Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Sandyakalaning Firli Bahuri
Firli Bahuri yang kontroversial itu mungkin kini lebih banyak menatap senja yang indah (dan suci) dalam mengisi hari-harinya.
Editor: Hasanudin Aco
Johanis Tanak, yang baru saja masuk KPK menggantikan Lili Pintauli Siregar juga banyak dilaporkan ke Dewas KPK. Lili berlatar advokat, sedangkan Johanis berlatar jaksa.
Sebelumnya, dua Wakil Ketua KPK, yakni Bibit Samad Rianto yang berlatar polisi, dan Chandra Martha Hamzah yang berlatar advokat juga pernah ditahan polisi yang dilatari kasus "cicak versus buaya".
Saat itu Bibit Samad dan Chandra Hamzah dituding memeras seorang tersangka, Anggoro Widjojo, sebesar Rp5,1 miliar. Namun, akhirnya Basrief Arief selaku Jaksa Agung saat itu mendeponir perkara tersebut setelah terungkap adanya rekaman merekayasa kasus tersebut.
Mengapa para pimpinan KPK yang berlatar polisi, jaksa dan advokat, yang notabene aparat penegak hukum, banyak terlibat kasus hukum?
Pertama, karena kursi pimpinan KPK adalah kursi panas yang rawan kriminalisasi dan serangan balik dari koruptor.
Namun, serawan apa pun, ketika tidak ada fakta hukumnya, maka upaya kriminalisasi itu tak akan berhasil, karena tidak ada "entry point" atau titik masuknya. Namun terkadang fakta hukum pun bisa direkayasa, termasuk mungkin dalam kasus Antasari Azhar.
Kedua, justru karena para pimpinan KPK itu paham hukum maka mereka bisa mengakali celah-celahnya meskipun dengan menyerempet-nyerempet bahaya atau 'vivere pericoloso'.
Namun seperti pepatah, "Sepandai-pandai tupai melompat pasti akan kawal juga", mereka pun ada yang terpeleset, tergelincir, bahkan terjerembab.
Demikianlah. Firli Bahuri pun sedang menatap indah (dan suci)-nya senja.