Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Mengkudeta Gus Dur, Isu Politik Tidak Konsisten

Banyak juga isu-isu politik yang mulai disulut untuk menjegal langkah mulus Cak Imin, salah satunya mengenai "kudeta Gus Dur"

Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Mengkudeta Gus Dur, Isu Politik Tidak Konsisten
Ist
K.H. Imam Jazuli, Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015. 

Mengkudeta Gus Dur, Isu Politik Tidak Konsisten

Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc. MA.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemilu 2024 hampir memiliki satu pasangan calon presiden dan wakil presiden yang pasti, yaitu: Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar. Paslon Anies-Imin (AMIN) ini didukung oleh koalisi partai Nasdem, PKS, dan PKB.

Namun, banyak juga isu-isu politik yang mulai disulut untuk menjegal langkah mulus Cak Imin, salah satunya mengenai "kudeta Gus Dur". Cak Imin dianggap mengkudeta Gus Dur pada tahun 2008 setelah mengadakan Musyawarah Luar Biasa (MLB) di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta.

Para pengusung isu "kudeta Gus Dur" ini umumnya menyampaikan narasi-narasi penuh dendam lama. Misalnya, selama PKB dipimpin oleh Muhaimin, maka mereka tidak akan pernah mendukung PKB.

Atau, narasi yang berbunyi: "kami tidak akan pernah mendukung calon siapapun selama bergandengan dengan Muhaimin." Ada banyak lagi gaya dan konten narasi ketidaksukaan secara pribadi terhadap Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB. Semua narasi ketidaksukaan itu dikarenakan Cak Imin dianggap mengkudeta Gus Dur.

Baca juga: Duduk Perkara Cak Imin Dituding Kudeta Gus Dur pada 2008 Silam

Isu politis semacam ini tidak logis, bahkan condong emosional; menebar kebencian, memperkeruh permusuhan. Padahal, banyak publik berpikir dengan kepala dingin. Misalnya, jika mengkudeta Gus Dur dari posisi partai politik seperti PKB adalah "dosa besar", maka mengapa mereka tidak pernah bersuara tentang mengkudeta Gus Dur dari jabatan Presiden RI tahun 2001? Apakah jabatan di partai politik lebih penting dari jabatan presiden? Apakah mereka hanya berambisi menguasai PKB, tidak berambisi menguasai posisi kepresidenan?

BERITA REKOMENDASI

Salah satu tokoh yang paling sering mengkampanyekan isu politik "mengkudeta Gus Dur" adalah Zannuba Ariffah Chafsoh yang dikenal dengan panggilan Yenny Wahid. Cak Imin di mata Yenny Wahid tampak sebagai seorang pendosa besar karena telah mengkudeta Gus Dur dari posisi Ketua Umum Dewan Syuro PKB. Namun, kritik Yenny Wahid terhadap Cak Imin tidak diimbangi kritik terhadap partai politik yang mengkudeta Gus Dur dari jabatan Presiden RI, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Semua publik sudah terlanjur tahu bahwa PDIP adalah salah satu biang kerok kejatuhan Gus Dur pada tahun 2001. Naifnya, Yenny Wahid yang keras mengkritik PKB tampak "mengemis-ngemis" perhatian dari PDIP, dengan mengatakan "siap dipinang menjadi cawapres."

Akhirnya, Ketua DPP PDIP Puan Maharani pun harus meresponnya dengan sedikit terpaksa. Puan mengatakan, "ya tanya Mbak Yenny, kami terbuka untuk masuknya nama-nama dalam list yang nantinya akan menjadi calon bakal cawapres."

PDIP atau Puan Maharani sejatinya hanya menghormati nama besar Yenny Wahid. Ketika Yenny mengatakan siap dipinang oleh PDIP untuk menjadi cawapres Ganjar Pranowo, maka Puan Maharani hanya bilang bahwa PDIP terbuka bagi semua orang tanpa kecuali, termasuk Yenny Wahid. Artinya, di mata publik, nasib politik Yenny Wahid sangat miris, seperti salah seorang tokoh reformasi yang terlibat dalam penjatuhan Gus Dur, yang harus wara-wiri mencari posisi yang kuat.

Artinya, jika Yenny Wahid tetap kritis terhadap Cak Imin, menuduh Cak Imin telah mengkudeta Gus Dur, namun Yenny Wahid setuju menjadi cawapres bagi Ganjar Pranowo dan PDIP, maka itu sama saja dengan pepatah "menjilat ludah sendiri."

Mati-matian mengutuk Cak Imin mengkudeta Gus Dur, tetapi di dalam hati sangat berharap menjadi Cawapres Ganjar Pranowo dari PDIP, yang dulu menjatuhkan Gus Dur dari jabatan Presiden RI. Akal orang awam sulit memahami alur licin cara berpikir politisi semacam ini.


Gus Dur juga Mengkudeta

Jika Yenny Wahid dan kubunya masih memelihara kebencian politik, maka betapa akan banyak orang-orang yang akan menjadi musuhnya. Perlu diketahui bahwa politisi yang berseberangan dengan Gus Dur bukan hanya Cak Imin.

Halaman
12
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas