Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Ada Apa Presiden Iran Ebrahim Raisi Berkunjung ke Pakistan?

Presiden Iran Ebrahim Raisi berkunjung ke Pakistan di tengah ketegangan konflik Iran-Israel dan Israel-Palestina.

Editor: Setya Krisna Sumarga
zoom-in Ada Apa Presiden Iran Ebrahim Raisi Berkunjung ke Pakistan?
AFP/ATTA KENARE
Presiden Iran Ebrahim Raisi (tengah) menghadiri parade militer bersama para pejabat tinggi dan komandan dalam upacara memperingati hari tentara tahunan negara itu di Teheran pada 17 April 2024. (ATTA KENARE/AFP) 

TRIBUNNEWS.COM, YOGYA –  Presiden Iran Ebrahim Raisi berkunjung ke Islamabad, Pakistan untuk kunjungan resmi kenegaraan.

Muhibah pemimpin Iran ini terjadi di tengah ketegangan Iran-Israel dan rapuhnya stabilitas keamanan di Timur Tengah.

Pada 1 April 2024, Israel menggempur konsulat Iran di Damaskus, Suriah, menewaskan dua jenderal Iran dan lima stafnya.

Dua pekan kemudian, tepatnya 13-14 April, Iran meluncurkan gelombang rudal dan drone kamikaze langsung ke Israel.

Iran tidak lagi menggunakan retorika untuk melawan Israel. Teheran mengumumkan pada dunia, kapasitas strategis teknologi militernya menghadapi Israel.

Iran menggunakan kemampan militernya sebagai strategi penangkalan atas kekuatan asing yang ingin melenyapkan Iran.

Baca juga: Raisi dan Erdogan Tandatangani 10 Perjanjian, Berjuang untuk Tatanan Dunia Baru yang Adil, Bela Gaza

Baca juga: Putin dan Raisi Bahas Timur Tengah via Telepon, Presiden Rusia Minta Israel Lebih Bersabar

Secara terbatas, sebelumnya militer Iran menembakkan rudalnya ke sejumlah target pangkalan kelompok militan takfiri di wilayah Pakistan.

Berita Rekomendasi

Kelompok bersenjata itu diyakini Iran mengorganisasi serangan bom saat peringatan kematian Jenderal Qassem Soleimani di kota Kerman.

Pakistan sejak lama dikenal menjadi basis aman sejumlah kelompok militant takfiri. India pernah merasakan keganasan kelompok itu di Mumbai beberapa tahun lalu.

Serangan rudal Iran itu dibalas jet-jet tempur Pakistan, yang terbang menggempur target-target di wilayah Iran.

Ini konflik unik di tapal batas kedua negara. Pakistan bertindak membalas untuk mempertahankan wajahnya di tingkat domestik.

Apakah kedua negara ini, Iran dan Pakistan, bermusuhan? Tentu saja tidak. Keduanya berteman baik, walau ada perbedaan signifikan menyangkut posisi dan pandangan politiknya di kawasan.

Sejak lama, Pakistan memiliki hubungan spesial dengan barat, terutama Inggris. Pakistan merupakan anggota negara Persemakmuran Inggris sebagai bekas kolonialisnya.

Dekat dengan Inggris, artinya dekat dengan AS sebagai pemimpin kekuatan hegemonik barat. Meski begitu, Pakistan mempertahankan sikap oportunisnya terhadap barat.

Ketika AS dan sekutunya menggempur Taliban dan Al Qaeda Afghanistan, Pakistan menjadi tumpuan terdekat militer AS.

Padahal intelijen Pakistan lah yang membesarkan Taliban, dan menggunakannya sebagai proksi di negara tetangganya.

Ketika AS membanjiri Afghanistan dengan tentara dan peralatan tempurnya memburu Osama bin Laden, kejutan lain muncul.

Osama bin Laden dan keluarga bersembunyi di sebuah rumah besar di Abottabad, Pakistan. Letak rumahnya sangat dekat dengan Akademi Militer Abottabad Pakistan.

Pasukan komando AS secara rahasia menyerbu rumah persembunyian Osama bin Laden. Konon tanpa sepengetahuan Pakistan, dan mempermalukan elite negara ini.

Belakangan, Pakistan mendekat ke China. Negara ini membeli skuadron jet tempur J-10C dari China, dan berupaya mengurangi ketergantungan terhadap AS.

Secara ekonomi, Pakistan menjadi mitra dagang dan investasi besar dengan China.

Pendulum politik Pakistan ini menarik, dalam persepektif kawasan, mengingat pengaruh AS mulai mengendur setelah pasukan terakhir AS ditarik dari Afghanistan.

Lantas mengapa Ebrahim Raisi datang ke Pakistan saat turbulensi politik Timur Tengah ada di titik tinggi?

Secara formal dijelaskan, kunjungan pemimpi Iran ini bertujuan meningkatkan perdagangan dan menyelesaikan masalah perbatasan.

Raisi bertemu Perdana Menteri Shehbaz Sharif, sekaligus memperbaiki hubungan setelah adu balas serangan rudal pada Januari 2024.

Raisi juga bertemu Jenderal Asim Munir, panglima militer Pakistan, yang memiliki pengaruh politik dan ekonomi yang besar di negara Asia Selatan tersebut.

Topik perdagangan dan ekonomi, kemungkinan berfokus pada upaya Iran menarik perhatian Pakistan pada minyak mereka yang diblokade barat.

Memiliki perbatasan langsung artinya akan memudahkan aliran minyak, dan juga peningkatan konektivitas pasok energi, termasuk listrik.

Selain ke Islamabad, Presiden Iran Ebrahim Raisi mengunjungi kota-kota besar lain, termasuk Lahore dan Karachi.

Tapi lebih dari itu secara politik Iran jelas ingin memperoleh dukungan dari Pakistan saat Teheran bersitegang dan berpotensi jadi konflik terbuka dengan Israel.

Iran menyadari Pakistan sedang mengalami krisis politik domestik dan semakin besarnya masalah ekonomi membuat Pakistan tak mudah bergerak di Tengah konflik di Timur Tengah.

Secara historis, Iran dan Pakistan memiliki sejarah hubungan yang bermasalah. Keduanya saling menuduh gagal mengendalikan kelompok bersenjata.

Ketegangan perbatasan meningkat pada Januari 2024 ketika Iran melakukan serangan udara melintasi perbatasan di Pakistan yang menewaskan dua anak.

Media pemerintah Iran mengatakan serangan itu menargetkan dua pangkalan kelompok bersenjata Jaish al-Adl.

Pakistan membalas dengan menembakkan rudal ke wilayah Iran dan menarik duta besarnya dari Teheran.

Namun kedua negara bertetangga itu memutuskan untuk meredakan ketegangan, dengan Teheran mengirim diplomat utamanya ke Islamabad untuk memperbaiki hubungan.

Kedua negara sepakat untuk bersama-sama menghadapi “ancaman terorisme” terutama di wilayah perbatasan.

Sebelum kunjungan Raisi, Teheran dan Islamabad intens berbicara tentang pemberantasan “terorisme”.

Seorang pria berjalan di depan poster rudal yang ditembakkan dengan latar bendera Iran, di ibu kota Teheran.
Seorang pria berjalan di depan poster rudal yang ditembakkan dengan latar bendera Iran, di ibu kota Teheran. (khaberni/HO)

Keberadaan kelompok-kelompok bersenjata di tapal batas Pakistan-Iran, Pakistan-Afghanistan, dan Pakistan-India, kerap memunculkan masalah.

Kelompok-kelompok itu diyakini kerap digunakan sebagai kekuatan proksi untuk destabilisasi lintas batas, guna menciptakan krisis secara kawasan.

Dalam konteks ini, posisi Pakistan menjadi signifikan. Pemerintahan yang kuat di Islamabad bisa menciptakan kekuatan baru di wilayah Asia Barat.

Pemerintahan Pakistan ini akan jauh lebih baik jika memiliki hubungan yang normal dan stabil dengan Iran.

Bagaimanapun, isu sektarian menyangkut pengaruh Syiah Iran menjadi topik paling sensitif dan paling sering dipakai kelompok militan di Pakistan.

Islamabad dan Teheran bertujuan untuk meningkatkan perdagangan bilateral, yang saat ini mencapai lebih dari $2 miliar.

Di beberapa lokasi yang sangat kuat isu sektariannya, antara lain di Peshawar, minoritas Syiah kerap jadi korban, sebagaimana halnya komunitas sama di Afghanistan.

Hubungan ekonomi dagang Iran-Pakistan cukup menggiurkan, terutama menyangkut ekspor impor bahan bakar gas cair (LPG) dan minyak mentah.

Iran pun sejak lama diketahui menyediakan pasokan listrik ke Provinsi Balochistan dan daerah perbatasan lainnya di Pakistan.

Pada Mei 2023, PM Sharif dan Raisi meresmikan pasar perbatasan pertama di perlintasan perbatasan Mand-Pishin.

Selain itu, kedua negara bertetangga ini memiliki ikatan budaya dan agama yang erat, dengan puluhan ribu warga minoritas Syiah dari Pakistan pergi ke Iran setiap tahun untuk ziarah.

Namun, Zaidi dari Tabadlab mengatakan ikatan budaya yang sama dan perbatasan yang panjangnya  900 km (559 mil), belum menghasilkan pertukaran mendalam.

Perdagangan sebagian besar berada di luar ranah formal dan perjalanan warga Pakistan ke Iran dibatasi pada tujuan wisata religi.

Pakistan masih sulit bergerak memformalkan hubungan bisnis kedua negara, akibat tekanan  kuat Washington.

Kedua negara sudah lama ingin membangun jaringan pipa untuk mengekspor gas alam Iran ke Pakistan.

Tapi proyek strategis ini terhenti akibat penentangan AS,  yang telah menjatuhkan aneka sanksi terhadap Teheran.

Raisi mungkin menyinggung kelanjutan proyek pipa gas Pakistan-Iran itu, tapi suit berharap Pakistan mampu mengelak dari pengaruh AS dan Inggris.

Tentang masalah konflik di Timur Tengah, sebagai bagian kekuatan Islam dunia, Pakistan menyerukan pengurangan ketegangan atau deeskalasi konflik.

Seruan sama disampaikan pada 14 April, sehari setelah serangan Iran terhadap Israel. Pernyataan tersebut menganggap serangan Iran sebagai konsekuensi gagalnya diplomasi.

Bahasa itu secara halus mengindikasikan Pakistan memahami keputusan Iran menyerang langsung Israel sebagai balasan atas pembunuhan dua jenderal Iran di Suriah.

Soal agresi Israel ke Jalur Gaza, Pakistan menggarisbawahi perlunya upaya internasional untuk mencegah permusuhan lebih lanjut di wilayah tersebut dan gencatan senjata di Gaza.

Pernyataan itu cukup normatif, dan bahasa yang sama digunakan sejumlah pemimpin internasional lain.

Pakistan tidak berposisi seperti elite Houthi Yaman yang memuji Iran, dan menyerukan serangan lebih kuat ke Israel.

Pakistan sejauh ini tidak mengakui Israel sebagai negara, dan tidak memiliki saluran komunikasi langsung dengan Israel.

Apakah kedatangan pemimpin Iran akan mengubah sikap dan pendirian Pakistan? Sepertinya tidak gampang karena sifat ketergantungan Pakistan ke barat maupun kekuatan negara Arab.

Dalam konteks konflik Yaman, Pakistan pernah menerima efeknya yang kuat ketika menolak bergabung di pasukan koalisi Arab yang digalang Saudi untuk menggempur Houthi Yaman.

Penolakan Pakistan itu memicu kemarahan penguasa Saudi, dan berdampak ke konflik politik internal di Pakistan.

Inilah mengapa Pakistan ada di posisi yang tidak mudah. Islamabad mungkin akan memilih tetap berada di tengah, supaya terhindar dari persekusi kekuatan hegemonik, baik AS maupun Arab.

Menjaga hubungan baik dengan Iran tanpa transaksi dagang yang normal bisa membantu mempertahankan ekonomi domestik.

Sementara berbaik-baik dengan China bisa menaikkan posisi tawar Pakistan terhadap kekuatan yang memusuhi Tiongkok.(Setya Krisna Sumarga/Editor Senior Tribun Network)

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas