Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners

Tribunners / Citizen Journalism

Gekeng Deran, Terobosan Emas di Semesta Kesulitan

Dengan hamparan potensi lahan seluas 200 hektar, Gekeng Deran menyimpan kekuatan besar untuk melejit pada saat yang tepat.

Editor: Adi Suhendi
zoom-in Gekeng Deran, Terobosan Emas di Semesta Kesulitan
Istimewa
Anton Doni Dihen di Gekeng Deran. Gekeng Deran menyimpan kekuatan besar untuk melejit pada saat yang tepat. 

Oleh Anton Doni Dihen

TRIBUNNEWS.COM - Dengan hamparan potensi lahan seluas 200 hektar, Gekeng Deran menyimpan kekuatan besar untuk melejit pada saat yang tepat.

Kapan saat yang tepat? Jalan pikiran umum mengatakan, menunggu kesiapan infrastruktur. Menunggu jalan yang lebih baik agar transportasi ke pelabuhan antar pulau dapat berjalan baik.




Menunggu jalan usaha tani, agar akses dari permukiman dan jalan raya ke lokasi kebun dapat lebih mudah, dan pengangkutan hasil dapat dilakukan dengan baik.

Menunggu infrastruktur air dan irigasi, agar potensi produksi dapat dioptimalkan.

Tapi tidak demikian dengan figur kepala desa seorang Fidelis Tukan.

Berbekal tekad membangun kampungnya, yang ditanamkannya jauh sebelum menjadi kepala desa seiring mimpinya menjadi kepala desa, dia mengambil langkah cepat.

Baca juga: Dorong Kesejahteraan Masyarakat Desa, Industri Semen Libatkan BUMDes dalam Rantai Pasok

BERITA TERKAIT

Dengan modal sisa anggaran APBDes 2021 dan dana desa porsi ketahanan pangan 2022, dia mulai membuka lahan pertanian 60 hektar.

Kerja kebut pengerjaan lahan dilakukan sampai Desember 2022, dan penanaman baru dilakukan Bulan Desember setelah Natal.

Tentu ada sejumlah pekerjaan teknis dan non teknis yang dilakukan untuk itu.

Terutama adalah menangani status kepemilikan lahan pertanian.

Tanah milik suku Ama Tukan dan sudah digarap beberapa generasi orang perorang di desa kemudian dikonsolidasikan.

Baca juga: Bersiap Maju, BUMDes Wadas Purworejo Studi Banding Persiapan Pasca Penambangan

Sosialisasi dalam berbagai forum, baik dalam forum resmi desa dan terutama forum epu rebun informal di berbagai kesempatan, kemudian berujung kontrak kerja sama.

Penguasa ulayat suku Ama Tukan dan para penggarap kemudian menyerahkan lahan sejumlah 60 hektar kepala Desa untuk dikelola Pemerintah Desa selama 4 tahun.

Tentu dapat diperpanjang setelah itu.

Hal menarik dari kontrak kerja sama ini adalah bahwa pemilik ulayat dan para penggarap sebelumnya tidak mendapat bagian apa-apa dari penyerahan tanah selama masa kontrak 4 tahun ini.

Baca juga: Jokowi: Pentingnya Melibatkan BUMDes untuk Transformasi Ekonomi

Mereka ikhlas, tidak ada uang siri pinang, juga tidak ada porsi bagi hasil. Semuanya diikhlaskan.

Tanah seluas 60 hektar tersebut kemudian ditawarkan kepada 79 petani aktif yang ada di desa tersebut.

Hasilnya, ada 42 petani yang menyatakan niat untuk mengelola kebun dalam pengorganisasian dan pengelolaan yang sepenuhnya ditangani Pemerintah Desa.

Alhasil, setelah penebasan, penataan lahan (tanpa pembajakan), input-input pengetahuan tentang pola tanam (antar baris 40 cm dan 70 cm), pembukaan baris, penanaman, penyiangan, perlakuan pupuk yang terbatas, dan pada akhirnya pemanenan, mereka boleh menorehkan prestasi yang membanggakan.

Mereka akhirnya bisa menghasilkan 200 ton jagung pipilan kering yang sudah dijual ke Pokphand (PT Charoen Pokphand Indonesia), perusahaan pakan ternak terbesar di Indonesia.

Hasil dengan rata-rata 3 ton per hektar tentu bukan hasil yang maksimal.

Tetapi hasil itu tentu sudah sangat mendongkrak penghasilan petani dan pendapatan desa.

Dengan harga jual di tingkat petani sebesar Rp 4.400, seorang petani yang mengola 1 hektar lahan dapat memperoleh hasil lumayan.

Tiga ton dikalikan Rp 4.400, sama dengan Rp. 13.200.000. Penghasilan itu diperoleh dari biaya produksi yang sangat minimal, yakni tenaga kerja dan sedikit pupuk.

Sementara, Pemerintah Desa dan BUMDes yang menangani pemasaran, boleh mendapat margin Rp. 400 per kilogram dari penjualan beras pipilan kering ke Pokphand.

Margin tersebut diperoleh dari selisih harga penjualan di pabrik Pokphand Surabaya (Rp. 5.400 di hari kontrak penjualan) dan harga di tingkat petani (Rp 4.400) setelah dikurangi biaya transportasi dan marketing yang mencapai Rp 600 per kilogram.

Sehingga pendapatan desa di Tahun 2023 dapat menjadi Rp. 80 juta. Itu adalah pendapatan asli desa.

Peluang optimalisasi pendapatan dari usaha tani dan pasca panen ini tentu masih cukup luas.

Melalui pengolahan tanah yang lebih baik, pemupukan yang lebih tepat jenis dan dosis pemupukan, pemilihan benih yang lebih baik, dan waktu tanam yang lebih tepat.

Bahkan, jika infrastruktur air dan irigasi dapat dibangun, maka penanaman sebanyak dua kali dalam setahun dapat dilakukan.

Di alur pasca-panen dan pemasaran, tentu ada banyak ide juga yang dapat digali dan dikembangkan untuk hasil yang lebih baik.

Tapi syukur atas capaian yang ada, dan apresiasi atas langkah terobosan ini menjadi hal yang paling pertama perlu dilakukan dalam menanggapi capaian yang ada.

Beberapa pelajaran tentang kunci sukses dapat ditarik dari fakta kesuksesan Gekeng Deran.

Pertama, kepemimpinan desa yang inovatif, dengan tekad terobosan yang solid. Ini adalah faktor sukses utama kesuksesan pangan Gekeng Deran.

Memulai langkah pertama dengan 60 hektar adalah prestasi yang luar biasa. Ada lompatan teramat besar di sana.

Bahwa sudah banyak orang yang bertani, tentu tidak bisa dipungkiri. Tetapi mengorganisirnya dalam satu sistem kerja yang terpimpin bukan hal mudah. Apalagi membangun kesepakatan dan komitmen penyerahan lahan oleh pemilik ulayat dan penggarap lahan sebelumnya.

Kedua, organisasi produksi. Kepala Desa mengerti bahwa skala usaha menjadi kunci sukses dalam urusan pemasaran.

Karena itu memastikan dan mengorganisir lahan dan sistem kerja di antara banyak orang merupakan kebutuhan dan prasyarat sukses.

Tanpa organisasi produksi dengan skala tertentu yang layak bisnis, sulit memastikan bahwa suatu usaha akan sukses dalam dunia bisnis.

Ketiga, modal sosial. Kekompakan dan gotong royong, yang telah terwariskan dari dulu merupakan modal yang tetap terpelihara baik.

Modal tenaga kerja diperoleh dari kelompok tani yang merupakan bentuk baru dari warisan gotong royong nenek moyang.

Keempat, kearifan lokal terkait sistem penguasaan lahan. Kekuasaan tanah oleh suku, yang terbagi ke para penggarap, ternyata masih terkelola dengan baik.

Ada penghargaan pada suku yang menguasai tanah, dan ada pula kepemimpinan baik yang masih ditunjukkan oleh suku penguasa lahan. Sehingga ketika dibutuhkan untuk kepentingan Lewo yang lebih besar, atau untuk dikelola dengan cara yang lebih baik, maka komunikasi dan kesepakatan dapat dengan mudah dibangun.

Kelima, kearifan lokal PATA KIA. Coba dulu. Suatu modal kearifan inovatif yang sudah ada dalam jiwa sosial Gekeng Deran.

Mereka ternyata suka dan terbuka pada hal-hal baru. Dan mereka juga ternyata nekat-nekatan. Memilih berjuang menjadi sebuah desa adalah cerita tentang tekad baja.

Memilih membangun sekolah sendiri ternyata adalah juga cerita tentang tekad yang kuat. Dan akhirnya ternyata, menorehkan prestasi di bidang ketahanan pangan adalah juga cerita tentang tekad serupa.

Mereka memang harus mempunyai tekad yang kuat. Karena ruang dan semesta kesulitan, karena langgengnya ketidakpedulian dan ketidakadilan, yang melestarikan keterisolasian wilayah mereka.

Apa saja pelajaran kebijakan? Tentu banyak hal yang dapat dielaborasi. Tetapi beberapa pelajaran seharusnya dapat ditarik, terkait kebijakan sistem dukungan infrastruktur ekonomi pertanian, kerja sama Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa dalam dukungan permodalan dan input produksi pertanian, sistem pendampingan dan insentif pendampingan program ketahanan pangan, dan kebijakan sistem dukungan pasca panen dan pemasaran hasil pertanian.

Kebijakan-kebijakan ini mensyaratkan pembuat kebijakan di daerah untuk berpikir out of the box, dan tidak hanya terpaku pada nomenklatur dan pakem kebijakan yang didrop dari atas, yang hanya terpusat pada soal-soal on-farm bibit dan pupuk. Kita membutuhkan kebijakan yang lebih lentur dan bertenaga, sekaligus lebih mencakup (banyak hal), yang padu dengan soal-soal dan kebutuhan nyata di lapangan.

Potensi-potensi besar ketahanan pangan di daerah ini mestinya dapat diidentifikasi. Dan mobilisasi sumber daya untuk kapitalisasi potensi tersebut seharusnya menjadi pilihan kebijakan yang berani diambil.

Potensi besar, berkemungkinan dikuti oleh skala ekonomi yang besar dan kelayakan bisnis yang memadai.

Dan kelayakan bisnis yang memadai mestinya bisa menjadi modal untuk mobilisasi sumber pembiayaan lain di luar APBD.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas