Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Pesantren Program Sebagai Terobosan Pembelajaran di Era Disrupsi Digital
pembelajarannya menggunakan sistem program, sehingga orang menyebut Pesantren Bina Insan Mulia sebagai “pesantren program”.
Editor: Husein Sanusi
Pesantren Program Sebagai Terobosan Pembelajaran di Era Disrupsi Digital
Oleh KH. Imam Jazuli, Lc, MA.
TRIBUNNEWS.COM - Selama dua hari berturut-turut, dari tanggal 4-5 Desember 2021, acara wisuda akbar berlangsung di tiga hotel secara serentak. Yaitu di Luxton Hotel & Convention Center Cirebon, hotel Aston Cirebon, dan hotel Swiss-Belt Cirebon.
Acara berlangsung dari jam 8:00 pagi sampai jam 17: 00 sore di ballroom tiga hotel tersebut. Kami mengundang pakar dan praktisi pendidikan dari Jakarta, Bandung, dan Cirebon. Wali santri juga kami undang. Dengan santri yang akan diwisuda, tak kurang dari 3000 wisudawan 6000 walisantri dan undangan . Di 3 Hotel tersebut acara dilaksanakan 2 sesi setiap hari yaitu sesi pagi-siang dan siang-sore
Saya bergerak dari hotel yang satu ke hotel yang lain. Meski melelahkan secara fisik, tapi secara batin sangat bermakna bagi saya. Selain bisa bersilaturrahaim langsung secara terbatas, saya disemangati oleh keberhasilan perjuangan para santri, asatidz, dan dewan pembimbing. Saya pun berkesampatan untuk mengajak wali santri memahami langkah masa depan pesantren dan santri Bina Insan Mulia.
Alhamdulillah, sampai acara selesai semua, tidak ada catatan merah dari Satgas Covid Kab. Cirebon yang terus mendampingi panitia di setiap hotel.
Tujuh Program Utama
Siapakah para wisudawan dalam acara akbar tersebut? Yang kami wisuda bukan lulusan sarjana S1 atau mereka yang telah lulus dari MA, SMA, atau SMK Bina Insan Mulia. Para peserta wisuda adalah mereka yang telah menyelesaikan program pembelajaran pada mata pelajaran inti di Pesantren Bina Insan Mulia.
Karena pembelajarannya menggunakan sistem program, sehingga orang menyebut Pesantren Bina Insan Mulia sebagai “pesantren program”. Sebagai pencetus dan pelopor pembelajaran berbasis program di Indonesia, hingga kini ada 7 materi inti pesantren yang masuk ke dalam sistem program, yaitu:
1. Program Tahsin Bima-Qu
Semua santri Bina Insan Mulia harus beres secara tahsin. Program ini untuk santri baru, baik SMP, MA, SMK, maupun SMA, Tahsin Bima-Qu menjadi program yang paling banyak pesertanya karena semua santri baru wajib mengikuti. Tahsin Bima-Qu merupakan inovasi dari berbagai metode pembelajaran al-Quran yang pernah ada di Nusantara, seperti Qiroaty dan lain-lain. Hasil program ini sudah teruji bahwa dalam waktu 4-5 bulan/ 1 semester, santri telah mampu membaca al Qur'an dengan fasih dan tartil, sekaligus mengerti dan hafal hukum tajwid dan ghorib.
2. Program Tahfidz Bima-Qu
Awalnya, program ini banyak diragukan orang, termasuk oleh para pembimbingnya. Bagaimana mungkin dalam waktu satu semester seseorang santri dapat menghafal al-Quran 30 jus? Sudah begitu sambil sekolah pula? Tapi seiring dengan pembuktian, keragualn itu akhirnya kalah oleh kenyataan. Dari 300 peserta yang ikut, ada 80 orang yang berhasil mumtaz karena selesai 30 juz. Sisanya variatif, mulai 20 juz, 15 juz,10 juz dan 5 Juz. dan itu menjadi modal sukseks yang sangat bagus bagi kami ke depan.
Sebagai bukti, sebanyak 70 santri Bina Insan Mulia berhasil mendapatkan beasiswa program Sadesha (Satu Desa Satu Hafidz) Pemerintah Jawa Barat. Program ini juga telah berkontribusi besar pada kelulusan sejumlah santri Bina Insan Mulia yang diterima di sejumlah kampus ternama di Timur Tengah. Sebab, mereka mensyaratkan hafalan al-Quran untuk bisa masuk mendapatkan beasiswa dan non-beasiswa
3. Program Figh Bimaku
Untuk Figh Bimaku, fokusnya lebih pada penguasaan konsep, praktik, dan kasus-kasus mutakhir untuk topik yang spesifik dan relevan. Tentu, yang paling mendasar adalah figh ibadah kemudian berlanjut ke figh muamalah. Materinya diambil dari kitab induk di pesantren, seperti taqrib dan fathul mu’in lalu ditambah dengan kajian ulama modern terhadap kasus yang berkembang. Bahasa sajiannya ada dua macam, yaitu bahasa Indonesia untuk tingkat dasar dan bahasa Arab untuk tingkat lanjutan.
4. Program Eksak Bimaku
Adapun untuk Program Eksak, Pesantren Bina Insan Mulia mendatangkan guru dari UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) Bandung, ITB (Institute Teknologi Bandung), Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta, dan (Universitas Negeri Surakarta) Solo. Sebagai pesantren yang masih muda, sudah ratusan alumni Pesantren Bina Insan Mulia 1 yang diterima di perguruan tinggi umum, baik di dalam maupun di luar negeri. Target kami dengan hadirnya Bina Insan Mulia 2 yang berstandar internasional adalah mampu tembus di sejumlah kampus ternama di Australia, Amerika, Eropa, dan Cina.
5. Program English Bimaku
Untuk materi bahasa Inggris, sejak Pesantren Bina Insan Mulia berdiri memang menjadi prioritas utama. Selain menjalin kerjasama dengan BEC Pare Kediri dan pesantren modern, Pesantren Bina Insan Mulia juga menggunakan buku-buku berstandar internasional, khususnya SMP dan SMA Unggulan Bertaraf Internasional Bima 2 yang menggunakan buku kurikulum dari Oxford, Cambridge, dan Pearson.
Hasil dari program ini sudah nyata. Selain sudah ratusan alumni diterima di sejumlah perguruan tinggi di Timur Tengah, ada beberapa alumni yang berhasil melanjutkan studinya di Australia, Malaysia dan benua Eropa.
6. Program Al-Arobiyah Bimaku
Untuk program bahasa Arab, para santri dikelompokkan ke dalam dua kategori. Ada yang masuk kategori umum dan ada kategori khusus. Kategori khusus disiapkan untuk mereka yang sudah mantap ingin melanjutkan ke Universitas Al-Azhar Mesir dan kampus lain di Timur Tengah.
Mereka langsung ditangani secara khusus oleh para guru yang merupakan alumnus Al-Azhar dan Timur Tengah dengan menggunakan buku-buku referensi Al-Azhar. Tahun 2022 ini, jumlah lulusan Pesantren Bina Insan Mulia yang diterima di Al-Azhar menempati urutan terbanyak dari Indonesia. Ada 90 orang santri yang langsung bisa belajar di Al-Azhar Mesir.
7. Program Qiroatul Kutub Bimaku
Program Qiroatul Kutub Bimaku menerapkan metode Tamyiz dan Amtsilaty yang merupakan inovasi cara membaca kitab kuning. Dengan metode ini, para santri terbukti lebih cepat dan lebih mudah memahami cara-cara membaca kitab kuning.
Pembelajaran dengan sistem program ini sudah berlangsung sejak 3-4 tahun ini. Dan karena tingkat keberhasilannya memenuhi harapan, bahkan ada yang melampaui, maka banyak yang datang ke Pesantren Bina Insan Mulia untuk bertanya.
Umumnya meliputi apa sebetulnya pesantren program itu, kenapa saya merumuskan itu, dan bagaimana jika seandainya pesantren lain meniru atau menerapkan? Sebelum membahas panjang lebar, saya ingin menjawab pertanyaan terakhir dulu.
Saya sering sampaikan bahwa bagi pesantren lain atau pendidikan Islam manapun yang ingin menerapkan sistem atau metode Bina Insan Mulia, saya persilakan. Tidak pakai syarat apa-apa. Bahkan jika ada yang menambahkan sentuhan di aspek tertentu dan hasilnya lebih cepat atau lebih, itupun tidak masalah. Bahkan perlu diapresiasi.
Persyaratan Penting
Untuk menerapkan pembelajaran berbasis program ini memang dibutuhkan persyaratan. Dari pihak pesantren perlu ada keberanian untuk menentukan mata pelajaran yang diprioritaskan. Tidak terhitung jumlah materi pelajaran yang penting, tetapi kebutuhannya bukan itu.
Dari sekian banyak pelajaran yang penting itu, mana yang paling menjadi prioritas. Prioritas di sini pengertiannya adalah mata pelajaran yang menduduki level dloruriyah (primer) dan hajjiyah (kebutuhan). Tentu, untuk menentukan ini harus kembali ke tujuan besar pesantren tersebut.
Karena Pesantren Bina Insan Mulia ingin menghantarkan santri-santrinya menduduki berbagai posisi strategis dalam perubahan bangsa ini, maka mata pelajaran eksak, dan bahasa Inggris masuk ke dalam prioritas.
Kenapa? Dua mata pelajaran itulah yang dipersyaratkan untuk memasuki kampus-kampus besar di dalam maupun di luar negeri. Kenapa harus ke kampus-kampus besar? Karena faktanya, sejumlah posisi strategis yang menentukan perubahan umat, bangsa, dan negara ini diduduki oleh mereka. Ini hanya contoh bagaimana menghubungkan mata pelajaran prioritas dengan visi besar pesantren.
Syaratnya lagi adalah memiliki buku panduan tersendiri yang di dalamnya mencakup materi dan target pencapaiannya. Kalau bisa termasuk langkah-langkah pembelajarannya (khutwatut tadrisnya). Pesantren Bina Insan Mulia mencetak al-Quran sendiri untuk program tahsin dan tahfidz. Juga mencetak buku figh sendiri plus dengan buku saku pencapaian harian yang di isi tiap hari
Dari pengalaman kami, syarat yang paling mendasar lain adalah dukungan atau komitmen wali santri. Pembelajaran berbasis program menuntut disiplin, totalitas, dan kecepatan. Dari tujuh program yang kami miliki, rata-rata harus selesai dalam satu semester. Jika santri tidak mengikuti satu hari saja, ia sudah banyak ketinggalan. Apalagi jika sampai lima hari. Jika ia kerap pulang dan banyak ketinggalan pelajaran, ujung-ujungnya tidak betah.
Membobot Sisi Plus Pesantren Program
Di rentang waktu antara 100-200 tahun pertama, pesantren di Indonesia menggunakan metode sorogan (santri menyodorkan kitab kepada kiai) dan bandongan (santri menyimak penjelasan kiai dari kitab tertentu). Pembelajaran biasanya diadakan di rumah kiai atau masjid. Sampai sekarang masih ada pesantren tradisional yang menerapkan, meski jumlahnya minor.
Di awal tahun 1900-an mulai banyak tokoh Indonesia yang balik ke tanah air dari luar negeri. Mereka mulai menerapkan metode kelas, yang kemudian disebut metode modern. Antara lain misalnya KH. Ahmad Dahlan dengan sekolah Muhammadiyahnya di Jogja, Prof. Mahmud Yunus di Padang, KH. Imam Zarkasi di Gontor, dan KH. Wahid Hasyim di Jakarta.
Baik sorogan, bandungan, maupun modern, semua pernah diterapkan di Bina Insan Mulia untuk kebutuhan dan waktu tertentu. Tapi saya kemudian berpikir karena Pesantren Bina Insan Mulia menyasar pada tujuan spesifik untuk para santrinya, maka saya memutuskan untuk mencetuskan dan mempelopori metode program ini.
Seperti saya sampaikan di muka, Pesantren Bina Insan Mulia berkomitmen untuk menghantarkan para santri menempati posisi dan peranan strategis bagi perubahan bangsa ini sebagai penentu kebijakan. Bukan sebatas pengisi khutbah Jum’at atau pembaca doa di setiap acara.
Untuk tujuan tersebut di tengah perubahan zaman yang oleh para ahli disebut VUCA (Volatility: berubah cepat, Uncertainty: penuh dengan ketidakpastian, Complexity: masalah saling terkait satu sama lain, dan Ambiguity: suatu masalah tidak mudah dipahami sekilas), maka jelas dibutuhkan sistem, metode, dan sajian pembelajaran yang berbeda.
Karena itu, lahirlah pembelajaran berbasis program ini yang kemudian disebut pesantren program. Pembelajaran berbasis program berbeda dengan pembelajaran berbasis buku, seperti yang saya alami dulu. Untuk mempelajari materi nahwu, saya dulu harus menyelesaikan berkitab-kitab, mulai dari awamil, jurumiyah, imrithy, mutammimah, sampai alfiah. Ketika saya masuk Al-Azhar, mereka ternyata tidak menggunakan kitab-kitab tersebut.
Dengan pembelajaran berbasis program, maka Pesantren Bina Insan Mulia tidak menjadikan penguasaan kitab sebagai standar pencapaian, tetapi menggunakan topik-topik pilihan sebagai standar. Hal ini sudah menghindarkan santri dari pengulangan yang berkali-kali.
Selain menghadirkan konstruksi baru dari materi, pembelajaran berbasis program juga menghadirkan metode baru dan sajian baru. Di antaranya adalah menyajikan pembahasan pada kasus-kasus mutakhir. Di samping itu, pembelajarannya pun kerap menggunakan moving class (berpindah-pindah).
Setelah saya menelaah sejumlah hasil riset internasional, saya menemukan penguat bahwa pembelajaran berbasis program lebih berdampak positif bagi otak anak. Sejumlah riset ilmiah mengungkap bahwa otak manusia akan meningkat kinerjanya ketika dikasih sasaran yang jelas, terukur, dan menantang.
Selain itu, otak manusia juga akan semakin bagus kinerjanya ketika digunakan untuk memfokus. Itulah kenapa multitasking (melakukan banyak hal dalam satu waktu), ditemukan melalui hasil riset justru tidak produktif (verywellmind.com, how multitasking affects productivity and brain health: 2021).
Tak hanya sampai di situ. Dengan disrupsi digital yang menawarkan keberlimpahan sumber belajar, pembelajaran berbasis program akan memberikan pengalaman belajar yang sangat bagus bagi santri setelah menjadi alumni nanti dan lebih memenuhi kebutuhan belajar di era disrupsi teknologi ini.
Bagaimana Kualitas Penguasaan?
Tidak sedikit yang bertanya ke saya soal kualitas kadar penguasaan materi. Dulu, untuk mendalami mata pelajaran nahwu shorof saja, butuh waktu bertahun-tahun dengan target harus mengkhotamkan sekian kitab.
Pertanyaannya, bagaimana dengan pembelajaran berbasis program yang waktunya lebih cepat, tidak perlu menyelesaikan ber-kitab-kitab, dan menghindari pengulangan materi?
Untuk menjawab pertanyaan ini, memang butuh penjelasan yang lebih komprehensif, terutama jika dikaitkan dari aspek kemanfaatan ilmu. Kenapa aspek kemanfaatan ini menjadi pertimbangan penting, karena bukankah ini perintah agama dan perintah ilmu, dan perintah akal sehat?
Rasulullah SAW sampai mengajarkan sebuah doa: "Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amalan yang diterima," (HR. Ibnu Majah).
Bahkan di tempat lain, Rasulullah SAW memohon perlindungan khusus dari ilmu yang tidak bermanfaat. “Ya Allah … aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari jiwa yang tidak merasa puas, dan dari doa yang tidak didengar,” (HR. Abu Dawud).
Artinya, kita tidak sekedar disuruh mencari ilmu. Yang lebih disuruh lagi adalah menemukan ilmu yang bermanfaat. Apa yang penting dilakukan para santri agar ilmunya bermanfaat besar? Idealnya, mereka perlu memiliki dua macam ilmu, yaitu: a) ilmu-ilmu dasar (kompetensi inti seorang santri), dan b) ilmu-ilmu pengembangan (kompetensi peranan atau spesialisasi).
Ilmu dasar harus dimiliki oleh semua santri, seperti tahsin, tajwid, figh ibadah, akidah dasar, akhlak dasar, nahwu dan shorof dasar, bahasa khutbah, memimpin, dan semacamnya. Artinya, di bidang apapun seorang santri nanti menjalani profesi atau peranan hidup, setidak-tidaknya mereka bisa menggunakan ilmu dasar tersebut dalam hidupnya.
Bagaimana dengan ilmu pengembangan? Ilmu ini perlu dimiliki untuk mendukung spesialisasi peranan, pekerjaan, atau profesi yang digeluti seseorang. Dan sebelum seseorang terjun mempelajarinya, sangat disarankan untuk memahami panggilan hatinya lebih dulu, terutama terkait dengan minat dan bakatnya.
Karena itu, sebagai bantuan para santri, Pesantren Bina Insan Mulia selalu memberikan layanan tes bakat minat di ujian seleksi masuk. Tes ini bukan untuk memberikan “takdir” atas nasib si santri, tetapi lebih merupakan bantuan untuk menerjemahkan petunjuk Allah atas berbagai potensi unggul yang dimiliki.
Misalnya, bagi yang ingin menjadi ulama di masyarakat, mereka bisa melanjutkan ke Universitas Al-Azhar, ke pesantren lain yang lebih khusus, atau kampus UIN di Indonesia sesuai dengan minat dan bakatnya.
Kasus yang kerap terjadi adalah seseorang mendalami berbagai ilmu di pesantren dalam waktu yang lama, tetapi tidak memiliki gambaran mengenai peranan yang akan dimainkan di masyarakat dengan ilmunya. Akhirnya, ilmu yang dicari dengan jiwa, raga, dan biaya itu manfaatnya kecil.
Pembelajaran berbasis program membekali santri dengan llmu-ilmu inti bagi santri dan memberikan landasan untuk melakukan pengembangan sesuai minat, bakat, peranan, atau profesi yang akan dipilihnya di masyarakat.
Untuk kelanjutannya, mereka bisa memilih jurusan kuliah yang sesuai atau melakukan pembelajaran mandiri (otodidak). Di era disrupsi digital saat ini, setiap orang diberi kesempatan untuk belajar materi apa saja, dengan sumber yang berlimpah, dan itu terbuka selama 24 jam.
Tugas utama pesantren adalah menyalakan api pembelajaran dari dada para santri supaya mereka terus belajar dari ayunan sampai ke pintu kuburan (minal mahdi ilal lahdi). Jadi, kami memahami kualitas penguasaan materi adalah proses yang berkelanjutan (sustainable process) dan menempatkan aspek manfaat sebagai bahan pertimbangan yang paling inti.
Pembelajaran Di Era Disrupsi Digital
Saya sudah singgung di muka soal perubahan yang terjadi di era disrupsi digital dan dampaknya bagi dakwah secara umum. Intinya, karena terjadi ledakan disrupsi digital maka terjadilah otomatisasi di berbagai bidang dan internet of thing (ioi), termasuk di dakwah.
Komunikasi kita saat ini dengan orang lain di dunia terjadi seketika (otomatis). Tidak hanya suaranya, tetapi juga gambarnya. Kirim duit ke orang lain sekarang ini bisa langsung dilakukan dari kamar atau meja makan.
Materi pelajaran apa saja dapat kita temukan langsung dimanapun kita berada dan kapanpun. Ini karena segala sesuatu sudah di-internetisasi atau serba internet. Tentu perubahan sedahsyat ini berdampak pada tren, model, dan metode yang cocok.
Saya melihat bukti-bukti yang kuat bahwa pembelajaran berbasis program (pesantren program) sangat relevan dengan kebutuhan pembelajaran para generasi internet (net generation) yang tak lain adalah para santri.
Karena setiap orang dapat menemukan sumber belajar yang berlimpah dari mana saja, maka tren pembelajaran saat ini dan ke depan adalah personalized learning atau pembelajaran berbasis kekhususan personal atau ilmul hal (keadaan).
Di sisi lain, setiap orang juga dituntut untuk menemukan hubungan yang produktiif (manfaat) antara materi yang dipelajari dengan hasil yang akan didapat sehingga pembelajaran menjadi bermanfaat (effective learning).
Pembelajaran di era disrupsi digital juga menuntut seseorang untuk menyeleksi materi, berpikir prioritas, dan fokus. Ini karena pilihannya terlalu banyak. Tak hanya itu, jika dulu seseorang mencari materi, kini berubah keadaannya. Setiap orang kini disuguhi informasi dan pengetahuan tak terbatas.
Karena itu, semua lembaga pendidikan di dunia hari ini punya tantangan yang sama, yaitu bagaimana menghantarkan murid-muridnya menjadi sopir (driver) bagi kegiatan pembelajarannya.
Lalu, bagaimana peranan pesantren? Justru pesantren, kiai, dan para ustadz berperan sangat menentukan di sini? Kenapa? Disrupsi digital lebih banyak berdampak negatif jika diserap oleh orang yang belum dewasa secara mental, intelektual, emosional, dan spiritual. Sebaliknya, disrupsi digital memberikan layanan yang berlimpah bagi orang dewasa.
Layanan pendidikan pesantren memang lebih banyak dikhususkan untuk pembekalan anak-anak, remaja, dan dewasa awal. Artinya, keberadaan pesantren justru semakin dibutuhkan jika kita mampu menangkap kebutuhan ini.
Pesantren berperan memberikan landasan moral dan cita-cita hidup, sedangkan sistem belajar yang ada di dalamnya melatih santri untuk belajar secara mandiri, memfokus, dan selektif. Dengan sistem pesantren program, berarti santri lebih banyak memiliki kesempatan untuk meningkatkan kecerdasan otaknya dan hatinya melalui berbagai kegiatan pendidikan.
*) Penulis adalah pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia 1 dan Bina Insan Mulia 2 Cirebon. Pernah dipercaya sebagai Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015. Penulis merupakan alumnus Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; alumnus Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; juga alumnus Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; dan alumnus Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.