Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Akhir Era Erdogan dan Masa Depan Turki di Tengah Perubahan Global
Istanbul adalah tempat kelahiran Erdogan, dan ia mulai membangun karir politiknya di kota kuno Turki sangat bersejarah ini.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Pemilihan umum komunal di Turki pada 31 Maret 2024 kembali memperlihatkan perubahan besar lansekap politik negara ini.
Oposisi terkuat, Partai Rakyat Republik (CHP) menguasai mayoritas pemilik suara di Kota Istanbul. Kota di antara dua benua ini adalah barometer utama politik nasional Turki.
CHP merebut 51 persen suara pemilih. Dipimpin Wali Kota Ekrem Imamoglu, penantang Erdogan ini melangkah jauh guna menentukan hitam putih politik Turki di masa depan.
Istanbul adalah tempat kelahiran Erdogan, dan ia mulai membangun karir politiknya di kota sangat bersejarah ini. Dia Wali Kota Istanbul sebelum memimpin Turki.
Secara nasional Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), partainya Erdogan, juga mengalami kemerosotan karena hanya merebut 35,7 persen suara. Sementara CHP bertengger di 37 persen.
Keunggulan partai oposisi dalam Pemilu di Turki merupakan yang pertama dalam kurun waktu 35 tahun terakhir.
Baca juga: Partai Erdogan Babak Belur di Pilkada Turki 2024, Oposisi Menang Telak di Istanbul dan Ankara
Baca juga: Erdogan Ngamuk, Ancam Hentikan Pasok Semen, Baja dan Bahan Konstruksi ke Israel
Baca juga: Demo di Turki Protes ke Presiden Erdogan yang Masih Ekspor ke Israel, 43 Orang Ditangkap Polisi
Murad Sadygzade, President of the Middle East Studies Center HSE University Moscow mengulas masa depan Turki di kolom terbarunya di situs Russia Today awal pekan ini.
Dominasi AKP dan Tayyip Erdogan menurutnya mulai goyah. Erdogan pun membuat pernyataan penting, kontestasi kali ini kemungkinan yang terakhir buat dirinya.
“Pemilu ini adalah pemilu terakhir saya dalam kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Setelah ini, akan ada peralihan ke saudara-saudaraku yang akan datang setelah aku,” katanya.
Masa jabatan Erdogan sebagai PM dan kemudian Presiden, yang dimulai 2003, ditandai serangkaian kebijakan transformatif yang menentukan posisi Turki di dalam dan luar negeri.
Namun, batasan undang-undang Turki, yang mengharuskan Erdogan mundur, mengisyaratkan adanya perubahan yang lebih luas, mungkin menandakan berakhirnya era Erdogan.
Pemilihan Presiden 2023 sebenarnya sudah menggarisbawahi sentimen ini.
Erdogan meraih kemenangan dalam putaran kedua yang diperebutkan dengan ketat, mengumpulkan 52,18 persen suara dibandingkan lawannya, Kemal Kılıçdaroğlu, yang memperoleh 47,82 %.
Selisih sempit ini, yang belum pernah terjadi sebelumnya selama masa jabatan Erdogan, menunjukkan perubahan politik, yang semakin diperkuat hasil pemilu komunal terbaru.