Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Rafael Granada Baay, Kisah Panglima Penjaga Marwah Brawijaya
Mayjen TNI Rafael Granada Baay kini resmi menjabat Pangdam V/Brawijaya, sebagian besar karirnya dihabiskan bersama Kopassus dan moncer selama berkarir
Editor: Theresia Felisiani
Sampai di situ, kisah Rafael kembali ke alinea pertama tulisan ini. Moment saat dirinya dilantik menjadi Pangdam V/Brawijaya. Sebuah Kotama yang memiliki teritori Jawa Timur, dan kesohor karena prestasinya.
Panglima Besar Jenderal Soedirman berkata, “Kami tentara Republik Indonesia akan timbul dan tenggelam bersama negara”. Masih mengutip Jenderal Soedirman, ketika berpidato 1 Januari 1948 di Yogyakarta, juga menegaskan, “Bahwa kemerdekaan satu negara, yang didirikan di atas timbunan runtuhan ribuan jiwa-harta-benda dari rakyat dan bangsanya, tidak akan dapat dilenyapkan oleh manusia siapa pun juga”
Kalimat-kalimat petuah Jenderal Soedirman itu dipatrikan di halaman depan website Kodam V/Brawijaya. Itu semua menggenapi sesanti “Bhirawa Anoraga” yang artinya “gagah perkasa tetapi rendah hati”.
Panglima Kodam V/Brawijaya Mayjen TNI Rafael Granada Baay pun menggumamkan dan tentu mempraktekkan slogan dimaksud.
Pria kelahiran Tidore, Maluku Utara, 25 Juni 1971 itu adalah Pangdam Brawijaya yang ke-42. Di deretan nama Pangdam sebelumnya, terdapat sejumlah jenderal yang disegani. Pangdam pertama misalnya, Kolonel Inf Sungkono, salah seorang tokoh dalam peristiwa 10 November 1945.
Pangdam ke-7 adalah Brigjen TNI Basuki Rachmat (terakhir berpangkat mayor jenderal). Ia adalah salah satu tokoh penting lahirnya Orde Baru. Bersama-sama M. Jusuf dan Amirmachmud, menghadap Presiden Sukarno di Istana Bogor dan meminta Bung Karno menyerahkan tugas pemulihan keamanan kepada Soeharto. Peristiwa itu dikenal sebagai lahirnya Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret 1966).
Pangdam ke-9, Brigjen TNI Soemitro, terakhir berpangkat jenderal.
Pangdam ke-12 ada nama Mayjen TNI Widjojo Soejono, terakhir pangkat jenderal. Ia adalah panutan korps baret merah. Terkenal dengan semboyan “Bhayangkari negara baru berhenti berjuang jika tidak lagi mampu mendengar tembakan salvo di samping telinga.”
Tentu, masih berderet nama besar lain.
Inspirasi Brawijaya
Kodam yang lahir dari Divisi I Jatim ini terbentuk pada 17 Desember 1948. Divisi ini tersusun dari unsur-unsur yang merupakan anak kandung perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Kebesaran nama Kodam V/Brawijaya tak lepas dari nama Brawijaya sang raja Majapahit yang terkenal karena keberhasilannya mempersatukan Nusantara. Semboyan “Bhirawa Anoraga” yang artinya gagah perkasa tetapi rendah hati, menjadi napas prajurit Brawijaya.
Dalam banyak hal, Majapahit dijadikan tombak eksistensi negara kesatuan Republik Indonesia. Sebab, Kerajaan inilah yang berhasil menguasai seluruh wilayah Nusantara.
Bahkan, sumpah palapa patih Majapahit, Gajahmada pula yang mengilhami pataka negara merah-putih. Kebesaran latar belakang sejarah, serta ketokohan para panglima terdahulu itulah yang turut membesarkan nama Kodam V/Brawijaya,
“Karenanya, menjadi Pangdam Brawijaya adalah sebuah kehormatan bagi saya. Kotama ini harus tetap berkontribusi aktif dan positif bagi pembangunan bangsa dan negara. Keteladanan para senior, harus menjadi cambuk sekaligus cermin dalam mengemban tugas,” tekad Rafael yang juga seorang master di bidang Ilmu Manajemen.
Baca juga: Kumpulan Twibbon HUT Kodam V Brawijaya pada 17 Desember 2023