Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Mengapa Negara Di Dunia Harus Mengontrol Jumlah Emisi Karbon Yang Dihasilkan?
Yuriadi Kusuma menjelaskan bahwa gas Rumah Kaca itu dianggap sebagai penyebab perubahan iklim, antara lain musim kering makin panjang dan curah hujan.
Editor: Toni Bramantoro
ELANG PERKASA CERTIFICATION (EPCS) akan menyelenggarakan Pelatihan Inventarisasi, Kuatifikasi, dan Pelaporan Emisi Serta Serapan Gas Rumah Kaca (GRK) Berbasis ISO 14064:2018 di Jakarta, 30-31 Mei dengan menampilkan Yuriadi Kusuma sebagai Trainer for Energy Audit and Managements dan nara sumber.
Pelatihan dapat diikuti secara offline dan online, sehingga dapat menjangkau peserta dari berbagai daerah.
Salah satu hal yang dibahas adalah tentang data inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) yang digunakan untuk menghitung emisi GRK dalam rangka mendukung Pemerintah Indonesia menjalankan komitmen penurunan emisi GRK.
Yuriadi Kusuma menjelaskan bahwa gas Rumah Kaca itu dianggap sebagai penyebab perubahan iklim, antara lain musim kering makin panjang dan curah hujan tinggi. Musim kering panjang itu dapat memicu kebakaran hutan.
Oleh karena itu mulai dari internasional melalui PBB sampai negara harus menghitung GRK yang mereka hasilkan. Indonesia wajib melaporkan dua tahun sekali ke internasional dan laporan itu berdasarkan data dari para pelaku industri.
Bagaimana cara menghitungnya akan dibahas di pelatihan ini. Mulai dari mahasiswa sampai pelaku industri bisa ikut dalam pelatihan ini.
Pemerintah Indonesia sebelumnya telah menyatakan berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK sebesar 31,89 persen pada tahun 2030.
Semua masyarakat dapat berkontribusi dalam upaya mendukung pencapaian target sendiri. Tidak hanya menjadi kewajiban bagi industri-industri yang merupakan penghasil emisi GRK terbesar.
Diharapkan dengan memahami topik ini para peserta tidak hanya paham cara perhitungannya, tapi juga memahami peraturan yang berkaitan yang berlaku di Indonesia dan internasional.
Dengan demikian masing-masing dapat ikut berperan dalam mengurangi GRK dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga lingkungan kita lebih terjaga dan kualitas hidup manusia menjadi lebih baik.
Tidak semua industri penjadi penghasil emisi, tapi juga ada yang menjadi penyerap. Misalnya lapangan-lapangan golf dan kawasan wisata alam yang ada di tengah kota bisa saja menjadi penyerap.
Hal itu tentu harus dibuktikan dengan penghitungan yang tepat. Industri yang berpotensi besar menjadi emiter (penghasil emisi) antara lain adalah pabrik semen, besi baja, keramik, gelas, makanan dan minuman, pupuk, serta kimia.
Pemerintah Indonesia rencananya akan menerapkan pajak karbon mulai tahun 2025. Pajak karbon diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan.
“Pelatihan ini diselenggarakan sebagai upaya mendukung pemerintah untuk menurunkan emisi GRK. Diharapkan semakin banyak masyarakat, dari usia muda sampai senior memahami masalah GRK sehingga pada akhirnya ikut menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Pelatihan menurut Herliana Dewi, Direktur Utama Elang Perkasa Asia yang merupakan perusahaan yang membawahi EPCS, dilakukan secara offline dan online. Untuk para mahasiswa bisa ikut serta dengan harga khusus. Pendaftaran dapat dilakukan melalui call center nomor 082188994090.
Pelatihan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengapa seluruh negara di dunia harus mengontrol jumlah emisi karbon yang dihasilkan dan mengurangi dampak GRK secara signifikan.