Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Tentang BJ Habibi, Erbakan dan sebuah Diplomasi Persahabatan yang Ideal bagi Dubes Turki
Bj Habibi setelah lama belajar di Jerman pulang ke Indonesia membawa teknologi kedirgantaraan, sedangkan Erbakan membawa teknologi Tengbaja Leopard.
Editor: Husein Sanusi
Tentang BJ Habibi, Erbakan dan sebuah Diplomasi Persahabatan yang Ideal bagi Dubes Turki
Catatan Perjalanan KH. Imam Jazuli, Lc., MA
TRIBUNNEWS.COM - "Indonesia dan Turki punya banyak kemiripan." Begitu Pak Dubes Turki, Dr. Lalu Muhammad Iqbal memulai ceritanya, ketika menemani dinner penulis di wisma Duta Turki bersama istrinya.
"Terutama cerita dua sosok legendaris yang sama-sama menjadi pahlawan bagi bangsanya. Ialah BJ Habibi bagi Indonesia dan Erbakan bagi negara Turki." Lanjutnya. Ia tersenyum dan berhenti sejenak.
"Kyai tahu, dua orang penting ini adalah sahabat dekat?" Saya menggelangkan kepala.
Lalu beliau meneruskan ceritanyan. "Keduanya pernah tinggal satu kamar ketika sama-sama masih menjadi mahasiswa di Jerman, dan kelak menjadi pemimpin di Negerinya masing-masing hampir dalam waktu bersamaan. Erbakan 97 dan BJ Habibi 99. Tidak hanya itu, kemiripannya juga pada rentang waktu memimpinnya, yaitu hanya setahun, tetapi menjadi kenangan yang begitu mendalam bagi rakyatnya." Lanjut Pak Dubes.
Memang selalu asyik, jika mendengar cerita dari orang yang cerdas seperti Pak Dubes. Waktu 4 jam untuk duduk mendengar terasa sebentar saja.
Itu karena cerita yang disampaikan Pak Dubes sarat inspiratif dan mengandung banyak ilmu yang mencerahkan. Apalagi itu disampaikan dengan cara yang super santai, sambil makan bakso dan dinner.
Selama di Ankara, penulis memang tinggal di wisma Dubes Turki, sehingga kami punya kesempatan untuk belajar dan berbincang dalam banyak hal terkait Turki, tokoh-tokohnya dan hubungan Turki dengan dunia Islam dan Eropa.
Singkat cerita, amat menyenangkan dan mencerahkan.
Tidak mengherankan jika Dubes asli Sasak NTB ini punya wawasan keislaman dan keilmuan yang amat luas, terutama dalam bidang politik luar negeri, karena beliau memang santri tulen dan pernah kuliah jurusan Hubungan Internasinal.
Lalu bagaimana profile Pak Dubes Iqbal ini? Beliau adalah alumni Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam di Pabelan, Surakarta.
Pada tahun 1991-1996, ia meneruskan pendidikan tinggi di Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan Jurusan Sejarah Universitas Gajah Mada.
Pada tahun 2002, beliau mendapatkan gelar Master di bidang Hubungan Internasional dari Universitas Indonesia. Tahun 2005, ia mendapatkan gelar Doktor Politik dari University of Bucharest, Rumania.
Keilmuannya yang banyak bersifat teoritis ini disempurnakan melalui pengalamannya di dunia kerja selama menjadi diplomat karir Kementerian Luar Negeri. Ia memulai karir terendah sejak tahun 1998 hingga menjadi salah satu Direktur di Deplu.
Selama menjabat sebagai Direktur Perlindungan WNI dan BHI, beliau telah memimpin penanganan beberapa kasus penting dan peristiwa yang menjadi atensi publik.
Bebarapa diantaranya yang patut disebut adalah evakuasi WNI dari Nepal (2015), evakuasi WNI dari Yaman (2015), evakuasi WNI dari Suriah, pembebasan WNI yang disandera di Filipina (2016 - 2018), pemulangan TKI dari Arab Saudi (2015) dan Malaysia, hingga penanganan kasus pekerja migran Indonesia seperti Walfrida Soik dan Satinah.
Maka benar apa yang pernah dikatakan orang bijak, bahwa kebesaran ketokohan seseorang itu bisa dilihat dari rekam jejaknya ketika masa lalu saat-saat duka lara ketika ia belajar dan awal meniti karir.
Kesimpulan diatas semakin nyata jika kita membaca perjalanan hidup Pak Dubes Iqbal, juga tentu pada riwayat hidup BJ Habibi dan Ebarkan sebagaima yang diceritakan Pak Dubes.
Melaluli cerita Pak Dubes ini, penulis menarik benang merah; barangkali sebuah bangsa, memang ditakdir untuk menyediakan ruang kosong untuk sebuah generasi terbaiknya, seperti kita memandang ke kaki langit yang lapang, tetapi disana menyiapkan kerlip bintang yang begitu indah, jika dipandang dari kejauahan.
Begitu mungkin kita melihat jasa-jasa BJ Habibi dan Erbakan untuk bangsanya. Masih ada yang dikatakan Pak Dubes.
"Bj Habibi setelah lama belajar di Jerman pulang ke Indonesia membawa teknologi kedirgantaraan, sedangkan Erbakan membawa teknologi Tengbaja Leopard." Sesuatu yang menjadi simbol teknologi di zaman modern.
"BJ Habibi meniti karir sebagai Menteri sedangkan Erbakan sebagai legislatif dan mendirikan partai politik hingga keduanya mencapai puncak karir.
"Erbakan perjuangannya secara politik dengan mendirikan partai, termasuk Refah yang saat ini melahirkan partai penguasa AKP sedangkan Habibi merintis ormas ICMI.
"Erbakan melakukan perjuangan islamisasi sebagai perlawanan terhadap sekularisme, sebuah perjuangan ideologis yang antagonis dengan penguasa, dan melahirkan banyak pengikut, --sedangkan BJ Habibi melakukan secara kuktural lewat ICMI.
"Habibi mengirim kadernya ke Jerman dan negara lainnya, Erbakan membangun universutas-universitas di bidang teknologi.
Lebih dari itu, Erbakan dan Habibi telah sama-sama banyak menginisiasi industrialisi di berbagai bidang di negaranya, dan peningkatan teknologi itu diantaranya mereka rilis melalui bidang akademik." Beber Pak Dubes panjang lebar dan bersemangat.
Penulis kira, terkait dengan pengembangan industrialisasi inilah yang menjadi kunci keberhasilan Erbakan ketimbang Habibi.
Ratusan ribu sarjana, master dan doktor jebolan kampus yang dibangun dan dikembangkan Erbakan yaitu Necmettin Erbakan university, Marmara University, Istambul teknology University dll, hari ini berperan penentu atas industrialisasi Turki yang sangat masip dan telah mengubah wajah turki menjadi negara Industri. Ini sebuah Perjuangan akademik yang patut di teladani para politisi di negeri kita tercinta.
Tetapi dalam karir dan pengabdiannya pada negara yang begitu cemerlang pada negara ini apakah sebanding dengan karir politiknya?
Sudah menjadi rahasia umum, ada semacam paradoks. Karena karir politik keduanya hanya seumur jagung dengan perjalanan yang amat pelik.
Barangkali sebuah bangsa, memang membutuhkan bayangan yang bagai hantu tentang dirinya: antara jelas dan tak jelas. Dibalik kisah heroik kepahlawannya dua sosok itu, ada kisah yang mengganjal, yaitu ada ketidak sambungan pertautan dan juga jarak.
Betapa sering kita mendengar kegeniusan BJ Habibi seperti tak mendapat tempat di negeri sendiri, bahkan cenderung seperti dikebiri, hal yang sama terjadi pada Erbakan.
Jika tampak ada yang bertentangan di sini, mungkin itu juga menunjukkan bahwa sebuah bangsa—seperti yang ditulis oleh banyak sejarawan—memang mengandung ketegangan dan keterpautan antara yang asing dan yang tak asing dalam dirinya sendiri. Dan, itu terjadi pada kedua sosok pahlawan itu.
Orang yang pertama kali melihat fenomena itu adalah Benedict Anderson. Dalam Imagined Communities-nya yang terkenal itu, ia menulis: ”Orang-orang besar dan berjasa sering dibenamkan oleh sekolompok orang yang over ego pada kekuasaan. Meski demikian, sosok itu tetap saja luar biasa di mata rakyat. Karena sosok itu sarat dengan anggitan tentang ’kebangsaan’ yang membayang bagai hantu.”
Ungkapan itu ada benarnya, sebab di mata pak Dubes Iqbal, dua sosok itu lebih dari Sang pejuang teknologi, pejuang islam dan demokrasi bangsanya, tapi juga contoh teladan diplomat persaudaraan dari hubungan dua negara yang ideal.
Bayangkan, Kedutaan Indonesia di Ankara Turki punya tanah seluas 1,2 hektar (terluas ke 3 di dunia) itu adalah hadiah dari Ebarkan tahun 96.Demikian pula kedutaan Turki di Rasuna hadiah dari BJ habibi 99. Sebuah persahabatan yang luar biasa indah buat masing-masing bangsanya bukan? Wallahu 'alam bisahwab.
*Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.*