Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Satelit Satria-1 Butuh Cadangan
Indonesia harus punya Proyek Palapa Ring untuk menghubungkan titik-titik terluar (daerah 3T) yang kini panjangnya lebih dari 36.000 km.
Editor: Hendra Gunawan
Oleh Moch S Hendrowijono *)
TIDAK ada negara di dunia ini yang tingkat kerumitan pembangunan infrastrukturnya sekompleks Indonesia yang punya wilayah seluas 1.905 juta km persegi, terdiri dari 17.000 pulau lebih. Beda dengan Rusia yang luasnya seperdelapan Bumi atau lebih dari 17 juta kilometer persegi, punya 11 zona waktu, semua berbentuk daratan, gunung tingginya pun cuma satu, Puncak Elbrus, tingginya 5.642 meter.
Di bidang prasarana telekomunikasi, Rusia bisa saja hanya mengandalkan fasilitas teresterial berupa jaringan serat optik yang dapat mencapai semua kawasannya dengan mudah, atau ditambah radio gelombang mikro. Mereka sebenarnya tidak perlu satelit, tidak perlu sistem komunikasi kabel laut (SKKL), semua gampang tersambung dalam waktu singkat.
Indonesia harus punya Proyek Palapa Ring yang dikerjakan Bakti (Badan Aksesibilitas Telekomunikasi Indonesia) Kominfo, untuk menghubungkan titik-titik terluar (daerah 3T) yang kini panjangnya lebih dari 36.000 km. Kita harus mengoperasikan banyak satelit komunikasi untuk menghubungkan seluruh Nusantara terutama dengan pulau-pulau dan kawasan terpencil, masih belum cukup juga.
Baca juga: PTT Catat 174 Aksi Perusakan Fasilitas Palapa Ring Timur di Papua & Papua Barat oleh KKB
Membangun butuh waktu lama dan biaya besar, padahal kebutuhan manusia akan akses informasi berupa telekomunikasi generasi 4 (4G) jauh lebih cepat. Bakti bekerja sama dengan operator seluler, Telkomsel, XL Axiata dan Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) untuk mengejar ketertinggalan, membangun banyak BTS 4G.
Telekomunikasi, disadari merupakan agregat dari pertumbuhan ekonomi, layanan kesehatan, pemerataan pendidikan, kelancaran jalur birokrasi dan keamanan. Kendala geografi berupa lautan, hutan lebat dan pegunungan membuat proses kemajuan daerah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal) terhambat, fasilitas internet tidak bisa menembus mereka.
Namun niat kuat agar ketimpangan segera terselesaikan, pemanfaatan satelit jadi pilihan dengan harapan dapat menyelesaikan persoalan khususnya akses internet trafik tinggi. Dengan satelit, titik-titik terpencil di mana pun dapat dijangkau dengan relatif mudah dan merata.
Perusahaan-perusahaan teknologi pun berlomba menawarkan akses internet via angkasa. Mulai dari SpaceX yang menggunakan satelit orbit rendah, hingga Google yang sempat menawarkan Google Loon namun kemudian tak diteruskan karena sangat kompleks.
Satelit cadangan
Meluncurkan hanya satu satelit tidak cukup, karena Bakti Kominfo telah memitigasi bahwa satelit tetaplah benda yang bisa saja mengalami gangguan ketika beroperasi sehingga harus punya cadangan, back up. Satria-1 (Satelit Republik Indonesia) yang akan diluncurkan akhir tahun 2023 memiliki kapasitas besar, 150 Gbps, terbesar di Asia.
Hot Back-up Satellite (HBS) harus disiapkan. “HBS dipilih untuk dukungan cadangan memitigasi segala risiko yang mungkin terjadi pada operasional satelit Satria-1,” ujar Direktur Utama Bakti Kominfo, Anang Latif.
Dibutuhkan HBS yang berkemampuan sama dengan Satria 1, berupa HTS (high throughput satellite) yang akan bersinergi dan menggantikan peran pada saat ada gangguan di Satria-1. Satelit HTS mampu memberi throughput lebih banyak daripada FSS (fixed satellite service) klasik sebelumnya dan sangat signifikan mengurangi biaya per bit-nya.
HBS bahkan memiliki multiperan. Menurut Anang Latif, “Selain memiliki fungsi utama sebagai cadangan bagi Satria-1, HBS bertujuan menambah kecepatan internet dan meningkatkan pengalaman pelanggan.”
Dengan skema seperti ini, target pemerintah memberi akses kepada 150 ribu titik layanan publik, yang terbanyak untuk kepentingan sekolah baik umum maupun pesantren (sebanyak 93.000 titik) kian terpenuhi.
Baca juga: Palapa Ring Integrasi Wujudkan Tol Langit