Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Urgensitas Presidential Threshold
Secara harfiah ketentuan ketentuan mengenai presidential threshold dalam Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 memang tidak dijumpai. Namun ...
Editor: Malvyandie Haryadi
Namun demikian sistem presidensiil tidak akan berjalan efektif jika disandingkan dengan sistem multi partai, oleh karena itu menjadi penting untuk mewujudkan sistem presidensiil dengan sistem multi partai sederhana.
Sebagaimana telah disebutkan diatas, bahwa perdebatan mengenai presidential threshold telah banyak terjadi di tengah masyarakat, bahkan perdebatan tersebut juga telah “dibawa” melalui mekanisme yang telah disediakan oleh hukum tata negara, yakni melalui mekanisme judicial review ke Mahkamah Konstitusi, dan Mahkamah Konstitusi melalui Putusan No. 16/PUU-V/2007 dan No. 51-52-59/PUU-VI/2008 serta Putusan MK No. 14/PUU-XI/2013 dinyatakan bahwa kebijakan presidential threshold dinyatakan tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan merupakan kebijakan yang diamanatkan oleh UUD yang bersifat terbuka.
Berdasarkan UUD NRI Tahun 1945 memberikan kualifikasi bahwa putusan Mahkamah Konstitusi adalah bersifat final dan mengikat, hal tersebut sebagaimana diamanatkan dapak ketentuan Pasal 24C ayat (1) yang menegaskan bahwa :
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Memperhatikan hal tersebut di atas, maka perdebatan tentang perlu tidaknya atau boleh tidaknya kebijakan presidential threshold secara yuridis melalui mekanisme judicial review ke Mahkamah Konstitusi telah final dan mengikat, artinya terlepas dari setuju atau tidaknya atas kebijakan presidential threshold maka setiap anak bangsa sudah selayaknya menghormati putusan Mahkamah Konstitusi.
Yang masih bisa diperdebatkan sebenarnya hanya terkait dengan jumlah persentase presidential threshold, dan sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi, hal tersebut merupakan legal opened policy oleh karena itu sangat tergantung pada konfigurasi politik yang ada pada lembaga pembentuk/pembuat undang-undang.
Sehingga salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menyampaikan aspirasi ke DPR untuk ”menurunkan” atau ”menaikan” besaran persentase presidential threshold, karena hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 20 UUD NRI Tahun 1945.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.