Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Pangeran Nayef Dikurung Lalu Dipaksa Sumpah Setia ke Pangeran MBS
Perebutan tahta Kerajaan Saudi terjadi 20 Juni 2017 ketika Putra Mahkota Kerajaan Pangeran Mohammad bin Nayef dipaksa lepaskan jabatan.
Penulis: Setya Krisna Sumarga
Malam sebelumnya, 20 Juni 2017, keponakan Raja Salman ini dipaksa mundur sebagai pewaris takhta Saudi.
Seorang sumber di dalam kerajaan memberi istilah episode "Ayah baptis gaya Saudi". Pangeran Nayef ini sejak lama dikenal sebagai jenderal kampiun yang mengawasi keamanan dalam negeri.
Dia sekutu terdekat CIA di Saudi. Awal tahun itu, Direktur CIA saat itu Mike Pompeo memberinya medali atas upaya kontra-terorisme yang menyelamatkan nyawa orang Amerika.
Dua tahun sebelumnya, setelah Raja Salman memulai pemerintahannya, Nayef diangkat menjadi putra mahkota pada usia 55 tahun, menempatkannya di urutan berikutnya di atas takhta.
Namun di balik layar muncul persaingan sengit antara Pangeran Nayef dan sepupunya yang masih sangat muda, Mohammed bin Salman, yang tak lain putra Raja Salman.
MBS saat itu sudah berstatus Wakil Putra Mahkota Saudi, posisi yang tidak begitu jelas, dan hanya semacam jadi kosmetika tradisi.
Sesaat sebelum kudeta istana, pada 5 Juni 2017, ketegangan antara para pangeran mencapai titik didih setelah MBS dan otokrat regional lainnya memberlakukan sanksi blokade ke Qatar.
Emirat kecil yang kaya gas itu telah lama membuat marah tetangga-tetangga Arabnya yang lebih besar dengan langkah-langkah provokatifnya.
Qatar dianggap jadi corong para Islamis regional dan para pembangkang lewat jaringan media dan televisi Al Jazeera. Kerajaan Saudi sangat cemas atas kebangkitan para Islamis ini.
Arab Spring yang dimotori kaum Islamis ini terbukti menjungkalkan kekuasaan para elite di jazirah Arab dan Afrika Utara.
Pangeran Nayef sesungguhnya juga punya masalah dengan Qatar, tetapi dia lebih memilih diplomasi diam-diam daripada pendekatan agresif ala MBS.
Di belakang punggung sepupunya, Nayef membuka saluran rahasia dengan penguasa Qatar Tamim bin Hamad al-Thani.
"Tamim menelepon saya hari ini, tetapi saya tidak menjawab," tulis Nayef di pesan pendek yang dikirim ke penasihatnya di puncak krisis.
"Saya ingin mengiriminya telepon terenkripsi untuk komunikasi," tambahnya, seperti sudah khawatir alat komunikasinya telah disadap.