Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Bunga-bunga Bermekaran dalam Narasi Simbolik
Melalui seni, manusia dapat mengungkapkan perasaan, ide dan keindahan dunia dengan cara yang terbilang unik dan melalui proses kreatif.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Fajar Sidiq Sukirnanto
Kurator Seni Rupa/Sejarawan Seni
TRIBUNNEWS.COM - Berabad-abad lamanya seni telah menjadi bagian penting dari kehidupan manusia, diawali sejak zaman purba.
Melalui seni, manusia dapat mengungkapkan perasaan, ide dan keindahan dunia dengan cara yang terbilang unik dan melalui proses kreatif.
Dalam perjalanannya, seni telah berkembang melalui berbagai konsep dan medium ekspresi.
Seorang perupa muda Antaresa Henditha pada 25-27 September 2023 nanti hendak menggelar satu pameran seni rupa bertajuk, “Trilogi Bunga: Puspita, Kusuma, Sekar” di Galeri Hadiprana, Kemang, Jakarta Selatan.
Dalam seni, merujuk pada serangkaian karya seni yang terdiri dari tiga bagian yang terpisah namun saling terkait, baik di dalam tema, gaya atau pun konsep.
Ketika berkaitan, ini mungkin mengacu pada trilogi yang didasarkan pada nama-nama bunga dalam bahasa Sansekerta.
Puspita dalam bahasa Sansekerta merupakan kata yang berarti bunga. Konsep seni puspita menggambarkan keindahan dan kelembutan alam melalui penggambaran wujud bunga-bunga yang indah dan elok.
Baca juga: AS Menyita Tiga Karya Seni yang Dicuri Saat Holocaust, Nilainya Jutaan Dolar
Bunga telah lama menjadi simbol keindahan, kesuburan, dan kehidupan sehingga menjadi subjek yang begitu kaya yang sering diabadikan menjadi sumber inspirasi karya seni.
Sang perupa memproduksi bunga dalam bentuk imitasi dari wujud aslinya melalui
dimensi karya-karya seorang Antaresa Henditha. Wujud ini refleksi dari sebuah gubahan untuk mengungkapkan keelokan alam dan kehidupan serta memikat kanvas-kanvas Antaresa Henditha di dalam medium seni yang memikat dan beragam gaya.
Kusuma adalah bagaimana perupa mendeformasi dan menstilasi bentuk tipikal bunga menjadi bahasa metafora.
Medium disiasati dengan kekuatan unsur garis, bentuk, tekstur dan komposisi yang melahirkan bidang-bidang semu, tekstur menjadi pengayaan akan gagasan karya seninya. Kita bisa melihat hasil karya yang lebih ekperimental dan abstrak dalam menggambarkan bunga.
Sekar menekankan pentingnya penggunaan teknik dan ekspresi artistik untuk menciptakan kesan bunga yang lebih dinamis dan menarik.
Sang perupa juga mencoba mengombinasikan unsur garis yang kuat dengan bentuk geometrik yang mengesankan, sehingga bidang-bidang itu menghasilkan komposisi yang unik dan menarik dari sekadar bentuk aslinya.
Sekar juga dikenal sebagai bunga dalam bahasa Jawa, menggarisbawahi nilai
simbolisasi dan spiritualitas. Konsep sekar mencoba mewakili makna dan pesan dalam setiap bunga yang digambarkan.
Bunga sering kali dihubungkan dengan perubahan musim dan dengan demikian dapat mewakili siklus kehidupan manusia.
Sekar juga adalah gambaran tentang kesuburan, kematian dan kelahiran, simbolis melalui bunga-bunga yang digambarkan dengan detail dan volume sentris.
Artinya, di balik karya seorang perupa perempuan Antaresa Henditha ada pesan intuitif di balik kekuatan spiritualitas yang ingin dicitrakan.
Setiap medium ekspresi kode-kode penanda selalu mewakili perwatakan di dalam
kecenderungan membaca gejala zaman. Trilogi konsep seni puspita, kusuma dan sekar ini tentunya perupanya berusaha untuk mengomunikasikan sebuah medan ekspresi tentang makna keindahan alam, eksperimen dengan abstraksi dan memaknai narasi, simbolisasi dan spiritualitas.
Setelah kita baca ketiganya, konsep ini merujuk pada medan kreatifitas, ide
dan perasaan, cara untuk kreatif dan berbeda dalam penguasaan medium seni.
Seni adalah sebuah medium yang memiliki kemampuan untuk menyampaikan pesan, emosi dan juga cerita.
Melalui ragam ekspresi, seni dapat mencerminkan kompleksitas pemikiran manusia serta keindahan yang ada dan dekat di sekitar kita.
Di dalam menggali makna tujuan dari seni trilogi bunga tadi kita diajak ke dalam pokok pembahasan secara lebih mendalam.
Apabila kita memasuki analisis seni dari perspektif estetika karya Antaresa Henditha, ada ketertarikan tentang hubungan humanisme di dalam menciptakan karyanya dengan perpaduan harmonisasi dan dinamika yang terstruktur mewakili unsur tata
warna, bentuk dan hubungan di antara elemen-elemen karya ciptanya.
Kita diajak juga untuk bertamasya dengan dialog imajiner dan fantasi meyakini bahwa seni tidak hanya dipahami dari objek visual semata, tetapi juga penggabungan medium gagasan hingga menjadi karya yang utuh.
Pengalaman yang menggugah perasaan, pemikiran dan emosi hingga penikmat bisa merasakan sebuah kedalaman dan pandangan perupanya melalui bahasa simbol dan kehidupan.
Barangkali kita juga bisa melihat dalam trilogi ini, pandangan seni dalam sudut perspektif budaya dan sejarah.
Perupanya menganggap seni sebagai cerminan dari perkembangan masyarakat dan kehidupan manusia di setiap era dalam peradaban.
Menelusuri hubungan antar-seni dan budaya melalui hasil karya seni, kita dapat memahami nilai-nilai kepercayaan dan ritual yang ada di dalam kehidupan masyarakat.
Pemahaman ini membantu kita mengenali warisan budaya leluhur dan memberikan apresiasi terhadap karya seni masa lampau yang memiliki nilai sejarah kuat.
Beberapa aspek seni dari perspektif moral dan filosofi, perupanya percaya bahwa seni juga dapat menjadi medium untuk menyampaikan nilai-nilai moral dan filosofis kepada masyarakat.
Di dalamnya terjadi eksplorasi pertanyaan retorika, eksistensi dan tujuan hidup yang abstrak, bila berpandangan bahwa seni bukan hanya
keindahan visual semata tetapi juga dapat merangsang pemikiran kritis dan refleksi diri manusia, pandangan diskursus yang tidak pernah berakhir.
Bunga dalam bentuk gubahan begitu penting kehadirannya di dalam simbol dan
perlambang, pandangan-pandangan ini tidak menjadi eksklusif karena estetika mampu mengubah medium yang mengolaborasikan dari segi estetika, budaya dan moral, dan di dalamnya sebagai perwujudan dari kekayaan manusia dan keindahan yang melekat tentang bagaimana keindahan alam dan kehidupan terhubung antara manusia dan alam dan siklus yang tidak terhindar dari kelahiran, pertumbuhan dan kematian.
Dari awal trilogi puspita, kusuma dan sekar ditutup dengan kehidupan akhir memperlihatkan kepada kita semua ada sesuatu yang Maha Besar dari unsur keindahan yang terberi.