Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Meningkatkan Kualitas Demokrasi Melalui Pemilu Inklusif bagi Penyandang Disabilitas
Penyandang disabilitas memiliki hak dan kesempatan yang sama dengan warga negara lainnya untuk berpartisipasi dalam Pemilu
Editor: Daryono
Persamaan Hak Politik Penyandang Disabilitas
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia adalah melalui penyelenggaraan Pemilu yang bersifat inklusif. Tantangan untuk penyelenggaraan Pemilu inklusif tidaklah mudah. Sungguh pun sistem Pemilu (termasuk Pilkada) telah banyak mengalami perbaikan dan penguatan kelembagaan, namun tujuan ideal penyelenggaraan Pemilu haruslah terus diperjuangkan dengan berbagai inovasi dan pendekatan. Masih terlalu banyak pelanggaran dan kekurangan penyelenggaraan Pemilu yang mereduksi nilai-nilai inklusivitas dalam demokrasi. Sebut saja misalnya, belum terdata dan terlayaninya secara menyeluruh para pemilih berkebutuhan khusus terutama para penyandang disabilitas.
Sesuai dengan asas umum dalam Pemilu, penyandang disabilitas memiliki hak dan kesempatan yang sama dengan warga negara lainnya untuk berpartisipasi memilih pemimpin dan wakil rakyat melalui Pemilu. Persamaan hak tersebut diatur oleh Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi: “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Selain itu, Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 berbunyi: “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif”.
Sementara itu, pada Pasal 13 UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas disebutkan, penyandang disabilitas memiliki hak politik yang meliputi hak: 1) Memilih dan dipilih dalam jabatan publik; 2) Menyalurkan aspirasi politik baik tertulis maupun lisan; 3) Memilih partai politik dan/atau individu yang menjadi peserta dalam Pemilu; 4) Membentuk, menjadi anggota, dan/atau pengurus organisasi masyarakat dan/atau partai politik; 5) Membentuk dan bergabung dalam organisasi penyandang disabilitas dan untuk mewakili penyandang disabilitas pada tingkat lokal, nasional, dan internasional; 6) Berperan serta secara aktif dalam sistem Pemilu pada semua tahap dan/atau bagian penyelenggaraannya; 7) Memperoleh aksesibilitas pada sarana dan prasarana penyelenggaraan Pemilu, pemilihan gubernur, bupati/walikota, dan pemilihan kepala desa atau nama lain; serta 8) Memperoleh pendidikan politik.
Penyandang disabilitas mental pun memiliki hak dan kesempatan yang sama dengan warga negara lainnya untuk berpartisipasi memilih pemimpin dan wakil rakyat melalui Pemilu dan Pilkada. Pasal 148 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan: “Penderita gangguan jiwa mempunyai hak yang sama sebagai warga negara”. Menurut putusan Mahkamah Konstitusi (2016), penderita gangguan jiwa dapat memperoleh hak memilih, sepanjang tidak mengidap gangguan jiwa permanen.
Selain itu, Pasal 43 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan: “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam Pemilu berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Tidak hanya sebagai pemilih, bahkan pada Pasal 5 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, secara tegas disebutkan: “Penyandang disabilitas yang memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemilih, sebagai calon anggota DPR, sebagai calon anggota DPD, sebagai calon Presiden/Wakil Presiden, sebagai calon anggota DPRD, dan sebagai Penyelenggara Pemilu”.
Jenis dan Data Penyandang Disabilitas Kabupaten Klaten
Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas dapat diklasifikasikan menjadi lima jenis, yakni disabilitas sensorik (indrawi), gerak dan fisik (keterbatasan tubuh), intelektual (keterbelakangan mental), serta mental (ingatan dan psikososial), serta ganda/multi. Namun, di lapangan jenis disabilitas diklasifikasikan ke dalam ciri fisik, yakni hambatan penglihatan, tunanetra, gangguan pendengaran dan bicara, tunarungu, tuli, cacat tubuh/fisik, keterbelakangan mental, gangguan konsentrasi, serta autis.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penyandang disabilitas di Indonesia pada tahun 2020 sebanyak 22,5 juta orang. Sementara menurut Survei Ekonomi Nasional (Susenas) 2020, ada 28,05 juta orang penyandang disabilitas. Sedangnya menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah penyandang disabilitas di Indonesia pada tahun 2020 sebesar 10 persen dari total penduduk, atau sekitar 27,3 juta orang.
Menurut Manajer Program International Foundation for Electoral Systems (IFES) Indonesia, Erni Andriani (2019), jika disabilitas yang mempunyai hak pilih sebanyak 60 persen, maka di Indonesia ada sekitar 13,8 juta pemilih disabilitas. Namun disayangkan, jumlah yang besar ini belum banyak yang menggunakan hak politiknya dalam Pemilu. AGENDA (2015) melaporkan, jumlah penyandang disabilitas yang menggunakan hak pilihnya sebanyak 1.292.449 orang. Jika dibandingkan dengan perkiraan total jumlah pemilih disabilitas yaitu 13,8 juta orang, maka tingkat partisipasi penyandang disabilitas dalam Pemilu masih sangat rendah, yaitu hanya sekitar 9,37%.
Penyandang disabilitas di Kabupaten Klaten tersebar di 26 wilayah kecamatan. Menurut BPS Kabupaten Klaten, pada tahun 2020 penyandang disabilitas Kabupaten Klaten sebanyak 9.720 orang. Dari jumlah tersebut terdiri dari disabilitas tubuh 2.808 orang (29%), disabilitas netra 1.240 orang (13%), disabilitas mental 4.211 orang (43%), disabilitas rungu dan wicara 412 orang (4%), dan disabilitas ganda 1.049 orang (11%).
Dari jumlah keseluruhan penyandang disabilitas di Kabupaten Klaten tersebut, sebanyak 2.901 orang terdaftar sebagai pemilih pada Pemilu tahun 2019 (29.85%). Dengan menggunakan asumsi 60% penyandang disabilitas mempunyai hak pilih dalam Pemilu, maka seharusnya sebanyak 5.832 orang terdaftar sebagai pemilih. Hal itu menunjukkan, hanya sekitar 49,74% penyandang disabilitas yang mempunyai hak pilih dan terdaftar sebagai pemilih pada Pemilu tahun 2019.
Dari 2.901 orang penyandang disabilitas di Kabupaten Klaten yang terdaftar sebagai pemilih, hanya 825 orang (28,44%) yang menggunakan hak pilihnya pada Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif tahun 2019. Tingkat partisipasi penyandang disabilitas di Kabupaten Klaten pada Pemilu tahun 2019 tersebut terbilang masih sangat rendah.