Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Tim Khusus Lansia dan Pelayanan Haji yang Inklusif
untuk mengoptimalkan pelayanan khususnya bagi jemaah lansia, Kemenag mengusung tema 'Haji Ramah Lansia' dengan membentuk tim pelayanan khusus lansia.
Editor: Sri Juliati
Oleh: Dr Evi Muafiah MAg
Rektor IAIN Ponorogo
TRIBUNNEWS.COM - Salah satu kebijakan baru dari pelaksanaan ibadah haji pasca-pandemi adalah diperbolehkannya jemaah di atas 65 tahun untuk menunaikan haji.
Hal ini tentu sebuah keputusan baik dari Kementerian Agama (Kemenag) melihat masa tunggu haji yang semakin mengular.
Namun, setiap kebijakan pasti berkelindan dengan risiko yang mungkin dihadapi.
Dari 200 ribu jamaah haji regular, 30 persen di antaranya adalah jemaah lanjut usia.
Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan pelayanan khususnya bagi jemaah lansia, Kemenag mengusung tema 'Haji Ramah Lansia' dengan membentuk tim pelayanan khusus lansia.
Tim khusus tersebut berada di setiap sektor wilayah dan diberi kewajiban untuk melayani kebutuhan khusus yang dibutuhkan oleh jemaah haji lansia.
Inklusivitas Pelayanan Haji
Inklusi adalah sebuah keadaan dimana seseorang ditempatkan untuk memahami sudut pandang orang atau kelompok lain yang memiliki latar belakang yang berbeda.
Meskipun banyak dikenal di dunia pendidikan, tapi perwujudan inklusi ini seyogianya diterapkan di semua tempat dan layanan.
Dalam pelayanan haji misalnya, kebutuhan antara satu dengan yang lainnya tentu berbeda.
Terutama kebutuhan bagi jemaah lansia dan disabilitas.
Layanan bagi keduanya tidak bisa disamakan dengan layanan jemaah lain.
Pengkhususan layanan ini bukan berarti membedakan antara satu jemaah dengan yang lainnya.
Namun lebih kepada mengakomodir kebutuhan khusus yang tidak dimiliki oleh jemaah lain.
Perbedaan layanan yang ditujukan untuk jemaah lansia dan penyandang disabilitas diwujudkan oleh Kemenag dengan membuat buku pedoman peribadahan haji bagi lansia dan penyandang disabilitas.
Buku panduan tersebut dibagikan kepada seluruh jemaah dan pendamping atau petugas pelayanan khusus lansia.
Sehingga jika dijumpai beberapa pelaksanaan tata cara ibadah yang mungkin berbeda dengan jemaah lainnya, tidak memunculkan kebingungan.
Dalam buku pedoman tersebut dijelaskan tentang bagaimana cara melontar jumrah bagi lansia, bagaimana pelaksanaan wukuf di Arafah, dan tata cara peribadatan yang lain dengan mengedepankan prinsip kemudahan dalam Islam.
Sistem pelayanan haji yang inklusif memberikan kesempatan kepada para lansia dan penyandang disabilitas untuk mengakses seluruh layanan haji.
Jika tahun ini, Kemenag sudah membentuk tim pelayanan khusus lansia, maka tahun-tahun selanjutnya adalah tahun pembenahan infrastuktur yang ramah lansia dan disabilitas.
Seperti memperbanyak layanan kursi roda, kendaraan khusus untuk mobilitas lansia dan penyandang disabilitas, pemilihan hotel yang lebih dekat dengan akses tempat ibadah.
Inklusi adalah Kemanusiaan
Pelayanan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan lansia dan penyandang disabilitas adalah wujud nyata nilai kemanusiaan.
Tak hanya sekedar wacana, Kemenag dibantu oleh petugas khusus pelayanan lansia berupaya untuk menerapkan nilai ketauhidan yang seutuhnya.
Dalam nilai ketauhidan, terdapat keikhlasan, ketulusan, dan ketertundukan hanya kepada Allah.
Melalui nilai ketauhidan, manusia senantiasa diingatkan untuk hanya dna kepada Allah semata, tidak pada makhluk dan dunia yang fana.
Dengan nilai ketauhidan tersebut, petugas khusus layanan inklusi memberikan pelayanan dengan ikhlas, tulus, untuk membantu jamaah haji dalam melaksanakan rukun Islam kelima ini.
Dengan segala tantangannya, dengan segaa resikonya, dengan segala kendala yang mungkin dihadapi. (*)