Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Catatan Olahraga: Mana Lebih Baik Mereka Memilih atau Mereka Melepas WNI?
Tahun 1938, ada sederet pemain pribumi yang ikut tampil di Piala Dunia ke-3 di Paris, tetapi bukan membela Merah-Putih melainkan Hindi-Belanda.
Editor: Toni Bramantoro
Yang istimewa, jika selama ini ada seperti keengganan anak-anak keturunan membela Merah-Putih, kini seperti berlomba. Jika selama ini negeri leluhur mereka hanya dipandang sebelag mata, kini berbeda.
Pertanyaannya, apakah dengan begitu otomatis kita bisa tampil di Piala Dunia 2026, Amerika, Meksiko, Kanada? "Terlalu jauh itu. Saat ini, kami sedang fokus untuk bisa lolos kepuataran tiga sebagai runner up Grup F, " begitu kata STY.
Ya, STY benar. Kita fokus dulu di sini. Dan untuk meningkatkan kekuatan, kita perlu menambar peluru. Bersyukurnya, kini sederet pemain termasuk yang di level teratas liga-liga Eropa sudah mau bergabung.
Mana Lebih Baik
Pro dan kontra masih akan terus berlangsung. Untuk yang pro, pemikirannya hanya satu, bagaimana sepakbola, cabang olahraga pertama yang berani mendeklarasikan ke-Indonesia-an, saat penjajah masih kokoh mencengkram, 19 April 1930, bisa meraih prestasi.
Sementara bagi mereka yang kontra: "Apa tidak ada lagi anak-anak lokal yang bisa dibina?" Pertanyaan yang wajar mengingat usia PSSI yang demikian matang dan kita memiliki jumlah anak-anak hingga 19 tahun lebih dari 60 juta.
Perbedaan pro dan kontra, menurut saya, sesungguhnya memiliki nilai yang mulia. Satu sisi ingin sepakbola berjaya dan satu sisi ingin anak-anak lokal juga berjaya. Sungguh dua soalan indah yang perlu kita cermati dan jaga agar tidak di bawa ke ranah politik praktis.
Maklum, dalam 10 tahun terakhir, apa saja ingin dipertentangkan. Lebih miris lagi ada yang memang terus memperbesar pertentangan. Dengan kondisi seperti itu, ada pihak-pihak yang justru mampu membangun kerajaan bisnis.
Mereka tidak perduli dengan tujuan mulia. Mereka justru lebih mengutamakan kepentingan sesaat. Sungguh mengerikan karena tujuannya adalah bagaimana mengeruk keuntungan dari pertentangan. Makin tajam, makin menguntungkan.
Maka timbullah istilah BuzzerRp.
Pertanyaannya, bagaimana sikap kita pada mereka (atlet) yang memilih keluar dari warga negara Indonesia? Mengapa mereka memilih menjadi warga negara lain ketimbang rela mati demi Merah-Putih? Marahkah kita, atau ....?
Kita juga tidak boleh marah, karena ini soal pilihan. Meski kecewa, kita tahan sampai di situ saja. Hendaknya kita melihat kemanfaatannya yang jauh lebih luas.
QS al-An'am ayat 59, "Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula)...."
QS al-Qamar ayat 49. “Tiada sesuatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (al-Lauhul mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya."
Jadi, untuk mereka yang 'kembali kepangkuan ibu pertiwi' dan yang hengkang, sesungguhnya adalah telah tertulis dan merupakan ketentuan dari Allah. Kita syukuri kembalinya mereka in syaa Allah akan membawa berkah.
Dan untuk mereka yang hengkang, kita juga perlu mensyukuri karena kepergiannya tidak membawa kerugian apa pun bagi bangsa ini.