraan pemerintahan, karena jika tidak ada kebijakan presidential threshold sangat mungkin presiden dan wakil presiden yang dipilih secara langsung “hanya” diusulkan oleh partai politik yang tidak memiliki wakil dengan jumlah yang tidak signifikan di parlemen.
Jika hal ini terjadi maka akan ada potensi penyelengaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Presiden dan Wakil Presiden terpilih akan selalu “diganggu” oleh partai-partai politik yang memiliki wakil di parlemen dengan jumlah yang signifikan (mayoritas) yang kebetulan calon presiden/wakil presidennya kalah dalam pemilihan umum.
Ketiga, dalam rangka penyederhanaan sistem kepartaian melalui mekanisme alami, karena tidak dapat dipungkiri bahwa sistem pemerintahan presidensiil dalam era demokrasi juga harus memberikan ruang kepada masyarakat untuk mendirikan partai politik.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.