Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Aborsi Adalah Pembunuhan Berencana, Pelakunya Layak Dihukum Mati
Apa susahnya bagi polisi untuk men-juncto-kan pasal aborsi dengan pasal pembunuhan berencana?
Editor: Malvyandie Haryadi
![Aborsi Adalah Pembunuhan Berencana, Pelakunya Layak Dihukum Mati](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/ilustrasi-pembunuhan-9921.jpg)
Oleh: Reza Indragiri Amriel
Konsultan, Lentera Anak Foundation
TRIBUNNERS - Di Bali, polisi membongkar dokter gigi gadungan yang melakukan praktik aborsi terhadap ribuan janin.
Menyusul, di Jakarta Timur, praktik jahat serupa baru saja terungkap.
Sayangnya, kasus aborsi sekaligus memperlihatkan wajah diskriminatif hukum positif kita.
Ketika anak yang telah dilahirkan dijadikan sebagai sasaran kekerasan sehingga meninggal dunia, pelaku diancam pidana maksimal 15 tahun.
Tapi terhadap anak yang dibunuh sebelum dilahirkan, berarti aborsi, hukuman maksimal bagi pelaku cuma 10 tahun. Seolah anak yang belum dilahirkan punya kasta lebih rendah.
Padahal, dipastikan tidak ada satu pasal pun dalam UU Perlindungan Anak yang membeda-bedakan antara anak yang belum dan anak yang sudah dilahirkan.
Satu hal lagi, ketika predator seksual memangsa beberapa anak, si pelaku bisa dijatuhi hukuman seumur hidup atau pun hukuman mati.
Tapi pelaku yang mengaborsi banyak anak, hukumannya tetap maksimal 10 tahun.
Sudah saatnya polisi melakukan terobosan hukum.
Pelaku aborsi tidak mungkin berpikir sekonyong-konyong ingin mengaborsi.
Proses berpikir mereka pasti seperti pelaku kejahatan berencana.
Targetnya sudah ditentukan, insentif atau manfaatnya sudah ditimbang-timbang, sumber dayanya sudah dipilih, dan risikonya pun sudah diantisipasi.
Jadi, apa susahnya bagi polisi untuk men-juncto-kan pasal aborsi dengan pasal pembunuhan berencana.
Pembunuh berseri berencana! Toh pada kasus pembunuhan anak yang notabene sudah dilahirkan, polisi juga sudah pernah menggandengkannya dengan pasal pembunuhan berencana.
Dengan konstruksi hukum sedemikian rupa, pelaku aborsi layak dijatuhi hukuman mati!
Polisi pasti pontang-panting mengatasi praktik-praktik aborsi ilegal.
Karena itu, hulunya juga harus dikelola maksimal. Berdasarkan data BKKBN tahun 2010, 51 persen remaja sudah melakukan seks di luar nikah.
Disurvei lagi pada tahun 2021, anak yang sudah melakukan hubungan seks pada usia 11-14 tahun mencapai enam persen.
Sedangkan pada usia 15-19 tahun, 74 persen laki-laki dan 59 persen perempuan mengaku sudah pernah melakukan hal tersebut.
Situasi yang semakin parah itu sayangnya tidak dianggap sebagai persoalan sepanjang dilakukan dalam kemasan seks aman.
Coba tanya Komnas Perempuan. Ketika bicara tentang seks aman, Komnas Perempuan seperti latah saja.
Seks aman ditandai oleh tanpa penyakit seksual menular, tanpa kehamilan yang tidak dikehendaki, serta tidak disertai paksaan dan kekerasan.
Tidak disinggung sama sekali ihwal perkawinan sebagai syarat mutlak legalitas seks.
Jadi memang aneh; pemerintah dan Komnas Perempuan menggebu-gebu berkampanye agar anak tidak menikah usia belia, tapi tak tampak ghirah yang sama untuk menekan kasus-kasus seks di luar nikah.
![Baca WhatsApp Tribunnews](https://asset-1.tstatic.net/img/wa_channel.png)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.