Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Erick Thohir, Salam Khas NU, dan Manajemen Kaderisasi

Salam penutup ini bisa viral hari ini merupakan berkah. Karena kita bisa kembali belajar sejarah bagaimana proses kreatif penciptaannya.

Editor: Husein Sanusi
zoom-in Erick Thohir, Salam Khas NU, dan Manajemen Kaderisasi
Istimewa
KH. Imam Jazuli, Lc. MA, alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015. 

Erick Thohir, Salam Khas NU, dan Manajemen Kaderisasi

Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc. MA.*

TRIBUNNEWS.COM - Perayaan Satu Abad Nahdlatul Ulama (NU) berjalan lancar. Walaupun begitu, menyisakan satu wacana kontroversial. Salah satunya kasus Menteri BUMN Erick Thohir yang sedikit melakukan kesalahan dalamm mengucapkan salam penutup khas NU.

Saat itu, salam penutup yang diucapan Erick Thohir adalah "Walla muaffiq ila wamin thoriq". Seharusnya, ucapan salam penutup tersebut berbunyi: "Wallahul muwaffiq ila aqwamit thoriq" (Allah Yang Maha Memberi Bimbingan ke Jalan Terlurus).

Salam penutup ini bisa viral hari ini merupakan berkah. Karena kita bisa kembali belajar sejarah bagaimana proses kreatif penciptaannya, relasi interterks karya ulama NU tersebut dengan naskah-naskah yang sudah ada sebelumnya atau yang sezaman dengannya. Oleh sebab viral, kita diajak untuk belajar kembali.

Salam penutup khas NU tersebut diciptakan oleh KH. Ahmad Abdul Hamid (1915-1998) dari Kendal, Jawa Tengah.

Sebelum menciptakan Wallahul Muwaffiq ila Aqwamit Thoriq, Kyai Ahmad Abdul Hamid telah menciptakan salam penutup berbunyi: “Wabillahit tawfiq wal hidayah” (Allah Pemberi Bimbingan dan Hidayah).

Berita Rekomendasi

Sebenarnya, terminologi "wallahul muwaffiq ila aqwamit thoriq" tidak saja populer di bumi Nusantara. Ulama-ulama Timur Tengah juga sering menggunakannya. Sebut saja Abul Futuh Abdullah bin Abdul Qadir at-Talidi (1926-2017), seorang ulama dari Maroko yang sezaman dengan Kyai Ahmad Abdul Hamid.

Dalam kitabnya Abul Futuh at-Talidi menulis "Wallahul muwaffiq al-Hadi ila aqwamit thoriq" (Thoriq al-Jannah, 2010: 97). Artinya, Allah Yang Maha Memberi Bimbingan Membimbing ke Jalan Terlurus. Walaupun ada tambahan kata “al-Hadi”, andaikan kata tersebut dibuang, maka struktur kalimatnya sama dengan karya Kyai Ahmad Abdul Hamid.

Begitu pula, kita bisa melacak lebih jauh asal-muasal ucapan salam penutup khas NU tersebut, yang sejatinya sudah populer sejak abad 12 Masehi. Kita bisa menyebut sebuah kitab berjudul Al-Abathil wa al-Manakir wa al-Shahhah wa al-Masyahir karya Abu Abdullah al-Husain bin Ja'far al-Jurqani al-Hamadani (w. 1148), seorang ulama dari Irak.

Dalam kitabnya tersebut, al-Jurqani al-Hamadani menulis kalimat yang hampir sama dengan karya Abul Futuh at-Talidi. Hanya saja, al-Hamadani menambahkan satu kata sambung “Waw (dan)”, sebagai berikut: “Wallahul Muwaffiq wal Hadi ila Aqwamit Thoriq”. Artinya, Allah Yang Maha Memberi Bimbingan Lagi Maha Membimbing ke Jalan Terlurus.

Dengan latar belakang semacam itu, kita bisa menilai betapa luas khazanah intelektual Kyai Ahmad Abdul Hamid, sehingga mampu menciptakan satu karya yang berkualitas global. Bukan saja mengabadikan khazanah yang tercipta di masa lampau tetapi juga dilanjutkan oleh generasi berikutnya.

Di masa-masa mendatang, kita butuh lahirnya figur seperti Kyai Ahmad Abdul Hamid, yang tidak saja mengusai literatur klasik tetapi juga mampu mengkontekstualisasikannya sesuai spirit dan kebutuhan zaman.

Sangatlah penting terminologi-terminologi turots kita tampil kembali ke publik dan tidak tenggelam dalam rak-rak perpustakaan pesantren.

Penguasaan literasi yang kuat dan mendalam memang menjadi ciri khas para alim ulama, kyai dan santri Nahdliyyin. Kita sabagai santri sekaligus warga Nahdliyyin harus memikul tanggung jawab moril sekaligus intelektual untuk terus melestarikan tradisi intelektual yang sudah mengakar dalam sejarah dan terus berkembang searus zaman.

Peristiwa salah ucap oleh Menteri BUMN yang sekaligus kader terbaik Banser tersebut adalah contoh betapa sulitnya menguasai tradisi kaum Nahdliyyin, terlebih oleh mereka yang baru menjadi warga Nahdliyyin dan tidak terbiasa dengan tradisi Nahdliyyin.

Namun begitu, kita tetap perlu mengapresiasi Erick Thohir sebagai santri Nahdliyyin berani menampilkan simbol-simbol Nahdliyyin di depan publik. Kesalahan kecil tidak bisa mengalahkan kontribusi besar Erick Thohir kepada warga Nahdiyyin yang besar. Bisa dikatakan, Erick adalah kader Nahdliyyin yang layak memimpin masa depan Indonesia.

Hanya saja, kesalahan sekecil apapun juga kurang layak apabila itu dilakukan oleh tokoh besar dan ormas besar seperti NU. Hemat penulis, ada satu manajemen kaderisasi yang kurang matang di dalam tubuh NU. Idealnya, Erick Thohir dipersiapkan secara matang sebelum tampil ke publik sehingga bisa meminimalisir kesalahan sekecil apapun.

Dengan begitu, tidak salah apabila sekiranya Erick Thohir mendapatkan pendampingan secara khusus dari tim internal NU. Sehingga proses kaderisasi terhadap Erick Thohir menjadi matang, dan pada setiap kegiatan NU bisa tambil dengan simbol-simbol NU yang substansial. Karena bagaimana pun, Erick Thohir adalah mutiara bagi warga Nahdliyyin sekalipun masih belum diasah sampai mengkilap sehingga harus melakukan kesalahan kecil.

*Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.*_

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas