Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Apa Kabarnya Filatelis Muda Indonesia?
Perhatian serta minat generasi muda Indonesia pada filateli mulai berkurang seiring dengan dikuranginya penggunaan prangko.
Editor: Dewi Agustina
Namun kenyataan sepertinya tak lagi berpihak pada harapan.
Eka dan Christopher menghilang begitu saja tanpa meninggalkan jejak apapun, sementara Mayong Kalua sepertinya membutuhkan istirahat panjang untuk mengobati duka akibat kehilangan mentor sekaligus ibu kandungnya akibat Covid-19.
Di London 2022, sebuah rekor fenomenal terpecahkan dengan diraihnya medali emas (Gold) oleh remaja Indonesia atas nama Dinda Alisha Rahima.
Namun sayangnya rekor tersebut hanya bertahan beberapa hari.
Karena penganugerahan medali Gold di kelas remaja jelas melanggar aturan resmi federasi filateli internasional (FIP), maka medalinya diturunkan menjadi Large Vermeil.
Di ajang yang sama, muncul pula nama-nama baru yang secara mengejutkan meraih medali sangat tinggi seperti Erina Firdausi Zahra (Large Vermeil di kelas remaja) dan Shafa Sabila Fadli (Large Vermeil di kelas dewasa).
Baca juga: Bukan Hanya Prangko, Filatelis Banyak Memburu Barang-barang Langka
Kabar buruk lain datang dari negara tetangga, Australia.
Salah satu juri FIP, Yung Ling Benson menuturkan bahwa anak-anak di Australia sudah tidak lagi menaruh perhatian pada prangko.
Beliau juga menyatakan bahwa beberapa filatelis senior Swedia sudah menyatakan habisnya generasi muda mereka semenjak Mathilda Larsson berserta koleksi Harry Potter miliknya tidak pernah lagi terlihat di kancah internasional.
Angin segarnya kali ini datang dari obrolan saya bersama filatelis sekaligus pedagang senior Indonesia, Avie Wijaya.
Menurut beliau, Indonesia masih memiliki harapan untuk mengkader filatelis muda lewat komunitas post-crosser (para penggiat bertukar kirim kartu pos) yang anggotanya saat ini mencapai belasan ribu.
Beliau juga menuturkan bahwa di Cina saat ini ada trend di kalangan orang tua untuk mengajak anak-anaknya ke kantor pos dan bursa lelang untuk berburu prangko.
Mereka menekankan bahwa benda filateli adalah benda bernilai layaknya kertas saham.
Dari kejadian-kejadian selama dua dekade terakhir, sepertinya seluruh pemangku kebijakan dan penggiat filateli Indonesia harus belajar bahwa kaderisasi filatelis muda tidak lagi bisa dilakukan dengan cara-cara instan.