Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
The Latte Factor: Pengeluaran Kecil yang Membuat Keuangan Tekor
Terkait dengan latte factor, mari kita coba mengingat kembali, kira-kira bulan ini adakah pengeluaran yang tidak sesuai rencana?
Editor: Sri Juliati
Oleh: Ida Puspitarini W
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Saifuddin Zuhri Purwokerto
MUNGKIN kita sudah sangat familiar dengan istilah Latte yang pastinya tidak jauh dengan dunia perkopian dan saat ini sudah menjadi life style sebagian masyarakat.
Duduk untuk ngobrol santai bersama teman-teman di sebuah kedai kopi modern ataupun cukup dengan take away untuk self reward setelah penat beraktivitas yang harapannya bisa recharge energi setelah menyeruput segarnya kopi.
Istilah latte factor dicetuskan oleh David Bach dalam bukunya "The Latte Factor".
David Bach merupakan seorang penulis buku, publik figur, motivator, dan sekaligus seorang pengusaha sukses di Amerika Serikat.
Dia mengasosiasikan pengeluaran-pengeluaran biasa yang nominalnya relatif kecil, yang bahkan tidak terpikirkan setiap bulannya, layaknya seperti kebiasaan kita jajan kopi kekinian.
Jajan yang didasarkan untuk alasan kenyamanan sampai alasan emosional yang akhirnya menjadi sebuah kebiasaan.
Terkait dengan latte factor, mari kita coba mengingat kembali, kira-kira bulan ini adakah pengeluaran yang tidak sesuai rencana?
Misal, jajan kopi, minuman Boba, atau barang diskon lainnya yang saat ini gencar dipromosikan oleh e-commerce.
Pernahkah kita coba untuk berhitung, misal satu cup kopi seharga Rp 20 ribu jika kita mengonsumsi seminggu sebanyak 3 kali, maka dalam satu minggu itu kita sudah menghabiskan uang sebesar Rp 60 ribu.
Jika kita kalkulasikan selama sebulan menjadi Rp 240 ribu. Jika kita kalkulasikan lagi selama satu tahun nominalnya adalah Rp 2.880.000.
Pengeluaran ini baru pengeluaran untuk ngopi, belum lagi pengeluaran-pengeluaran untuk jajan kecil yang lainnya.
Latte factor tanpa kita sadari hanya untuk memuaskan keinginan kita.
Penyebab lainnya, yaitu karena kebiasaan kita untuk mengikuti tren dari lingkungan.