Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
'Trias Politica', Modal Besar Mahfud MD Jika Ingin Maju Sebagai Calon Wakil Presiden
Mahfud MD adalah salah satu orang yang dalam sejarah hidupnya pernah menduduki tiga cabang kekuasaan Trias politica.
Editor: Malvyandie Haryadi
Oleh: Gugun El Guyanie
Sekretaris Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
TRIBUNNERS - Beberapa tokoh mulai berbicara mengenai peluang Mahfud MD (Menkopulhukam ) sebagai cawapres 2024.
Mahfud MD adalah salah satu orang yang dalam sejarah hidupnya pernah menduduki tiga cabang kekuasaan Trias politica.
Itu menjadi modal dan bekal berharga untuk memimpin republik.
Mahfud pernah jadi menteri di era Gusdur dan era Jokowi, kursi eksekutif.
Pernah menjabat puncak kekuasaan kehakiman sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, cabang yudikatif.
Pernah jadi anggota DPR RI 2004 - 2009, di legislatif.
Pada akhirnya 2008 berhasil menjadi hakim MK usulan DPR RI.
Figur seperti Mahfud MD yang punya integritas, sangat berpeluang untuk diajukan oleh koalisi manapun.
Punya pengalaman di tiga cabang Trias politika, punya komitmen antikorupsi. Bahkan punya pengalaman hidup di dua alam: alam politisi dan alam akademisi.
Baca juga: Masih Tawarkan AHY, Demokrat Tolak Wacana Duet Anies Baswedan dan Mahfud MD di Pilpres 2024
Kita butuh figur capres atau cawapres yang selama ini kosong: yakni komitmen penegakan hukum, anti korupsi, dan pembenahan hukum dan politik.
Selama ini kan tidak ada presiden dan wakil presiden yang punya visi jelas soal pembenahan hukum yang sangat lemah.
Tapi Mahfud MD juga harus melihat koalisi mana yang akan melamar.
Tidak asal menerima lamaran dari koalisi parpol yang justru tidak punya visi pembenahan hukum, penegakan hukum dan anti korupsi.
Melihat peta koalisi yang sedang berjalan dinamis, sebagian koalisi masih sangat pragmatis. Ketua2 parpol koalisi bernafsu mengajukan bos partainya menjadi cawapres.
Bahkan terkesan memaksakan, tanpa melihat visi, elektabilitas, dan kematangan politik dan kepemimpinan.
Koalisi pragmatis dan oportunis ini berpotensi memperlemah sistem presidensialisme. Padahal kita mau memperkuat presidentialism system.
Kita memang butuh cawapres yang tidak sekedar ban serep, tidak punya peran strategis.
Seharusnya cawapres bukan hanya pendamping, tapi menutup ruang kosong presiden yang masih bolong-bolong.
Mahfud MD bisa di-positioning-kan disitu. Ketika di MK juga kelihatan prestasinya mengangkat kepercayaan rakyat kepada lembaga baru penegak konstitusi.
Ketika di Kemenkopukhukam juga bisa dilihat bagaimana visinya untuk pemberantasan korupsi.