Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Nostalgia Dua Komandan Paspampres: “Separuh Napas” di Bundaran HI
Momen langka itu masih dalam suasana peringatan Hari Bhakti Paspampres ke-77. Paspampres terbentuk 3 Januari 1946.
Editor: Hasanudin Aco
“Suatu ketika beliau mengajak kami berenang. Kami pikir yaaa main air biasa, nggak taunya disuruh renang lima-ratus meter…. Kesempatan lain, beliau mengajak kembali ke kolam renang. Kami sudah siap renang lima-ratus meter, tak taunya disuruh menyelam…,” papar Wahyu sambil tertawa-tawa.
Toh, Wahyu akhirnya menikmati irama tugas komandannya. Ia memuji kehebatan Doni yang tidak pernah menjadikan dirinya sebagai standar bagi anak buahnya.
“Beliau tidak pernah perintah prajuritnya harus seperti dia. Yang penting olahraga,” katanya.
Teladan lain yang ia catat dan tiru adalah soal kesejahteraan prajurit.
“Bukan semata-mata soal materi. Ambil contoh soal cuti. Dulu, tugas di Paspampres jangan mimpi cuti. Tapi beliau memberikan hak cuti kepada prajuritnya. Hanya saja, cuti harus diatur, tidak semau-maunya. Kecuali kalau acara teragenda seperti mau mantu atau nyunatin anak, itu bisa request. Saya merasakan, kebijakan itu sangat membahagiakan prajurit,” tutur pria kelahiran Jakarta, 16 September 1971 itu.
Setahun kemudian, Doni pindah tugas menjadi Danrem Surya Kencana, Bogor. Sementara Wahyu masih bertahan di Paspampres. Ia terbilang “mengakar” di satuan yang memiliki sesanti “Setia Waspada” itu.
Tercatat, ia mengalami lima kepemimpinan Dan Paspampres, mulai dari Mayjen TNI Marciano Norman (2008-2010), Mayjen TNI Waris (2010-2011), Mayjen TNI Agus Sutomo (2011 – 2012), Mayjen TNI Doni Monardo (2012 – 2014), dan Mayjen TNI Andika Perkasa (2014-2016).
Syahdan, Wahyu sedia balik kandang ke Paskhas menjadi Asops. Itu tahun 2014. Tahun di mana Doni Monardo menjabat Komandan Paspampres, sementara Wahyu menjabat Komandan Grup A. Sebelum pindah, Doni Monardo memanggil dan memberi perintah, “Wahyu, kamu jangan pindah dulu. Saya kasih tugas Dan Satgas Presiden,” ujarnya, menirukan perintah komandannya.
Saat itu, masa transisi dari Presiden SBY ke Presiden Joko Widodo. Penugasan itulah yang menurutnya dinilai sebagai “jalan lurus” menuju karier selanjutnya, hingga akhirnya dipercaya menjadi Komandan Pasukan Baret Biru Muda, penjaga simbol negara.
Melukiskan penugasan itu, Wahyu menyebutnya sebagai tugas berat. Di satu sisi, ia harus menjalankan tugas dengan sempurna di lingkungan presiden terpilih yang baru.
Paham situasi yang dihadapi anak buahnya, sigap Doni mencarikan solusi. Atas bantuan teman, Wahyu dan anggota Satgas bisa tinggal di sebuah rumah di kawasan Menteng, tidak jauh dari rumah dinas Gubernur DKI Jakarta. Sebab, ketika itu, Joko Widodo masih tinggal di rumah dinas gubernur.
“Dengan begitu, pergerakan kami menjadi lebih cepat, jika dibandingkan kami harus berangkat dari Tanah Abang II, markas Paspampres,” tambahnya.
Basah Keringat
Moment terpenting di pengujung tugas Wahyu sebagai Dan Satgas Presiden waktu itu adalah kirab usai prosesi pelantikan presiden di Gedung DPR-MPR RI Senayan menuju Istana Negara. Hari itu, Senin tanggal 20 Oktober 2014 pagi.