Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Nostalgia Dua Komandan Paspampres: “Separuh Napas” di Bundaran HI
Momen langka itu masih dalam suasana peringatan Hari Bhakti Paspampres ke-77. Paspampres terbentuk 3 Januari 1946.
Editor: Hasanudin Aco
Tak lama kemudian, Doni Monardo pun sertijab Dan Paspampres kepada penggantinya Mayjen TNI Andika Perkasa. Selanjutnya, Doni mengemban tugas sebagai Danjen Kopassus. Sekalipun begitu, komunikasi antara Doni dan Wahyu tak pernah putus.
“Beliau orang pertama yang menelepon dan mengucapkan selamat ketika saya dilantik menjadi Dan Paspampres, 27 Juni 2022. Menjelang KTT G-20 di Bali beberapa waktu lalu, pak Doni juga telepon saya, memberi saran-arahan terkait pengamanan 43 kepala negara. Beliau sangat care dengan Paspampres,” ujarnya.
Ia pun terkenang, saat di Paspampres dulu, ditugasi Doni Monardo untuk menanam ribuan pohon trembesi di sekitar bendungan Katulampa, Bogor. Juga area di dekat Jungle Land. “Kemarin saya lihat, pohonnya sudah tinggi-tinggi,” katanya, mantap.
Termasuk di lingkungan Markas Komando Paspampres di Jl. Tanah Abang II, Jakarta Pusat. “Banyak sekali pohon peninggalan beliau di sini. Dan semua anggota paham, jangan sekali-kali merusak pohon. Bahkan kalau mau nebang, seperti ada peraturan tak tertulis, harus minta izin dulu ke pak Doni,” katanya.
Kenangan Korea
Kesaksian Wadan Paspampres, Brigjen TNI (Mar) Oni Junianto tak kalah menarik. Ia ternyata sudah merasakan gemblengan Doni Monardo sejak tahun 2004, saat Doni menjabat Waasops Dan Paspampres (2004 – 2006). “Waktu itu beliau pangkat letkol saya kapten,” ujar Oni membuka kisah.
Saat itu, ia merasakan perubahan mendasar di tubuh Paspampres. Doni meletakkan dasar profesionalisme pada prajurit pengamanan presiden. Intensitas latihan ditingkatkan. Perlengkapan pun di-up-grade.
Tiba satu masa, Paspampres menyiapkan satu tim untuk mengikuti Pendidikan di Pasukan Khusus Korea Selatan, yang disebut Satuan 707. Semacam Satgultor (satuan penanggulangan teroris) kalau di Kopassus.
Jumlah pasukan Paspampres yang diberangkatkan ke Korea tercatat 15 orang. Doni Monardo paling senior. “Yang saya kagumi, beliau istilahnya tidak ‘mantul’ alias makan tulang, enak-enakan karena paling senior. Tidak. Pak Doni mengikuti semua tahapan latihan bersama kami. Betul-betul totalitas,” kenang lelaki kelahiran Pekalongan, Juni 1974 itu.
Sebelum latihan, Oni merasakan pelatih satuan 707 Korea sedikit under-estimated. Akan tetapi, Doni Monardo mengatakan, bahwa pasukan yang ia bawa berada pada level 8. Pelatih Korea sempat kaget dengan statement Doni yang diucapkan dengan sangat percaya diri.
Faktanya, semua prajurit Paspampres yang berlatih di sana, bisa mengikuti semua tahapan latihan. Latihan menembak, mampu. Kesamaptaan, tidak kalah. Fisik, prima. Sejak itu, pelatih Korea mulai percaya dan respek.
Istri Hamil Tua
Hal yang tak mungkin ia lupakan seumur hidup, adalah perhatian Doni Monardo terhadap hal-hal yang sangat pribadi dan bersifat humanis.
Tersebutlah, saat berangkat ke Korea, Oni meninggalkan istri yang sedang hamil anak pertama. Usia kandungan sudah lebih 8 bulan lebih. Artinya, bisa kapan saja istrinya melahirkan.
Suatu hari Doni mendatangi Oni dan bertanya, “Oni, saya perhatikan kamu seperti ada beban. Ada apa? Bicara saja,” begitu Doni menyapa Oni. Awalnya Oni menutupi, dan menjawab semua baik-baik saja.
Untungnya Doni tidak percaya begitu saja. Setelah dicecar, barulah Oni menceritakan ihwal istrinya yang tengah hamil tua. Setelah tahu, Doni langsung meminjamkan telepon seluler, yang ketika itu masih relative langka. “Problemnya adalah tempat latihan kami sangat terpencil, sehingga harus bersusah payah mencari signal,” kenangnya.
Ia masih ingat betul pesan Doni Monardo. “Kamu harus telepon istrimu. Tenangkan dia. Lalu telepon keluarga, titipkan kepada mereka untuk ikut menjaga. Kamu harus tenang dan fokus.”
Yang tak pernah Oni bayangkan, ihwal kehamilan istrinya menjadi perhatian sehari-hari. Hampir setiap hari Doni meminjamkan telepon selulernya agar ia bisa menghubungi istri dan keluarganya di Jakarta.
Sekitar tiga minggu latihan di Korea, berhasil dilalui dengan baik. Rombongan Paspampres kembali ke Tanah Air. Tak lama setelah tiba di Indonesia, anak pertama Oni pun lahir. Komentar Doni Monardo ketika itu, “Rupanya anakmu memang menunggu kamu untuk lahir.”
Pelukan Doni
“Pak Doni terkenal keras, galak. Tapi sekeras dan segalak-galaknya pak Doni, bukan marah yang mengada-ada. Selalu ada dasar. Setelah marah, diberi tahu salahnya di mana dan bagaimana seharusnya. Beliau memberi solusi sekaligus keteladanan. Terus terang, pola kepemimpinan pak Doni yang sampai sekarang menjadi mindset saya,” katanya.
Selama berinteraksi dengan Doni Monardo, Oni mengaku tidak pernah dimarahi. Sampai suatu ketika, Oni sempat bertanya, “Kenapa komandan tidak pernah memarahi saya.” Doni tersenyum, dan menjawab, “Ya itu artinya saya tidak pernah menemukan kesalahan yang kamu perbuat.”
Banyak hal yang ia petik dari pola kepemimpinan Doni Monardo. Sama seperti halnya Wahyu Hidayat, Dan Paspampres yang berasal dari Paskhas, yang menerapkan kepemimpinan ala Doni Monardo di satuan elit TNI-AU.
Oni pun demikian. Saat ia kembali ke satuan Marinir TNI-AL, ia pun mewariskan pola kepemimpinan ala Doni Monardo kepada para prajurit yang dipimpinnya.
Ia menekankan ihwal asas profesionalitas Doni Monardo, tanpa tendensi lain. Itu yang selalu Doni Monardo doktrinkan kepada pasukannya.
“Tidak heran, jika personality beliau bisa diterima di semua kalangan. Beliau benar-benar professional, tanpa tendensi apa pun. Memberikan kemampuan terbaik di setiap penugasan. Itu saja,” kata Oni pula.
Oni juga menilai Doni Monardo sebagai sosok yang konsisten.
Doktrin lain yang Oni dapat dari Doni Monardo adalah, “Jangan sekali-kali mengambil atau memotong hak anggota. Dalam memimpin dan memberi tugas, pertimbangkan keluarganya, perut jangan sampai kosong. Ketika satuan tugas bergerak di depan, yang di belakang harus menyiapkan dukungan, jangan santai,” ujar lulusan AAL 1995 itu.
Pelajaran Trembesi
Seperti halnya Wahyu dan kebanyakan orang tahu, maka Oni Junianto pun paham ihwal kegetolan Doni Monardo menanam pohon. “Ketika kembali ke Marinir, saya juga sempat meminta pohon trembesi untuk menghijaukan Bumi Marinir Cilandak,” katanya.
Sampai hari ini pun, Oni termasuk “ketularan” getol menanam pohon. Sampai-sampai di kampungnya, di Bogor, ia gerakkan masyarakat untuk menanam pohon dan sebisa mungkin tidak menebang pohon. “Pak lurah pun saya kasih bibit pohon,” kata Oni sambil tertawa.
Warisan Grup D
Di mana pun bertugas, Doni Monardo meninggalkan jejak yang harum. Warisan Doni Monardo di Paspampres bukan saja profesionalisme pasukan Paspampres, tetapi juga restrukturisasi Paspampres.
Lahirnya Grup D, melengkapi tiga Grup yang ada sebelumnya, A (presiden), B (wakil presiden), dan C (tamu negara setingkat kepala negara).
Grup D Paspampres memiliki tugas melaksanakan pengamanan fisik jarak dekat terhadap mantan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya. “Beliau mengusulkan Grup D itu setelah melalui riset dan kajian mendalam. Termasuk mendatangi para narapidana teroris,” ujarnya.
Oni pun dipanggil Doni Monardo untuk urusan Grup D yang baru dibentuk itu. Dikatakan, anggota Grup D kurang bersemangat. Ada kesan “pasukan buangan”. Oni diminta secara khusus untuk membenahi mental pasukan Grup D.
“Akhirnya, yang semula saya diplot menjadi Wadan Grup A, menjadi Wadan Grup D. Dan saya laksanakan tugas pak Doni sampai akhirnya pasukan Grup D kembali bersemangat dan tidak ada lagi stigma ‘buangan’,” katanya.
* Penulis: Egy Massadiah