Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Quo Vadis Investasi 2024
Keadaan ini tentu berpotensi menimbulkan ketidakpastian usaha karena dinamika politik yang cenderung labil.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Said Abdullah
Ketua Badan Anggaran DPR RI dan Ketua DPP PDI Perjuangan
TRIBUNNEWS.COM - Kita tahu semua tahun 2024 adalah tahun politik.
Tahun politik di tengah demokrasi kita yang malah surut mundur.
Kondisi ini membuat para investor memiliki banyak analis sebelum mereka melakukan investasi.
Dan sudah barang tentu mereka menghitung seluruh risiko risikonya.
Kita akan melaksanakan pemilu legislative (pileg) dan pemilu presiden (pilpres) bulan depan.
Dan berdasarkan pada peta politik yang ada, besar kemungkinan pilpres akan berlangsung dua putaran.
Dan besar kemungkinan juga akan bersengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) jika melihat kecenderungan tahapan pemilu yang tidak jujur dan adil.
Keadaan ini tentu berpotensi menimbulkan ketidakpastian usaha karena dinamika politik yang cenderung labil.
Karenanya diperkirakan investor akan menunggu, setidaknya setahun setelah pilpres.
Baca juga: Menteri Bahlil Akui Serapan Tenaga Kerja Belum Berbanding Lurus dengan Investasi
Artinya baru tahun 2025 mereka melihat perkembangan konsolidasi kekuasaan di pemerintahan dan DPR.
Sepanjang konsolidasi kekuasaan hasil pemilu 2024 belum terjadi, para investor akan lebih menahan diri.
Dari konsolidasi di pemerintahan itulah, pemerintah yang terpilih baru bisa menyusun kebijakan untuk meyakinkan investor.
Jadi kalau target investasi pada tahun 2024 lebih tinggi dari tahun 2023, dari Rp 1.400 triliun menjadi Rp 1.617 triliun, maka saya kira tidak mudah dicapai oleh pemerintah karena pertimbangan politik dalam negeri diatas.
Selain itu kondisi global dengan ketegangan global di timur tengah yang makin meluas, perang Rusia dan Ukraina belum berakhir serta ketegangan Tiongkok dan Amerika Serikat di Asia Timur juga akan menahan arus modal masuk ke Indonesia.