Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Harga dan Hegemoni: Dua Perspektif Penaksiran Nilai Benda Filateli

Apakah sebuah benda filateli dinilai berharga karena riwayat kepemilikannya, ataukah murni karena kelangkaannya?

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Harga dan Hegemoni: Dua Perspektif Penaksiran Nilai Benda Filateli
Istimewa
Amplop kuno berharga ditujukan kepada Bapak Pramuka Dunia Baden Powell 

Oleh: Gilang Adittama *)

SEJAK awal kemunculannya, filateli selalu dikaitkan dengan para pesohor sehingga muncul label ‘The King of Hobbies and The Hobby of Kings.

Mendengar kalimat ini, mungkin orang akan membuat beberapa asumsi seperti:

1) filateli adalah rajanya hobi sehingga harus merakyat dan bisa dilakukan oleh kalangan manapun

2) benda filateli itu harganya mahal sehingga hanya para raja yang mampu membeli.

Tiga dekade lalu, melihat anak usia sekolah memiliki album prangko, membaca berita filateli dari majalah khusus, mendengar informasi tentang pecahnya rekor harga prangko di pelelangan merupakan fenomena sehari-hari.

Akan tetapi, hari ini kita dihadapkan pada alam yang sama sekali berbeda dengan naiknya pamor para ‘influencer’ dan begitu dihargainya seorang figur terkenal.

Berita Rekomendasi

Hal ini memungkinkan munculnya perspektif penaksiran yang berbeda terhadap nilai dari suatu benda koleksi, termasuk prangko dan benda filateli lainnya.

Apakah sebuah benda filateli dinilai berharga karena riwayat kepemilikannya, ataukah murni karena kelangkaannya?

Dari obrolan singkat dengan seorang filatelis senior Indonesia, Agus Wibawanto, saya mendapat informasi bahwa pada tahun 1991, mendiang Ir Ryantori pernah membuat liputan tentang terjualnya koleksi milik mendiang Franklin D Roosevelt.

Uniknya, prangko-prangko dalam koleksi tersebut diberi cap khusus di bagian belakangnya oleh balai lelang.

Cap ini bukanlah cap pos, melainkan jaminan dari balai lelang bahwa prangko tersebut berasal dari koleksi Roosevelt.
Secara teknis, sebetulnya prangko-prangko tersebut sudah ‘ternodai’, namun justru terjual jauh melebihi nilai yang tercantum di katalog.

Kasus serupa terjadi pada koleksi mendiang John Lennon dalam album klasik merk Mercury berwarna hijau.

Di bagian dalam sampul album tersebut tertulis angka yang mengindikasikan jumlah prangkonya mulai dari 565, 657, dan ada pula tulisan 800 stamps dengan coretan pena.

Halaman
123
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas