Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Membongkar Kedok Propaganda Rusia di Ukraina
Abad ke-21 mengenal propaganda sebagai Fake News atau berita palsu. Istilah ini populer selama Pilpres Amerika tahun 2016
Editor: Eko Sutriyanto
Penulis harus mengakui sejak lama memiliki kekaguman tersendiri terhadap Rusia sejak masih bernama Uni Soviet, hal ini semakin menebal pasca mendapatkan kunjungan ke negara berjuluk Beruang Putih itu pada tahun 2012.
Secara umum, Rusia yang mengklaim sebagai pewaris Uni Soviet itu dengan menggunakan berbagai saluran media mencitrakan diri sebagai bangsa yang ramah, penentang utama Barat dan melindungi umat Muslim.
Namun aneksasi Krimea tahun 2014 membuat hal tersebut berubah total. Perlahan namun pasti dengan melihat pola komunikasi massa dan sumber-sumber di luar media yang digunakan Rusia, akan dengan mudah propaganda yang disebarkan secara massif dan terstruktur tersebut.
Dari perjumpaan penulis dengan umat Muslim Krimea pasca invasi Rusia tahun 2022, dimediasi oleh teknologi dan fisik, penulis mendapati represi yang dialami Muslim Krimea sangatlah keras.
Baca juga: Campur Tangan Agen Asing di Balik Serangan dan Pembunuhan Pendukung Rusia, Siapa Saja Korbannya?
Mereka kesulitan menjalankan keyakinan, banyak di antara mereka ditangkap, diproses hukum bahkan dideportasi ke luar Krimea.
Minoritas umat Islam Krimea bersama minoritas Katolik Roma yang terpaksa mengungsi ke Ibukota Kyiv menuturkan tekanan keras terjadi karena Rusia menempatkan mereka vis a vis dengan Kristen Ortodoks Rusia yang merestui invasi tersebut.
Deportasi paksa juga menyasar anak-anak dengan kedok pemindahan anak-anak Ukraina ke Rusia. Faktanya anak-anak dari sejumlah wilayah di Ukraina, yaitu Donetsk, Lugansk, Kherson, dan Zaporizhzhia diambil paksa dan diintegrasikan secara paksa dengan keluarga-keluarga Rusia.
Modus adopsi paksa anak-anak Ukraina ini serupa film klasik Australia, Rabbit-Proof Fence (2002) yang menceritakan upaya ‘memutihkan’ anak-anak suku Aborigin dengan cara diadopsi paksa oleh keluarga kulit Putih.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memasukkan adopsi paksa merupakan praktik kejahatan perang dan genosida. Tindakan itu juga merupakan bentuk pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa ke-4 tentang perlindungan warga sipil.
Borok propaganda Rusia semakin terbuka saat penulis berhasil masuk ke wilayah Ukraina. Butuh waktu 24 jam untuk dapat mencapai Kiev menggunakan jalur darat dari Warsawa, Polandia. Perjalanan dilakukan berhati-hati karena kondisi keamanan yang belum stabil akibat ancaman drone bersenjata.
Di Bucha, tidak jauh dari Kiev, penulis mendapati lebih dari 300 penduduk berbagai gender dan usia dibantai oleh Angkatan Bersenjata Rusia selama pendudukan wilayah tersebut. Kisah kelam ini baru terungkap pada 1 April 2022, setelah memukul mundur Rusia.
Fakta yang hingga saat ini tidak diakui Moskow adalah hampir seluruh korban—kecuali balita- yang dibantai di Bucha paham dan berbicara bahasa Rusia, lagi-lagi motivasi Rusia bertentangan dengan kenyataan yang ada. Masa yang begini masih bisa dipercaya?
*) Pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya. Menulis di perlindungan serangan udara di Kyiv