Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Apa yang Harus Kita Tahu Tentang Isu Kim Jong-un Akan Memicu Perang Korea
Pemimpin Koea Utara Kim Jong-un mengubah sikap dan pendirian, menjauh dari proses unifikasi Korea karena AS pun juga berubah kebijakan.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Pyongyang secara efektif telah menyerah pada proses menuju perdamaian itu. Mereka yakin lawannya tidak punya itikad dan komitmen baik.
Pyongyang tidak punya pilihan lagi, dan terus mengembangkan program nuklirnya dan semakin memperkuat posisinya, diperkuat konteks geopolitik sehubungan dengan Rusia dan Tiongkok.
Ulasan Robert Carlin dan Siegfried Hecker memang tidak memberikan bukti keras Korea Utara menempuh jalur tersebut.
Keduanya hanya mengandalkan perubahan dalam retorika Pyongyang untuk menyatakan klaim dan sikap Korea Utara dalam manuver militer dan politik bukan sebatas gertakan.
Di luar Semenanjung Korea, ada banyak hal telah berubah sesudah 2019. Pemerintahan Presiden Joe Biden tidak tertarik bernegosiasi dengan Korea Utara.
Sementara di Seoul yang berkuasa saat ini Yoon Suk-yeol, tokoh yang menentang kepemimpinan Korut, pro-Jepang dan telah meninggalkan pendekatan ala Moon Jae-in.
Di sisi lain, konfrontasi politik AS terhadap Rusia dan Tiongkok telah memberikan pilihan baru kepada Korea Utara untuk menumbangkan isolasi era unipolaritas Amerika.
Pyongyang, yang berada di bawah sanksi ketat PBB atas program senjata nuklirnya, terus melakukan uji coba senjata tahun ini termasuk rudal balistik hipersonik berbahan bakar padat.
Kim Jong-un juga menjajal drone serangan bawah air berkemampuan nuklir. Ini perkembangan signifikan kemampuan maritim Korut.
Uji tembak rudal jelajah Rabu pagi sesungguhnya tidak terlarang berdasarkan ketentuan sanksi PBB. Tapi ini sinyal kuat kesiapan Korut menghadapi musuhnya di selatan.
Karena itu Staf Gabungan Korsel memantau ketat aktivitas lebih lanjut yang dilakukan Korea Utara.
Rudal jelajah cenderung berbahan bakar jet dan terbang pada ketinggian yang lebih rendah dibandingkan rudal balistik yang lebih canggih.
Para analis militer mengatakan rudal tersebut dapat menimbulkan risiko bagi Korea Selatan dan Jepang karena lebih sulit dideteksi radar.
Kim Jong-un beberapa waktu lalu secara provokatif menyatakan Pyongyang mempercepat pengembangan senjatanya dan mengeluarkan ancaman konflik nuklir.