Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Adab di atas Ilmu, Pilihan Cak Imin Menyikapi Yenny Wahid
Yenny Wahid berasumsi, perpecahan disebabkan Muhaimin Iskandar, yang melakukan kudeta dan sabotase
Editor: Husein Sanusi
Adab di atas Ilmu, Pilihan Cak Imin Menyikapi Yenny Wahid
Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc. MA*
TRIBUNNER - Generasi milenial yang lahir tahun 2000-an punya hak mengetahui masa lalu dengan lebih dekat. Mereka pasti baru berusia 8 tahun atau kurang saat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pecah menjadi dua kubu.
Yenny Wahid berasumsi, perpecahan disebabkan Muhaimin Iskandar, yang melakukan kudeta dan sabotase. Penulis pernah meminta Cak Imin memberikan respon. Tetapi, jawaban yang disampaikan secara pribadi sungguh mengejutkan hati penulis.
"Apapun komentarnya, Yenny Wahid tetaplah keluarga, juga putri dari guru. Penghormatan seorang santri kepada guru berlaku tujuh turunan. Biarkan dia terus mengklaim, saya tidak akan pernah membalas. Hak dia membuat pernyataan. Hak saya berkeyakinan, dulu saya menyelamatkan PKB."
Begitu Cak Imin menjelaskan pada penulis. Setidaknya ada dua poin utama dalam jawaban sikap politik Cak Imin. Pertama, etika santri. Kedua, fakta politik. Dua gagasan ini dibungkus dalam satu kalimat efektif, padat, sederhana, tetapi perlu pemaparan detail.
Pertama, tentang etika santri, dimana Cak Imin menghormati garis darah Yenny Wahid yang diwarisinya dari Gus Dur. Lebih-lebih, Cak Imin dan Yenny lahir dari satu trah besar yang sama.
Cak Imin dan Yenny Wahid adalah sama-sama cicit dari salah satu Pendiri NU, yaitu Kiai Bisri Syansuri. Ibu Cak Imin, Nyai Muhassonah adalah putri dari Nyai Mu'assomah. Adapun Nyai Mu'assomah adalah kakak kandung dari Nyai Solihah, yaitu nenek Yenny Wahid. Sebab suami Nyai Sholihah adalah Kiai Wahid Hasyim bin Kiai Hasyim Asy'ari. Pernikahan Nyai Sholihah dan Kiai Wahid melahirkan Kiai Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Jadi Cak Imin adalah kemenakan Gus Dur.
Sementara dari sanad keilmuan, ayah Cak Imin, Kiai Muhammad Iskandar, selain masih dzuriyah dari Pesantren Siwalan Panji, dimana Kiai Hasyim Asyari dulu pernah nyantri, juga merupakan murid dari Kiai Wahid Hasyim di Mambaus Maarif, Denanyar.
Jadi, betapa dekat hubungan darah dan sanad keilmuan antara Cak Imin dan Gus Dur. Selain masalah itu, penghormatan luar biasa Cak Imin kepada Yenny adalah penghormatan murid pada putri gurunya.
Kedua, dalam keyakinan Cak Imin, kala itu PKB harus diselamatkan. Bukan masalah kudeta. Mari lihat latar belakang asumsi ini. Pertama, struktur kepartaian tidak menempatkan Cak Imin 'man-to-man' dengan Gus Dur. Itu sangat jelas sekali.
Bermula dari tanggal 30 April-1 Mei 2008, satu kubu PKB menggelar Muktamar Luar Biasa di Ponpes Al-Ashriyah, Parung, Bogor. Menghasilkan keputusan: Gus Dur sebagai Ketum (Ketua Umum) Dewan Syuro, Ali Masykur Musa sebagai Ketum Dewan Tanfidz, dan Yenny Wahid Sekjen.
Keesokan harinya, pada tanggal 2-4 Mei, Muktamar tandingan digelar di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta. Menobatkan: Gus Dur sebagai Ketum Dewan Syuro, Muhaimin Ketum Tanfidz, dan Lukman Edy Sekjen. Tetapi kemudin Gus Dur tidak bersedia dan memberi restu Kiai Aziz sebagai penggantinya.
Dari sini, publik yang kritis pasti tahu komposisi kepengurusan partai demikian tidak menghadap-hadapkan Cak Imin (Tanfidz) dengan Gus Dur (Syuro). Bukti lain Cak Imin tidak 'man-to-man' dengan Gus Dur adalah pelaporan Lukman Edy ke Mabes Polri oleh Ali Masykur Musa, atas tuduhan tindak pidana pada 30 Mei.