Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Fethullah Gulen, Reformisme, dan Nurcu Movement di Turki
Gulen tidak saja seorang aktivis, penyair, tetapi juga teolog yang mengembangkan perspektif Said Nursi yang menekankan modernisme demokratis
Editor: Husein Sanusi
Fethullah Gulen, Reformisme, dan Nurcu Movement di Turki
Catatan Perjalanan KH. Imam Jazuli, Lc. MA.*
TRIBUNNEWS.COM - Jika berbicara pengaruh sufi besar Said Nursi terhadap pemikiran Turki Modern, kita tidak bisa mengabaikan Muhammed Fethullah Gulen (27 April 1941).
Ia tidak saja seorang aktivis, penyair, tetapi juga teolog yang mengembangkan perspektif Said Nursi yang menekankan modernisme demokratis. Dari tahun 1959 sampai 1981, Fethullah Gulen berperan sebagai seorang Imam lokal.
Sebagai seorang Imam, tokoh agama, da'i, sekaligus penerus pemikiran Said Nursi. Fethullah Gulen lebih menekankan pada keimanan dan akhlak sebagai basis kritik sosialnya. Ia pun sedikit tidak tertarik pada konflik kepentingan politik dan kursi kekuasaan. Dalam benaknya, ia adalah tokoh yang menolak filsafat politik Islam.
Tujuan utama Fethullah Gulen adalah melakukan advokasi sosial dengan penuh profesionalitas, membimbing kehidupan politik dan individu sekuler dengan ajaran-ajaran agama.
Sejak itulah, ia mendirikan gerakannya sendiri yang disebut “Hizmet.” Dalam bahasa Turki, “Hizmet” berarti “pelayanan.” Artinya, gerakan Gulen adalah pelayanan publik, bukan kepentingan politik kekuasaan.
Baca juga: Dampak Sekularisme Kemalis terhadap Ruang Publik di Turki
Gerakan Hizmet tidak saja disambut hangat oleh masyarakat Turki secara sukarela, melainkan juga mendapat apresiasi dan dukungan dari masyarakat internasional. Tentu saja perkembangan besar tersebut mengkhawatirkan pemerintah. Seluruh sekolah yang didirikan oleh Hizmet, dana usaha, dan apapun yang terkait Hizmet dibubarkan pada tahun 2016.
Seperti pepatah, hanya kejahatan yang takut akan kebaikan. Itu pula yang terjadi. Sebab, gerakan Hizmet ini mengajarkan kesalehan individual, perilaku sosial yang bermoral, pendidikan, kedaulatan sipil, toleransi beragama, dan jaringan sosial. Namun tampak terbuka begitu, sebenarnya gerakan Hizmet juga bisa disebut gerakan bawah tanah.
Buktinya, gerakan Hizmet yang dipimpin oleh Fethullah Gulen mendapatkan dukungan spiritual dari para pemimpin agama, meskipun identitas mereka sengaja dirahasiakan. Sebab, keterlibatan pemimpin agama dalam politik adalah tindakan ilegel di mata hukum negara sekuler Republik Turki. Itulah alasan banyak pengamatan mengatakan Hizmet gerakan rahasia (Maya Arakon, The Ally to Enemy: Gulen Movemen (1), 2018).
Perjalanan gerakan Fethullah Gulen pun tidak mulus. Pada tahun 2003, banyak anggota gerakan Hizmet yang ingin menjadi bagian dari pendukung Partai Keadilan dan Pembangunan (Adalet ve Kalkinma Partisi/AKP) yang dipimpin oleh Erdogan. Di level ini, Erdogan memiliki pandangan berbeda dari Gulen. Jika Gulen memanfaatkan dukungan para pemimpin spiritual secara diam-diam, Erdogan ingin memberdayakan mereka secara terbuka.
Sekalipun Hizmet dan AKP memiliki perbedaan cara pandang, mereka berdua bekerjasama untuk memerangi musuh bersama (common enemy), yaitu Kemalisme yang dibangun oleh Mustafa Kemal Ataturk. Gerakan kerjasama Hizmet dan AKP ini baru hancur pada tahun 2011 sampai 2013, ketika banyak anggota partai penguasa yang terbukti korupsi, setelah dilakukan investigasi menyeluruh.
Jadi, ketidaksukaan Hizmet terhadap anggota AKP yang berkuasa dimulai sejak tahun 2011 ketika penguasa dari AKP terbukti korupsi. Presiden Turki kala itu adalah Abdullah Gül, dari AKP sendiri. Sejak itu, Abdullah Gul dan AKP menuduh gerakan Hizmet yang dipimpin oleh Fethullah Gulen sebagai dalang utama yang mendukung tim penyidik dan para hakim pengadilan. Tujuannya adalah menumbangkan rezim penguasa AKP.
Selain itu, Abdullah Gul dan AKP menuduh Fethullah Gulen bekerjasama dengan CIA (Ahwalnews, CIA Collaborated with Gulen-Lobbyist, 2018). Maka tidak heran, saat Recep Tayyip Erdogan menjadi Presiden menggantikan Abdullah Gul yang sesama politisi AKP, Fethullah Gulen lari ke Amerika Serikat. Mencari suaka atas dirinya.
Tuduhan presiden Racep Tayyip Erdogan di sisi lain memang berasal. Mengingat hasutan demi hasutan kepada faksi-faksi Angkatan Bersenjata Turki, untuk melakukan kudeta tahun 2016, memang dilakukan oleh Para Gulenis (Pengikut Gulen). Jadi, terlepas peran Gulenis di balik kudeta militer 2016 ini adalah benar, yang jelas hubungan AKP dan Hizmet semakin memanas.
Pada tahun 2019, Fethullah Gulen mengatakan, Erdogan menguras reputasi yang telah diperoleh Republik Turki di arena internasional, mendorong Turki ke liga negara-negara yang dikenal menyesakkan kebebasan dan memenjarakan pembangkang demokrasi.
Pihak yang berkuasa yaitu Erdogan mengeksploitasi hubungan diplomatik, memobilisasi personel dan sumber daya pemerintah untuk melecehkan, menghantui, dan menculik sukarelawan gerakan Hizmet di seluruh dunia (Asianews, Fetullah Gülen: Behind the failure of Turkish democracy is the betrayal of Islam, 2019).
Karena Fethullah Gulen sudah tidak lagi di Turki, ia aktif dalam perdebatan tentang masa depan Turki dan Islam di Dunia Modern. Pemikirannya terus mengkritik kebijakan-kebijakan rezim AKP di pemerintah Republik Turki. Walaupun pada awalnya Hizmet dan AKP memiliki musuh bersama, Kemalisme, kini keduanya saling “membunuh”.
Bagi media Barat, Fethullah Gulen adalah seorang Imam Spritual yang mempromosikan Islam Toleran, altruisme, kerja keras, dan pendidikan. Media Barat juga menyebut Gulen sebagai tokoh paling penting abad ini. Walaupun Gulen digambarkan sebagai hero di dunia Barat, ia dicap sebagai teroris di dunia Timur, seperti di Turki, Pakistan, pemerintah-pemerintah negara yang tergabung di Organisasi Kerjasama Islam maupun Dewan Kerjasama Teluk.[]
_*Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.*_