Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Adab di atas Ilmu, Pilihan Cak Imin Menyikapi Yenny Wahid
Yenny Wahid berasumsi, perpecahan disebabkan Muhaimin Iskandar, yang melakukan kudeta dan sabotase
Editor: Husein Sanusi
Bagi Yenny, Satu-satunya alasan yang menyebabkan Cak Imin 'man-to-man' dengan Gus Dur adalah adanya pernyataan Gus Dur bahwa PKB dicuri Muhaimin atas bantuan pemerintah.
Video rekaman pernyataan Gus Dur direkam saat PKB Gus Dur saat itu kalah di pengadilan dari PKB Muhaimin. Alasan kekalahan yang telak itu adalah, saat Cak Imin memberikan surat pengunduran diri kepada Gus Dur, Gus Dur saat itu tidak mengabulkan, bahkan meminta supaya surat itu dibawa pulang. Karena itu kepengurusan lama Duet Gus Dur-Cak Imin masih berlaku. Maka, sebenarnya ketika rekaman itu dibuat, posisi Gus Dur masih sebagai Ketum Dewan Syuro.
Sementara masalah wasiat memang perkara penting dalam Islam. Wasiat salah satu dasar agama. Tetapi, selama wasiat bukan maksiat. Lantas, bagaimana mengukur sesuatu wasiat adalah maksiat atau bukan?
Tentu saja, standar penilaiannya adalah hukum positif yang berlaku. Hidup di negara hukum meniscayakan ketaatan pada keputusan hakim. Misalnya, berdasarkan putusan PN Jaksel, hanya ada 1 PKB, yaitu PKB Muhaimin.
Hakim menilai pemecatan Muhaimin dari Ketua Umum DPP PKB tidak sah, bertentangan dengan AD/ART organisasi, dan surat keputusan pemberhentian Muhaimin juga batal demi hukum.
Yenny cs boleh terus menilai Cak Imin mengkudeta dan mencuri PKB dari Gus Dur. Tetapi, itu akan selamanya menjadi opini tidak berdasar, dan tidak dapat dibenarkan dalam pandangan hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Islam mustahil mengajarkan keyakinan dan tindakan yang akan melawan hukum. Karenanya, sungguh sangat bijak pilihan Cak Imin untuk mengabaikan kritik-kritik tidak ilmiah dan tidak faktual dari kubu Yenny. Ini bentuk keadaban santri pada guru sekaligus sikap bijak berlandaskan hukum. Wallahu a'lam bish-shawab.[]
*Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.*_