Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Spiritualitas Kemanusiaan Bung Karno
Bung Karno secara konseptual meramu gagasan Indonesia merdeka dengan sangat baik melalui perjuangan mengorganisasi rakyat
Editor: Eko Sutriyanto
Oleh : Benny Sabdo *)
JAKARTA - Jumat dini hari kemarin Jakarta diguyur hujan lebat, hingga sore hari. Hujan di tengah musim kemarau ini mengingatkan kita akan puisi “Hujan Bulan Juni” karya penyair legendaris Sapardi Djoko Damono.
Namun bagi pengikut Soekarno bulan Juni adalah Bulan Bung Karno. Bung Karno lahir pada 6 Juni 1901, Bung Karno mencetuskan Pancasila pada 1 Juni 1945 dan Bung Karno wafat pada 21 Juni 1970.
Andaikata Bung Karno masih hidup tahun ini telah berusia 122 tahun. Untuk mengenang api perjuangan Bung Karno, izinkan saya menulis serial esai, sebuah gagasan subjektif-personal tentang sosok Bung Karno.
Bung Karno adalah Bapak Bangsa bagi seluruh warga negara Indonesia. Kita semua tanpa terkecuali, khususnya generasi muda dituntut untuk menjalankan ide, pemikiran, cita-cita dan perjuangan Bung Karno di masa kini. Bung Karno, sosok yang memandang bangsanya, dan bahkan dunia secara optimistis.
Sikap optimistis ini penting bagi karakter seorang pemimpin. Hal ini terbukti Bung Karno dapat membawa bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.
Bung Karno secara konseptual meramu gagasan Indonesia merdeka dengan sangat baik melalui perjuangan mengorganisasi rakyat.
Gagasan itu diimplementasikan dengan membentuk Perserikatan Nasional Indonesia, pada 4 Juli 1927 di Bandung.
Baca juga: Jokowi Bertemu Puan Maharani di Istana, Bahas Soal Politik Hingga Puncak Acara Bulan Bung Karno
Pada kongres pertama di Surabaya, 27 Mei 1928 perserikatan itu berganti nama menjadi Partai Nasional Indonesia. Azas perjuangan Bung Karno menempatkan perjuangan rakyat tertindas, kaum Marhaen, melawan tata pergaulan yang menghisap, yang menciptakan kemelaratan, kebodohan serta ketidakadilan.
Bung Karno menggerakkan seluruh kekuatan kolektif untuk mendidik rakyat, membangun kesadaran rakyat dan juga meletakkan azas, strategi dan taktik perjuangan bagi kemerdekaan Indonesia.
Membaca tulisan-tulisan Bung Karno yang tersebar di berbagai media.
Saya menilai Bung Karno adalah penulis yang sangat cermat dalam berbahasa, memilih kata serta ungkapan.
Tulisan-tulisannya juga memiliki corak mutu khusus, fokus pada apa yang menjadi tantangan bangsa Indonesia, cita-cita etis kehidupan bersama paling mendasar tentang kemanusiaan, kebebasan, keadilan dan kekuasaan.
Artikel kolom opini Bung Karno di Pandji Islam bertajuk “Der Untergang Des Abendlandes”. Ia mengajukan rumusan pertanyaan; “Djatuhnya Negeri Eropah?”. Kolom opini Bung Karno sepanjang tujuh halaman ini ditulis pada tahun 1940, dan diterbitkan dalam bentuk buku bertajuk “Dibawah Bendera Revolusi Jilid I”, 1963: 475-481.