Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Pesantren BIMA Wajibkan Santrinya Nonton Film dan Punya Studio Sendiri

Tak berselang lama, pesantren pun mendatangkan para artis yang bermain di film-film yang terekomendasikan.

Editor: Husein Sanusi
zoom-in Pesantren BIMA Wajibkan Santrinya Nonton Film dan Punya Studio Sendiri
Pesantren Bina Insan Mulia.
KH. Imam Jazuli 

Dengan pulsa hanya beberapa ribu saja, seseorang sudah bisa mendownload buku-buku yang diinginkan tanpa batas. Mendownload film, qiroah, bahkan bisa mengikuti kajian atau pengajian di seluruh dunia. Contohnya, sahabat saya hidup yang di kampung rutin mengikuti kajian Ihya di Universitas Al-Azhar Mesir. Inilah yang disebut ledakan kemudahan.

Di zaman masyarakat jaringan ini, selain setiap orang punya sumber yang berlimpah untuk mendapatkan informasi, setiap orang juga punya media sendiri.

Dulu, hanya orang kaya saja yang punya kantor redaksi untuk memporduksi majalah atau koran. Dulu, hanya pengusaha kaya saja yang punya radio untuk memproduksi berita atau hiburan. Dulu, hanya pengusaha kaya saja yang memiliki PH (production house) untuk memproduksi film.

Kini, zaman berubah total dan drastis. Setiap orang punya kantor redaksi sendiri dan punya studio sendiri yang bebas membuat konten apa saja, disiarkan kemana saja di dunia ini, dan waktunya bebas kapan saja.

Dengan adanya masyarakat jaringan itu, semua bangsa di dunia ini kemudian berlomba-lomba menunjukkan apa kekhasan lokalnya, kelebihannya, budayanya, atau ketinggian peradabannya melalui media sosial. Entah itu YouTube, Facebook dan lain-lain. Masyarakat dunia mulai meninggalkan media tradisional, seperti radio, tv, koran, atau majalah.

Tentu, ada kemudahan untuk menyiarkan hal-hal baik (hasanat), zaman ini juga memberikan peluang yang ribuan kali lebih mudah untuk menyiarkan keburukan (sayyiat), semisal pornografi, aksi kejahatan, tukar informasi kejahatan, dan lain-lain.

Dulu, antara perbuatan maksiat dan perbuatan kebajikan itu tempatnya berbeda. Sekarang ini, di tempat yang sama, bahkan dalam waktu sama, dan dengan alat yang sama, seseorang dapat melakukan maksiat sekaligus kebajikan.

Berita Rekomendasi

Artinya bagi santri-santri ini apa? Santri perlu melihat kemudahan yang disediakan digital ini sebagai peluang. Santri perlu membuat konten sebanyak mungkin untuk mengisi ruang zaman ini. Santri perlu menjelaskan hal-hal penting mengenai Islam, pendidikan Islam, dan pesantren.

Ini dapat mengikis kesalahpahaman yang kerap membuat renggang antara masyarakat modern yang jauh dari agama dan pesantren. Saya mewajibkan para guru untuk membuat konten tentang pesantren, Islam, dan aktivitas pendidikan di dalam pesantren lalu menyiarkannya melalui media sosial.

Kita tidak punya pilihan kecuali harus masuk dalam gelanggang. Kenapa? Jika santri tidak mau membuat konten, maka ruang hidupnya akan diisi oleh konten orang lain. Jika para guru tidak mau membuat konten, maka anak-anaknya akan diajarkan oleh konten orang lain.

Hukum permainannya sesederhana itu. Jika pesantren tidak mau menjadi produser konten maka secara otomatis pesantren diposisikan sebagai consumer (konsumen) atau bahkan customer (pelanggan) oleh konten orang lain.

Para kiai di zaman kemerdekaan dan pra kemerdekaan telah membuktikan keaktifan beliau-beliau dalam mengisi zaman meski kala itu harus melewati lorong kesulitan dan keserba-kekurangan. K.H. Ahmad Dahlan merintis sekolah lalu mendirikan Muhammadiyah. Mbah Hasyim merintis pengajian, pesantren, lalu mendirikan NU.

Para kiai aktif menggerakkan masyarakat dalam melawan penjajahan. Syaikh Nawawi yang menjadi mahagurunya para kiai Nusantara senantiasa melancarkan perlawanan terhadap penjajahan dengan menciptakan konten-konten yang menggugah hati, baik di Banten, di penjara, hingga beliau di Makkah. Beliau menceramahkan kontennya dan aktif menulis buku.

Menurut hasil riset, Syaikh Nawawi menulis lebih dari 100 buku. Sayangnya, naskah aslinya tersimpan di salah satu museum di Belanda. Kenapa di sana? Itu bukti bahwa Syaikh Nawawi adalah orang yang sangat berbahaya sekaligus sebagai tokoh penting bagi penjajah Belanda dengan konten-konten beliau.

Halaman
1234
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas